Kehamilan Sundari

Lasmi tidak berpikir hal negatif tentang bercak darah di celana kotor Sundari.

Lasmi mengira bercak darah itu adalah bercak darah datang bulan dari Sundari.

Sundari yang sendirian sedang memetik teh di perkebunan pak Gunawan, pagi itu Hendra yang juga sedang berjalan-jalan menikmati udara pagi di perkebunan teh milik ayahnya.

Hendra yang kali itu secara tidak sengaja melihat Sundari yang sedang memetik teh dengan sendirian tanpa ada neneknya.

Hendra pun menghampiri Sundari. 

“Kamu sendirian Sundari, di mana nenekmu?” tanya Hendra.

Sundari yang terkejut dan takut melihat Hendra di sampingnya.

“Ne-nek di rumah,” ucap Sundari dengan menunduk sembari memegangi bajunya.

Sundari yang teringat akan kejadian malam itu membuat dirinya trauma dan takut kepada Hendra.

Hendra semakin mendekat kepada Sundari dan berbisik kepada dirinya.

“Jangan ceritakan kejadian malam itu kepada siapa pun jika kau dan nenekmu ingin selamat!” ancam Hendra yang berbisik kepada Sundari.

Hendra yang tersenyum lalu meninggalkan Sundari, sementara Sundari tidak berani menatap wajah Hendra, ia hanya menundung dengan memegangi baju yang dikenakannya.

Beberapa jam kemudian mata hari sudah mulai terik, Sundari pun mengakhiri pekerjaannya ia membawa hasil teh yang sudah ia petik ke gudang untuk di timbang.

Di gudang Sundari melihat Hendra yang sedang duduk sembari membagi-bagikan uang gajih para buruh yang sudah 1 minggu.

Sundari mulai mendatangi Hendra untuk menimbang hasil teh yang ia telah petik.

Hendra tidak sendirian, ia di bantu oleh anak buah ayahnya menimbang hasil petikan para buruh.

“30kg, juragan!” ucap salah satu anak buahnya.

Hendra menulis di buku catatan gajih buruh Hendra menotalkan pendapatan Sundari dalam satu minggu.

“Total satu minggu kamu menghasilkan 250 kg di kali 500 rupiah jadi kamu mendapatkan, 125.000, ini uangmu Sundari. Lebih keras bekerja jika kamu mau dapat gajih yang banyak seperti buruh yang lain dalam sehari mereka bisa menghasilkan di atas 50kg!” ucap Hendra yang memerahi Sundari.

“I-iya,” ucap Sundari sambil mengambil uang yang di berikan Hendra.

Sundari pun pergi meninggalkan Hendra ke kembali pulang ke rumahnya.

Sundari berjalan meninggalkan perkebunan teh, di tengah perjalanan Sundari di saat ia melewati sebuah warung, pemilik warung itu memanggil dirinya.

“Eh Sundari, bayar utang-utangmu yang sudah menumpuk itu! kamu kan hari ini menerima gajih!” ucap Bu Tinah pemilik warung.

“I-iya Bu, ini Sundari mau bayar setengah saja dulu, berapa utang Sundari Bu?” tanya Sundari.

“800 ribu hutangmu Sundari!”

“Ndari bayar 400 dulu ya Bu, uang Ndaru tidak cukup,” ucap Sundari dengan lembut.

Sundari mengambil uang di kantongnya yang di berikan oleh Hendra beserta uang gajihnya.

“Kalau gini terus kapan lunas utang mu Sundari!”

“Ndari pasti akan lunasin utang Ndari sama ibu tapi uang Ndari tidak cukup, Ndari boleh hutang lagi Bu, beras di rumah sudah habis nanti pasti akan Ndari bayar dengan hutang-hutang Ndari,” ucap Sundari yang memohon.

“Dari mohon Bu, Ndari tidak punya uang lagi nenek lagi sakit. Beras di rumah habis, Ndari hanya hutang beras saja jika ibu mau,” sambung Sundari kembali.

Tinah yang mempunya belas kasihan kepada Sundari pun mengiyakannya.

“Ya Sudah, nanti bayar hutang-hutang mu lagi, awas tidak bayar!” tegur Tinah.

“Iya Bu, Ndari pasti bayar terima kasih Bu,” ucap Sundari dengan tersenyum bahagia.  

“Ini berasnya 5 kg,” ucap Bu Tinah.

“Terima kasih Bu,” sahut Sundari mengambil beras dari ibu Tinah lalu meninggalkannya kembali ke rumah.

Sesampainya di rumah, Lasmi menegur Sundari.

