Tamu tak di undang

Beberapa hari kemudian Sundari menepati janjinya kepada Rian.

Pagi itu di perkebunan teh milik pak Rehan, Rian sudah menunggu Sundari pagi-pagi sekali.

Rian duduk di atas motor besar di jalan menuju perkebunan.

‘Tumben Mbak Sun jam segini belum datang? Apa dia lupa dengan janjinya apa dia sudah pergi tanpa memberitahukanku,' gumam batin Rian yang resah menunggu Sundari.

Sudah hampir satu jam Sundari tidak datang Rian semakin resah dan gelisah.

“Selamat pagi Nak Rian,” sapa salah seorang ibu dengan postur tubuh agak gemuk.

“Eh iya Bu. Selamat pagi,” Rian yang menyapa balik seorang ibu buruh teh.

“Menunggu siapa Nak Rian? Kelihatannya seseorang yang penting?” 

“Iya Bu, lagi menunggu Mbak Sun.”

“Oowalah, Mbak Sun paling sebentar lagi datang Nak Rian.”

“Iya Bu semoga saja.”

Tidak selang beberapa menit Sundari terlihat sedang berjalan kaki dari kejauhan.

“Wah kebetulan itu mbak Sun,” ucap ibu itu sembari menunjuk Sundari dari kejauhan.

Rian pun tersenyum bahagia manakala melihat Sundari menepati janjinya.

“Ya sudah Ibu pamit dulu Nak Rian.”

“Oh iya Bu, terima kasih.

Ibu itu pergi meninggalkan Rian. Rian dengan menyeringai bahagia melihat Sundari.

“Maaf Mas Rian, menunggunya agak lama?” ucap Sundari.

“Eh tidak apa-apa Mbak Sun, asal Mbak Sun datang saja saya sudah senang sekali.”

Sundari tersenyum mendengar ucapan Rian.

“Ayo Mbak Sun naik?” ajak Rian yang sudah siap duduk di motor besarnya.

“Kita mau ke mana Mas?” tanya Sundari yang bingung.

“Saya mau mengajak Mbak Sun keliling desa.”

Sundari pun menaiki motor milik Rian duduk di belakang Rian.

“Sudah siap Mbak Sun?” tanya Rian yang membonceng Sundari. 

“Sudah Mas.”

Rian mulai menyalakan mesin motornya lalu menjalankan motornya masuk ke perkebunan teh.

Rian mengajak Sundari berkeliling perkebunan teh terlebih dahulu.

Mereka berjalan beriringan menikmati pemandangan serta sejuknya kebun teh terlihat hamparan permadani hijau raksasa membentang luas, menghiasi kaki gunung yang berkabut. Hawa sejuknya membuat siapa saja betah berlama-lama berada di sana. 

Hingga mereka masuk ke perkampungan penduduk desa dan berhenti di tepi sungai dengan aliran yang tidak terlalu deras.

Rian memarkirkan motor besarnya mengajak Sundari pergi ke tepi sungai.

“Mbak Sun ada yang ingin saya bicarakan kepada Mbak Sun?” ucap Rian dengan wajah serius.

“Apa itu Mas?” 

Rian menghela nafas panjang terlebih dahulu sebelum dia mengutarakan isi hatinya kepada Sundari.

“Semenjak saya melihat dan mengenal Mbak Sun, hati saya jadi penuh warna, saya belum pernah seperti ini sebelumnya. Saya hanya fokus bekerja dan bekerja tapi Mbak Sun hadir dalam hidup saya mengubah semua,” ucap Rian yang terhenti menghela nafas.

“Lalu Mas?”

“Sa-saya mencintai Mbak Sun dengan sepenuh hati, apakah Mbak Sun mau menerima saya menjadi pendamping hidup Mbak Sun kelak,” sahut Rian yang memberanikan diri mengutarakan semua isi hatinya.

“Maaf Mas, saya tidak bisa menjawab pertanyaan Mas sekarang, tunggu saya kembali ke desa ini baru saya akan menjawabnya,” ucap Sundari.

Ucapan Sundari membuat Rian sedih raut wajahnya terlihat berbeda mana kala Sundari tidak bisa memberikan kepastian untuk Rian.

Namun karena rasa cinta Rian yang terlalu besar kepada Sundari akhirnya Rian biasa memahaminya.

“Baiklah Mbak Sun, saya akan menunggu Mbak Sun kembali ke desa ini,” sahut Rian.

“Maafkan saya Mas, saya tidak bisa memberikan kepastian sekarang,” ujar Sundari.

 “Iya Mbak Sun, saya akan menunggumu sampai kamu siap, berjanjilah kepadaku. Kamu akan kembali ke desa ini lagi.”

“Iya Mas, saya akan kembali setelah semuanya telah usai.”

