BAGIAN 15

Keadaan malam itu cukup cerah karena sinar bintang yang semakin mencolok. Haaland dan Yelda berjalan terus mengelilingi istana sampai ke seberang tembok Galantris di sebelah timur istana Shandor. Mereka pikir mereka bisa menyebrang melalui aliran Sungai Gao yang memisahkan tembok Galantris dan tembok Shandor.

“Astaga! Bagaimana cara kita menyebrangi sungai ini. Arusnya deras sekali, lagi pula lebar sungai juga terlalu besar,” kata Yelda yang kehabisan akal.

“Lihat di sana!” Haaland menunjuk sebuah sampan kecil yang terikat di pinggir sungai, sepertinya sampan itu sudah lama tidak terpakai karena di pinggirannya terlihat banyak ditumbuhi lumut.

“Benar!” Yelda dan Haaland segera menghampiri sampan tua itu.

“Apakah kamu yakin sampan ini masih bisa dipakai dengan aman, Haaland?” tanya Yelda yang sangsi ketika melihat keadaan sampan itu.

Haaland memeriksa keadaan kayu sampan itu, masih keras tapi memang agak lapuk. “Aku rasa masih bisa digunakan, tapi aku tidak bisa mempertaruhkan nyawa kita.”

“Yah— setidaknya kita tidak tahu jika belum mencoba,” kata Yelda yang kemudian ikut memriksa sampan.

“Ayo kita coba, jika kamu takut, aku akan menyebrang lebih dulu.” Yelda menatap Haaland dengan serius.

“Lalu bagaimana kamu akan mengembalikan sampan ini padaku? Aku rasa arus bakal menghanyutkan sampan ini,” balas Haaland.

“Kamu ini sangat bodoh.” Yelda mengambil tali yang mengikat sampan itu, ternyata tali itu panjang sekali. “Kamu bisa menarik tali ini untuk mengembalikan sampan ke sini, tali ini memang berfungsi untuk itu!” ketus Yelda.

Sejenak suasana menjadi sunyi, hanya gemercik arus sungai saja yang bersorak memanggil mereka.

“Putri Yelda, ada masalah lain, arus sungai malam ini bahkan lumayan cepat, kita bakal kewalahan mengendalikan sampan,” ujar Haaland memecah keheningan.

“Kamu benar, Haaland. Tapi aku rasa belum terlalu deras, biasanya akan lebih deras ketika waktu semakin larut,” ujar Yelda. “Dan aku rasa, aku bisa mengendalikannya, tanganku lebih kuat dari yang kau lihat.”

Haaland tersenyum konyol saat mendengar putri itu berbicara.

Baiklah aku akan membiarkannya menyebrang lebih dulu, sampan ini tidak akan kuat jika harus menanguung bebanku sekaligus. Lagi pula aku akan berusaha mengendalikan arus sungai ini semampuku ...

“Baiklah, kamu dulu saja yang menyebrang sebelum arus semakin deras,” kata Haaland sambil membantu membenarkan posisi sampan.

“Baiklah kalau begitu.” Dengan dibantu oleh Haaland, Yelda melangkahkan kakinya ke dalam sampan.

“Ouwh ... !” pekik Yelda.

“Hati-hati, Yelda!” seru Haaland ketika sampan dan Putri Yelda oleng, ia dengan otomatis mengeratkan genganggam tangannya pada Yelda.

“Huh— terima kasih, Haaland. Kalau begitu aku pergi dulu,”

Haaland hanya membalas dengan anggukan kecil yang menyimpan sejuta rasa khawatir, ia khawatir sihirnya tidak bisa menahan arus sungai sehingga Yelda akan dalam bahaya.

Yelda mulai menggerakkan dayung menuju arah timur memotong arus.

Sedangkan Haaland kemudian berjongkok menghadap aliran sungai. Ia mencelupkan telapak tangannya ke dalam tepi sungai, membaca beberapa mantra dengan mata terpejam.

Aku mohon pada seluruh Alam Qwertis, Aku memanggil kalian, terkhusus pada Laut Gao yang menjadi sumber Sungai Gao, dengan Sihir Gao dari tanganku ini, aku memerintahkan kalian untuk tenang, tenangkanlah arus kalian, biarkan gadis itu sampai ke tepi dengan aman.

Haaland membuka matanya, cahaya remang muncul dari telapak tangannya dan brsinar di sekitar air. Perlahan arus sungai itu menjadi tenang, ia tersenyum lega ketika melihat Yelda dengan mudah membawa sampan itu saat arus menjadi lambat.

“Haaland, aku rasa arusnya melambat!”

Teriakan Yelda terdengar oleh Haaland yang tengah berusaha mengendalikan arus sungai itu.

Namun ketika Yelda hampir sampai ke tepi, hanya beberapa meter lagi saja, tangan Haaland merasa gemetaran dan menahan dingin yang sangat menusuk tulang jemarinya.

