Sundari
Hamparan hijau dari perkebunan teh terbentang luas yang dimiliki oleh pak Gunawan.
Pak Gunawan sendiri memiliki berhektar-hektar perkebunan teh di desa itu.
Warga desa pun sebagian besar berprofesi sebagai buruh pemetik teh di sana
“Ayo Nek kita pulang, matahari sudah mulai terik!” Ajak Sundari.
“Iya Ndari,” ucap Lasmi.
Sundari yang biasa di sapa dengan nama kecilnya yaitu Ndari bersama Lasmi nenek dari Sundari tengah bersiap-siap untuk pulang, teh yang mereka sudah petik di taruh dan timbang setelah itu taruh kembali ke mobil truk milik pak Gunawan sendiri, mobil truk yang berisi teh di bawa ke parik untuk di olah.
Sundari dan neneknya Lasmi berjalan kali menuju rumah mereka.
15 menit Sundari beserta Lasmi telah sampai di rumah sederhana mereka, rumah yang hanya terbuat dari bilik bambu.
“Nenek beristirahat dulu saja biar Ndari yang masak,” ucap Sundari yang sangat sayang kepada Neneknya.
“Iya Ndari, kamu mau masak apa? upah kita besok baru di kasih oleh pak Gunawan,” ujar Lasmi.
Mereka mendapat upah dari Pak Gunawan seminggu sekali.
“Kan kita punya tanaman daun singkong Nek di belakang rumah kita masak itu saja ya pakai sambal sudah enak,” ucap Sundari yang sangat mengerti tentang keadaan keluarganya.
“Iya sudah kalau gitu, Nenek hidupin kayu bakar dulu jadi kamu bisa langsung masak,” sahut Lasmi.
“Iya Nek,” ujar Sundari yang pergi meninggalkan Neneknya.
Sundari pun pergi ke belakang rumahnya ia memetik daun singkong yang dia tanam.
Setelah cukup Sundari masuk ke rumah. Dan mulai merebus daun singkong itu.
Berapa menit kemudian masakan Sundari pun telah matang dan mereka berdua menikmati makanan seadanya. Walau pun hidup sederhana Sundari tidak pernah mengeluh.
“Ndari apa kau tidak mau menikah, seperti teman-temanmu agar hidupmu ada yang mengurus?” ucap Lasmi
“Tidak Nek, Ndari masih mau bersama Nenek. Jika Ndari menikah nanti Ndari akan ikut suami, Ndari tidak mau meninggalkan Nenek sendirian di sini,” sahut Sundari yang polos.
Lasmi hanya tersenyum mendengar kata polos dari Sundari.
Sundari adalah wanita yang pekerja keras ia hidup bersama neneknya ketika ibu dan Ayahnya bercerai dan menemukan keluarga yang barunya. Sundari pun di titipan kepada neneknya hingga usianya beranjak 18 tahun.
Karena perekonomian Sundari tergolong ke dalam keluarga tidak mampu Sundari pun tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Ia hanya lulusan SD saja.
Setelah lulus SD Sundari membantu Neneknya di perkebunan teh, melihat usia Neneknya yang sudah renta Sundari tidak tega membiarkan Neneknya bekerja keras.
Malam harinya Sundari berserta Nenek tidur di alaskan tikar dari bambu di temani radio tua untuk hiburan mereka berdua.
Lasmi tiba-tiba merasa mengigil dan demam tinggi Sundari yang melihat hal itu pun panik.
Ia ingin membelikan Neneknya obat namun tidak mempunya uang, Sundari bingung apa yang harus ia lakukan.
Sampai akhirnya terbesit pikiran Ndari pergi keluar rumah meminjam uang kepada bapak Gunawan untuk membeli obat neneknya.
Ndari yang mengompres Neneknya berpamitan keluar rumah.
“Nek, Ndari keluar dulu ya. Mau ke tempat pak Gunawan meminjam uang, kita tidak punya uang lagi, apa lagi untuk membelikan nenek obat,” ucap Ndari.
“Tidak usah Ndari, nanti juga sembuh,” sahut Lasmi.
Ndari menangis mendengar ucapan neneknya.
“Ndari tidak mau nenek kenapa-kenapa, Ndari hanya punya nenek di hidup Ndari,” ucap Ndari menahan air mata yang mengenang di bawah kantung matanya.
Tidak lama kemudian Sundari pergi dari rumahnya meninggalkan Neneknya sendirian menuju rumah pak Gunawan.
Di tengah perjalanan menuju rumah pak Gunawan ada seseorang menggunakan motor yang mengikuti Sundari dari belakang.
Melihat Sundari yang berjalan sendirian seseorang laki-laki itu menghampiri dirinya lalu menepikan motornya.
“Mau ke mana Ndari?” ucap Hendra.
“Ma-mau ke rumah bapak Hendra,” sahut Ndaru yang terkejut.
“Ayo aku antar, sekalian aku pulang?” ujar Hendra.
“Tidak usah, saya jalan kaki saja Mas,” ucap Ndari yang menolak secara halus.
“Ayo aku antar,” paksanya.
Sundari pun akhirnya menaiki motor Hendra.
Di tengah perjalanan Hendra menanyakan kepada Sundari, ke inginan dirinya untuk bertemu dengan Ayahnya.
Hendra adalah anak semata wayang pak Gunawan.
Sundari pun menceritakan semua kepada Hendra. Mendengar cerita Sundari Hendra pun simpatik mengantarkan Ndari membeli obat untuk neneknya lalu setelah itu memberikan Sundari uang untuk dirinya.
Sundari di antar pulang kembali oleh Hendra, di saat perjalanan pulang yang melewati perkebunan teh Hendar membawa Sundari masuk ke perkebunan teh itu.
“Mas Hendra ini mau ke mana, kok kita masuk ke perkebunan teh.
“Sebentar temani aku ke gudang dahulu,” ujar Hendra.
Di dalam perkebunan teh terdapat gudang penyimpanan teh yang sudah di petik yang belum sempat di antar ke pabrik untuk di olah.
Ndari yang sangat polos dan tidak pernah berpikir yang tidak-tidak pun mengiyakan.
Mereka berdua pun pergi menuju gudang, sesampainya di gudang Hendra membuka pintu gudang dan mengajak Ndari untuk masuk menemaninya. Setelah Ndari masuk Hendra menutup pintu gudang kembali lalu menguncinya.
Hendra menatap tubuh Sundari dengan penuh hasrat, mata liatnya itu terus menatap setiap areal sensitif Sundari dengan penuh nafsu. Hendra menyeringai ke arah Sundari hal itu membuat Sundari sedikit bingung.
“Kok di kunci Mas?” tanya Sundari.
Hendra hanya terdiam sembari menelan ludahnya, dia mendekat ke arah Sundari, dengan refleks Sundari mundur namun Hendra terus maju hingga langkah Sundari tertahan oleh dinding gudang.
Tangan Hendra dengan sepat menggerayangi tubuh Sundari dan melepas paksa baju yang dikenakan oleh Sundari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Putri Minwa
Hendra pria bejat ternyata
2023-02-05
0
🖤잘리나💎
upp lagi thor semangat
2023-01-04
1
jenny
langsung meluncur di mari... setelah dapat notif dari NT.
tetap semangat kk author, ditunggu kelanjutannya.
2023-01-04
1