Mereka berdua berbincang cukup lama hingga jam Sudah menunjukkan pukul 12 siang.

Sundari pun berpamitan pulang kepada Rian.

“Apa mau saya antar pulang?” tanya Rian.

“Tidak usah Mas, saya bisa jalan sendiri,” ucap Sundari yang menolak kembali ajakan Rian mengantarnya pulang.

Rian tidak bisa berbuat apa-apa dia hanya terdiam saat Sundari berjalan meninggalkan dirinya.

‘Begitu sulit meluluhkan hatimu,' batin Rian.

Rian pun kembali menaiki motor besarnya menuju rumahnya.

Di malam harinya Rian yang berada di kamarnya tidak bisa memejamkan matanya kata-kata dari Sundari yang belum dapat memberikan kepatian selalu terngiang ngiang di benak dan pikiran Rian.

Di saat Rian tengah memikirkan Sundari sembari menatap langit-langit di kamarnya, terlihat bayangan hitam yang tampak jelas langit-langit kamarnya.

Bayangan hitam itu semakin lama semakin menunjukkan wujudnya.

Terlihat dengan jelas bayangan hitam itu berubah menjadi sosok kuntilanak yang merangkak di atas langit-langit kamarnya.

Rian yang melihat hal itu sangat terkejut, namun tubuhnya tidak dapat bergerak.

Mulutnya tidak dapat terbuka bahkan berteriak.

Rian yang terbaring dengan kaku di tempat tidurnya tidak dapat bergerak sama sekali.

Kuntilanak itu terlihat merangkak di langit-langit kamar Rian dia berjalan ke dinding sampai akhirnya kuntilanak itu mendekati Rian yang tengah berbaring di atas kasurnya.

Tangan kuntilanak itu meraih kasur Rian dan berjalan mendekati Rian hingga posisi kuntilanak itu berada di atas tubuh Rian.

Rian yang tidak dapat berteriak dan mengerakkan tubuhnya sangat ketakutan keringat dingin keluar dari wajah Rian saat Rian dipaksa menatap dengan jelas wajah kuntilanak itu secara dekat, kuntilanak itu pun menyeringai di hadapan wajah Rian hingga salivanya menetes di wajah Rian.

Rian berusaha keras lepas dari belenggu kuntilanak itu, dalam hatinya berusaha meminta pertolongan kepada yang kuasa hingga dia bisa berteriak.

Rian pun seketika mampu berteriak dengan sangat kencang.

Setelah Rian dapat berteriak kuntilanak itu menghilang di hadapan Rian.

Rian pun telah bisa mengerakkan tubuhnya ketika kuntilanak itu pergi, teriakan Rian terdengar oleh ibunya.

Ratih ibu Rian yang mendengar terakan dari anaknya pun mendatangi kamar Rian.

“Rian apakah kamu baik-baik saja?” pekik Ratih di balik pintu kamar Rian.

Rian pun membuka pintu kamarnya yang di kunci   

“Iya Bu, saya mimpi buruk Bu,” ucap Rian di balik kamar.

Ratih masuk ke dalam kamar anaknya dan duduk di tempat tidur Rian.

Rian pun menghampiri ibunya lalu duduk di samping ibunya.

“Ada apa Nak, akhir-akhir ini kamu sering bermimpi buruk?” tanya Ratih.

“Entahlah Bu, Rian selalu bermimpi tentang kuntilanak yang menyeramkan, tapi tadi seperti nyata,” sahut Rian yang tidak ingin memberitahukan ibunya.

“Berdoa Nak, mintalah perlindungan kepada Yang Maha Kuasa, niscaya Tuhan akan selalu melindungimu,” ucap Ratih sembari mengusap-usap kepala Rian.

Ratih mencoba menenangkan anaknya.

“Iya Bu, oh iya Bu Rian mau bertanya kepada ibu. Jika Rian menyukai seorang wanita apa ibu setuju?”

“Nak, Ibu akan selalu mendukungmu begitu pun jika kamu mendapatkan seseorang wanita yang akan menjadi pendampingmu kelak. Ibu dan Ayah akan selalu mendukung segala keputusanmu asak kamu bahagia Nak,” sahut Ratih.

“Terima kasih ya Bu,” ucap Rian sembari menyenderkan kepalanya di pundak Ratih.

Ratih pun mengelus-elus kepala anaknya, mencoba menenangkan hati anaknya yang sedang gundah

Walau pun Rian tidak berbicara kepada Ratih namun batin seorang ibu dapat merasakan jika Rian sedang gundah.

 

 

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

wah ayah dan ibu Ryan mendukung tuh apa yang menjadi pilihan Rian sendiri.

2023-02-10

0

Gadis Gaul

Gadis Gaul

Kpn2 mau minta susuk ny sundari😝

2023-01-17

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!