“Ndari, kamu dapat beras dari mana?” tanya Lasmi.

“Di warung ibu Tinah, Nek.”

“Apa ibu tidak marah, jika kamu mengutang kembali.”

“Tidak Nek, ibu tidak baik kok mau memberi hutang beras ke pada kita,” sahut Sundari yang berbicara baik tentang Bu Tinah kepada Neneknya.

“Alhamdulillah jika memang seperti itu Ndari,” sahut Lasmi.

 “Ya sudah Sundari, masak dulu ya Nek.”

Sundari pun memasak nasi, dengan lauk seadanya.  Setelah selesai memasak Sundari berserta Lasmi pun menikmati makan siang mereka dengan sangat lahab walau hanya nasi dengan sambal saja itu sudah sangat nikmat untuk mereka.

*** 

Sebulan kemudian di pagi hari di saat Sundari ingin pergi bersama neneknya di ke perkebunan teh milik pak Gunawan, tiba-tiba ia merasakan kepalanya sangat berat dan perutnya mual.

Sundari berlari ke kamar mandi lalu memuntahkan isi perutnya di sana.

Lasmi yang mengetahui hal itu mendatangi Sundari.

“Kamu kenapa Ndari tiba-tiba muntah-muntah?” tanya Lasmi yang tidak curiga kepada Sundari.

Lasmi memijat bahu Sundari agar menghilangkan rasa mual dan sakit kepalanya.

“Mungkin masuk angin saja Nek,” ucap Ndari yang juga tidak tahu apa yang terjadi kepada dirinya.

“Sebaiknya kamu istirahat saja di rumah biar Nenek yang pergi ke perkebunan teh.”

“Jangan Nek! Sundari ikut,” pungkasnya.

Sundari yang tetap bersih keras untuk tetap bekerja pun akhirnya Lasmi mengiyakan. Mereka berdua pergi ke perkebunan teh secara bersama.

Sesampainya di perkebunan Sundari mulai bekerja dengan neneknya untuk memetik teh, awalnya tidak ada hal yang terjadi kepada Sundari.

Sampai beberapa  jam telah berlalu dan matahari mulai naik, secara tiba-tiba Sundari merasa dirinya lemas, matanya berkunang-kunang dan akhirnya Sundari tidak sadarkan diri hingga tubuhnya pun terjatuh ke tanah.

Lasmi yang panik berteriak meminta bantuan, para pekerja pun yang mendengar teriakan Lasmi berlari menghampiri dirinya.

“Ada apa Nek?” ucap salah satu buruh pemetik teh.

“Tolong cucuku, tidak sadarkan diri!” sahut Lasmi yang duduk memegang tubuh Sundari.

Para buruh pemetik teh pun mengangkat Sundari dari perkebunan teh lalu membawa dirinya ke gudang.

“Nek, kami kembali bekerja dulu, pakai ini agar Sundari cepat sadar,” ucap salah satu buruh.

“Terima kasih,” sahut Lasmi mengambil pemberian buruh itu.

Salah satu buruh itu memberikan minyak angin kepada Lasmi untuk menyadarkan Sundari.

Setelah beberapa menit akhirnya Sundari pun telah siuman.

“Kenapa Ndari ada di sini Nek?” 

“Kamu tadi pingsan Ndari, lalu di gotong orang ke gudang ini. Sudah Nenek kasih tahu kamu tidak usah ikut bekerja.” 

“Maafiin Ndari, Nek. Ndari hanya tidak ingin Nenek bekerja sendiri.”

“Ya sudah mari kita pulang biar kamu bisa istirahat di rumah Ndari,” ajak Lasmi.

“Iya Nek,” sahut dari yang terlihat lemas.

Mereka berdua pun pulang ke rumah tanpa menyelesaikan pekerjaan mereka.

Menurut Lasmi kesehatan Sundari lebih penting dari segalanya, karena Lasmi sangat menyayangi Sundari.

  Sesampainya di rumah, Ndari kembali berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan kembali isi perutnya.

Wajahnya pun kini terlihat pucat. Lasmi pun membantu memapah Sundari ke tempat tidur karena Sundari sendiri merasakan tubuhnya kian lemas dan tak bertenaga.

“Sebaiknya kamu beristirahat saja Sundari,” perintah Lasmi.

“Iya Nek.”

Sundari pun mengistirahatkan tubuhnya di tempat tidur yang hanya di alaskan tikar yang terbuat dari bambu.

  

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

Sundari udah hamil kayaknya

2023-02-05

0

jenny

jenny

apakah Hendra mau bertanggungjawab dengan kehamilan Sundari?

2023-01-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!