BAGIAN 19

“Ka— kamu!” Yelda menatap wujud Haaland sebagai seekor naga putih seolah tidak percaya dengan matanya. “Jadi kamu adalah naga kecil yang dikejar oleh Bangsa Mores itu?”

“Ya, Yelda, kamu benar.” Selangkah naga putih itu mendekati Yelda.

Yelda tersentak saat Haaland mendekatinya, saat Yelda mencoba mundur, gadis itu malah tersungkur.

“Tidak, Yelda. Jangan takut, ini aku Haaland, dan aku ini temanmu.” Haaland menghembuskan nafasnya yang kuat sehingga bisa terasa menerbangkan untaian rambut Yelda. “Aku tidak akan pernah menyakitimu. Bukankah kamu ingin mengembalikan Galantris seperti semula?”

Yelda diam sejenak, menenangkan dirinya dan mencoba berpikir lebih jernih.

Benar juga kata-kata makhluk ini, tapi aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia tidak musnah sejalan dengan musnahnya Galantris.

Tapi setidanya dia menjadi bukti bahwa Galntris masih bisa kembali, kejayaan Galantris masih bisa di kembalikan.

“Kamu tahu, Haaland?” ucap Yelda.

Haaland memiringkan kepala naganya seolah bertanya, “apa, Putri?”

“Dengan adanya dirimu, itu semakin membuatku yakin dengan usaha yang aku dan Haaland yang berwujud manusia ingin capai, yaitu mengembalikan Sihir Gao dan kejayaan Galantris.” Yelda berdiri, “aku yakin Galantris, rumahmu bakal kembali sembuh, Haaland!”

Walau sudah berubah bentuk menjadi seekor naga, Haaland masih bisa menampakkan senyuman di wajah itu, tapi senyuman itu benar-benar konyol. “Jadi, jika kota ini sembuh dan Sihir Gao kembali berfungsi, apa yang akan kamu lakukan, Yelda?”

“Aku akan mengajak Haaland Si Galantrian, untuk melihat indahnya sungai Gao dengan ikan warna-warni yang menari di setiap aliran halus sungai itu,” balas Yelda, ketakukan sudah hilang dari nuraninya, kini ia kembali menjadi Yelda tangguh yang bertekad mengembalikan Galantris yang bahkan orang-orang sudah melupakan legenda kota iu.

Mereka berdua tertawa bersama, membayangkan betapa lucunya saat mereka bersama-sama menyaksikan ikan-ikan itu sambil makan sepotong roti selai yang lezat.

Sejenak, keduanya melupakan semua perbedaan ras di antara mereka.

“Ayo naiklah, Yelda.” Haaland merendahkan punggungnya untuk mempersilakan Yelda menaiki punggung hangat yang memiliki bekas cambukan.

“Apa ini, Haaland?” Yelda mengusap sepanjang bekas cambukan yang bahakan tidak ia kenali.

“Kalau tidak salah, itu bekas cambuk perak dari algojo kerajaan Shandor, Yelda,” balas Haaland sambil terkekeh.

“Ah— aku benar-benar minta maaf, Haaland, jika aku bisa lebih tenang malam itu, pasti ayah tidak akan mengirimmu ke penjara,” kata Yelda dengan nada penyesalan.

“Astaga, Putri Yelda yang terhormat. Anda tidak perlu menyesali hal itu, lagi pula aku senang dengan bekas ini, aku rasa aku menjadi tambah keren, bukan begitu?”

Yelda terkekeh dan menepuk punggung naga putih itu. “Dasar!”

“Ayo naiklah!”

Yelda meraih punggung Haaland dan segera kemudian duduk di atasnya. “Astaga, aku benar-benar takut, Haaland,”

“Kamu tenang saja, Yelda, bukankah kamu sering memacu kuda seakan kamu ini memliki nyawa ganda?” ujar Haaland.

“Tapi ini berbeda, Haaland,” uajr putri itu dengan kengerian yang dalam. “Jika aku tergelincir, maka aku akan jatuh dari ketinggian yang bahkan melebihi menara istana!”

“Tenang saja, tidak akan aku biarkan kamu jatuh.” Haaland mengepakkan sayapnya dan mulai terbang di langit pucat Galantris.

Ya Tuhan, tolong jangan biarkan aku jatuh, ucap Yelda dalam hati.

“Nikmatilah pengalaman baru ini, putri. Kamu menjadi manusia pertama yang menaiki naga Galantris, dan itu sungguh keistimewaan yang mahal.”