“Gawat! Sihirku tidak kuat menahan arus lagi!” Pangeran Naga Galantris itu memjamkan mata untuk membantunya menahan arus sebentar lagi.

Pendar sihir mulai meredup dan ...

Blush ... !

Bagai bendungan yang tak kuat lagi menahan air yang tertampung, tanggul itu jebol, meluapkan segala isinya. Sama seperti arus Sungai Gao, sungai itu kembali menyapu cepat dengan tiba-tiba.

Haaland terlempar ke belakang dan meringis karena kesakitan yang ia rasakan di telapak tangannya.

Blush ...

Sampan Yelda tiba-tiba terbawa arus yang menyerobot dengan tiba-tiba. Kayu penahan tali sampan juga patah akibat dorongan kuat dari arus. Itu artinya dia dalam bahaya.

“Argh!”

“Haaland!”

Haaland segera melupakan rasa sakit itu walaupun sejatinya ia tidak bisa.

“Yelda!” Haaland bangkit dan mencoba mengejar sampan Yelda yang terbawa dari tepi sungai.

Tidak ada yang dipikirkannya lagi selain putri itu, ia tidak akan bisa memaafkan dirinya jika Yelda sampai terluka.

“Arghh,”

Sampan itu terombang-ambing tanpa ampun, seperti memainkan Yelda sebelum memuntahkannya ke dalam arus Sungai Gao yang siap menelannya.

Di tengah sungai itu ada semacam batu besar yang meuncul sampai ke permukaan, Yelda harus menghidarinya jika ia tidak ingin menghamtam benda itu.

Tapi kekuatannya tidak cukup untuk melawan arus, di tambah rasa panik yang membuayarkan semua pikirannya hingga ia tidak bisa tenang.

Ia bisa melihat bayangan Haaland yang berlari di tepi sungai sambil meneriakkan namanya.

“Ya Tuhan, tolong aku!” teriak Yelda pasrah, ia hanya bisa meminta pertolongan dari Tuhannya, ibunya lah yang mengajarkan sikap religius itu pada Yelda.

Bruk ... !

Dentuman besar terjadi, sampan itu menghantam permukaan batu dengan keras, mematahkan setiap bagaian lapuk kayunya dan melempar Yelda seakan dia adalah persembahan bagi Sungai Gao.

“Tidak! Yelda!”

“Bertahanlah!”

Yelda tidak dapat mendengar apapun lagi ia teromang-ambing mengikuti arus sungai, yang ia lakukan hanyalah berusaha agar kepalanya tidak masuk ke sungai agar ia bisa bernafas.

Tanpa berpikir panjang Haaland melempar dirinya ke dalam sungai. Menggerakkan tangannya untuk membelah arus, melawan segala yang alam coba lakukan. Tujuannya hanya satu, matanya hanya fokus pada satu objek, Yelda.

Byur ...

Haaland berenang dengan cepat ke arah Yelda, mengulurkan tangannya pada putri Shandor yang sudah tidak kuat lagi menahan dirinya dalam arus.

“Yelda, bertahanlah!” seru Haaland.

Sedikit lagi,

Set ...

Dan akhirnya Haaland berhasil meraih lengan Yelda, menarik putri itu dalam dekapannya.

“Kamu akan baik-baik saja, Yelda! Aku berjanji padamu!” ucap Haaland dengan penuh tekad

Yelda yang sudah hampir tidak sadarkan diri melingkarkan tangannya ke leher Haaland, dan Haalandpun sama, ia melingkarkan satu lengannya ke pinggang Yelda untuk membawanya ke tepi.

Haaland berhenti sejenak di balik batu sebelum akhirnya dia memancalkan kakinya di batu agar mendapat dorongan yang kuat untuk melawan arus.

Haaland terus berenang, ia sampai tidak memikirkan berapa banyak air yang masuk ke tubuhnya saat itu. Satu meter lagi dan ia akan sampai di tepi.

Ayo! Sedikit lagi!

Haaland mengangkat Yelda ke tepian, gadis itu sudah sangat lemah. Syukur saja mereka bisa sampai ke tepi sungai tanpa luka yang serius.

Haaland menyandarkan Yelda di pangkuannya, menepuk halus pipi Yelda sambil memanggil nmanya dengan pelan. “Yelda,”

Gadis itu membuka matanya dan kemudian batuk beberapa kali untuk memuntahkan semua air ynag masuk ke paru-parunya.

Haaland segera memeluk hangat putri itu, ia hampir menangis mengingat dirinya nyaris kehilangan Yelda.

“Maafkan aku, Yelda, aku tidak bisa menjagamu dengan baik,” ujar Haaland penuh penyesalan.

“Tidak, Haaland. Kamu menjagaku dengan sangat baik, tanpamu mungkin mayatku bakal terapung di Danau Root besok pagi,” balas Yelda pelan, wajahnya masih bersandar di dada Haaland yang membuat dirinya merasa lebih nyaman dan hangat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!