Yelda mengamati pemandangan sekeliling, ia bisa melihat bendera negaranya berkibar di atas kubah istana, dan ketika melihat itu suasana hatinya merasa ganjil, seperti akan ada sesuatu yang terjadi di Shandor.

Yelda lalu mengalihkan pandangannya ke kota yang tepat ada di bawahnya, beberapa Galantrian terlihat meringkuk dan beberapa pojok dinding rapuh, dan beberapa lainnya berjalan-jalan seperti mayat hidup yang sekonyong-konyong hampir roboh.

“Ke mana kamu membawaku?” tanya Yelda.

“Aku akan membawamu ke wilayahku.” Haaland terus terbang menuju arah Gunung Noris.

Haaland meendahkan ketinggiannya dan kemudian mendarat di sebuah daratan bebatuan di mulut gua.

“Kita sudah sampai, Yelda,” kata Haaland.

Yelda segera turun dari punggung Haaland dan memandang ke sekeliling, kota Galantri terlihat jelas dari mulut gua itu. “Apakah kita ada di Gunung Noris?”

“Ya, kamu benar.”

Haaland, tolong berubah wujud manjadi manusia lagi, aku rindu denganmu,

Bagaikan mengetahui isi hati Yelda, tubuh naga Haaland menampakkan sunar terang yang lama-kelamaan semakin terang dan ...

Blush ...

Cahaya terang itu meredup menyisakan garis-garis pendar di tubuh seorang pemuda tampan, Haaland.

“Ayo masuklah.” Haaland mengajak Putri Yelda memasuki mulut gua yang gelap. “Ini rumahku, lebi tepatnya dulu ini adalah rumah para naga galantris, tetapi sekarang hanya ada aku,”

“Lalu ke mana naga-naga yang lain?”

“Aku juga tidak tahu, dulu aku terbangun dan mendapati diriku sendirian di gua ini, lalu aku keluar dan, semuanya sudah berubah,” jelas Haaland.

“Aku turut sedih, Haaland.”

Yelda membutar kepalanya ke sana-kemari melihat keadaan gua itu. “Ini tidak terlihat seperti gua, Haaland. Lebih pantas jika di sebut istana.”

“Yah, dulu memang begitu, Putri.” Haaland menarik sebuah kursi terbuat dari batu halus unuk putri itu duduk. “Duduklah, aku akan mengambilkan beberapa makanan untukmu,”

“Makanan?”

Haaland kembali dengan beberapa benda di lengannya.

“Maaf, aku hanya punya ini untuk saat ini,” Kata Haakand sambil meletakkan beberapa jagung, wortel dan sayuran hijau segar.

“Dari mana kamu dapat semua ini? Kelihatannya masih segar,” ujar Yelda bingung.

“Kamu akan tahu nanti, apa kamu tahu cara membuat api, Yelda. Sihirku tidak bisa membuatnya, jadi terpaksa aku dan Galantrian lain harus makan dengan keadaan mentah,”

“Benarkah?” Yelda terkekeh dengan cerita Haaland. “Tentu saja aku bisa membuat api, aku hanya perlu batu dan beberapa btang kayu jika ada,”

“Tuntu saja.” Dengan cepat Haaland sudah membawa beberapa batang kayu bekas perabot rumah yang sudah hancur.”

“Baiklah, kamu harus melihat ini baik-baik, jadi nanti kalian tidak perlu makan, makanan mentah lagi.” Yelda meulai menggosokkan batu, dalam tiga kali gosokan, beberapa percik api muncul akibat gesekan itu.

“Jadi!” kata Yelda dengan puas saat api kecil mulai membara di permukaan kayu lapuk itu.

“Benar-benar ajaib!” Wajah Haaland menunjukkan ketertarikannya. “Kamu hebat, Yelda,”

Mereka berdua membakar jangung dengan kobaran apai yang tercipta, dan setelah memakannya, Yelda masih belum paham juga dari mana Haaland bisa mendapatkan bahan-bahan makan itu?

“Jadi, dari mana kamu mendapatkan makanan-makanan ini?” tanya Yelda.

“Kamu mau tahu?” balas Haaland.

“Tentu saja, aku kita tanah Galantris benar-benar musnah,”

“Baiklah!” Haaland bangkit dan mengusap lututnya.

Haaland mengajak Yelda menuruni gunung itu melalui sebuah jalan setapak yang pasti dulunya begitu indah.

“Hati-hati, banyak keirkil lepas di jalan ini, kamu bisa tergelincir nanti,” ucap Haaland memepringatkan Yelda.

Betapa terkejutnya Yelda saat melihat beberapa orang galantris berjalan-jalan dengan kaki terseret-seret. Keadaan di lereng gunung noris itu agak berbeda dengan bagian lain kota. Rumah-rumah dan lingkingan tampak bersih walaupun memang terlihat bobrok.

“Jangan takut, mereka tidak akan melukaimu, Yelda.”

“Apa kabar, Grock?” Haaland membungkukkan setengah badannya, dan galantrian bernama Grock itu juga meniru gerakannya.

“Apa yang terjadi selama aku pergi?” tanya Haaland.

“Tidak ada yang terjadi, Tuan Haaland. Tetapi anggota kita tidak bertambah,” balas Grock dengan suara parau dan mengganjal. Orang itu berkulit pucat yang penuh dengan bintik-bintik penyakit, rambutnya hampir rontok semua, dan matanya melorot menyedihkan.

Haaland mengangguk kecil, “terima kasih sudah mempertahankan wilayah ini, di mana yang lain? Kita kedatangan tamu istimewa.” Haaland menggandeng tangan Yelda dan membuat gadis itu berdiri di sampingnya.

“Apakah mereka galantrian?”

“Ya, Yelda.”

“Tapi mereka—”

Kata-kata Yelda terpotong oleh Grock. “Silakan masuk, Tuan Haaland,”

“Mari Yelda,” ajak Haaland.

“Eits!” Haaland menghentikan langkah Yelda di depan jalanan bersih yang terbuat dari paving-paving putih mengkilat. “Tolong lepas dulu sepatumu, kita tetap harus menghargai perjuangan para galantrian dalam memersihkan jalanan ini,”

Yelda melirik ke kaki Haaland, ternyata pemuda itu sudah melepas sepatunya. “Oh, baiklah,”

“Fara! Apa kamu tidak keberatan untuk membersihkan sepatu Milik Putri Yelda?” ujar Haaland, pada seorang wanita Galanrian yang kepalanya sudah botak, kelihatannya dia adalah ahli kebersihan di wilayah itu.

“Tentu saja, Tuan Haaland,” kata Fara dengan lembut.

“Sebenarnya apa yang terjadi dengan Galantrian ini Haaland?”

“Sebenarnya, Yelda, aku benar-benar tidak tahan dengan keadaan kotaku, aku kelaparan dan hanya bisa melihat mereka dari mulut gua selama dua tahun.” Haaland menjelaskan bagaimana keadaannya selama dia menghadapi benaca di Galantris.

“Aku sendirian, dan kesepian, melihat kelaparan, kesengsaraan, dan kerakusan di mana-mana.”

“Lalu aku bertekad untuk mendekati mereka, mengajak beberap Galantrian untuk membangun suasana baru di sini.” Haaland terus berjalan melewati beberapa bangunan tinggi dan bersih, bebrapa galantrian yang duduk di pinggir jalanan itu memberinya gerakan penghormatan. “Memang tidak mudah, tapi aku tida menyerah.”

“Aku mengumpulkan mereka dan hanya berhasil membujuk 3 Galantrian, akhirnya aku membagi beberapa tugas, Grock membantuku membujuk galantrian lain, Fara, dia aku suruh menjadi epala kebersihan dan Joes menjadi asisten Fara,”

“Akhirnya begian wilayah ini berhasil menjadi bersih, dan beberapa galantrian ikut bergabung pada kami. Lalu aku punya ide untuk pergi ke Shandor, membeli beberapa makanan dan menanam benih jagung serta sayuran lain, ternyata berhasil.”

“Dan aku meneruskan upayaku itu, sebagian hasil pertanian aku lemparkan pada galantrian di luar sana yang masih memiliki sifat buas dan liar, lalu sebagian kami mengonsumsinya bersama-sama.”

Dalam hari berjuta pujian terbesit dari hati Yelda yang terdalam. Haaland benar-benar pemuda yang bijaksana,

Sampailah mereka ke sebuah lahan pertanian yang tidak terlalu luas, tetapi lahan itu benar-benar subur, beberapa galantrian berupa mengerikkan tengah mengolah lahan selayaknya petani pada umumnya.

“Kamu benar-benar hebat, Haaland.”

“Aku menyedari keadaanku, Yelda, aku tahu mengapa Tuhan tidak merubahku seperti mereka, dia menyuruhku untuk membantu para galantrian ini, aku yakin suatu saat nanti, kekuatan Galantris bakal kembali,”

Yelda mengangguk, menyetujui semua perkataan Haaland.

Terpopuler

Comments

khey

khey

pengen juga merasakan terbang, gimana ya rasanya? 🤔🤔

2023-01-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!