Kedekatan Rian dengan Sundari

Sundari terus berjalan menyelusuri hutan tidak terasa sudah sampai di rumah Baskoro.

Sesampainya di depan rumah Baskoro sundari mengetuk pintu

“Assalamualaikum, Kek!” Pekik Sundari sembari mengetok pintu. 

Baskoro yang mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya pun menghampiri dan membuka pintu utama.

“Bagaimana Sundari, kenapa lengan tanganmu terluka?” Baskoro terkejut melihat lengan tangan Sundari yang terluka.

“Hendra sudah pergi dari desa itu!” sahut Sundari dengan wajah kesal.

“Bagaimana itu bisa! Sebaiknya kita masuk ke rumah terlebih dahulu,” ajak Baskoro.

Sundari berserta Baskoro masuk ke rumah mereka berjalan ke ruang tamu dan duduk di kursi yang terbuat dari kayu.

Sundari mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Baskoro hingga ia pun menceritakan Rian yang menyerempet dirinya dengan motor hingga Rian yang bertanggung jawab membawanya berobat.

Mendengar cerita Sundari Baskoro pun memberikan pendapat kepadanya.

“Menurut Kakek sebaiknya kau bekerja dulu di kebun teh itu, sambil mencari informasi tentang keberadaan Hendra. Dan Adit butuh nutrisi yang cukup Sundari dari kamu bekerja, kamu bisa memberikan kebutuhan untuk Adit, kakek sudah tua tidak bisa untuk bekerja dengan keras,” ujar Baskoro yang memberi saran.

Sundari terdiam mendengar saran dari Kuncoro ia pun menoleh ke arah Adit yang sedang duduk dengan mainan terbuat dari bambu yang di buatkan oleh Baskoro.

Setelah terdiam sejenak Sundari pun mulai angkat bicara.

“Baiklah kek, Sundari akan mengikuti saran dari kakek,” sahut Sundari.

Setelah itu Sundari mulai mendekati Adit yang sedang fokus bermain, kali ini Adit yang melihat Sundari tersenyum bahagia dia tidak menangis seperti biasanya.

Sundari yang mengetahui hal itu merasa bahagia dan memeluk erat putra kecilnya itu.  

*** 

Di malam harinya Rian yang tengah berada di kamarnya sedang membaringkan tubuhnya di kasurnya selalu teringat akan wajah Sundari gadis yang hampir di tabraknya.

Wajah Sundari selalu terbayang-bayang di pikiran Rian malan itu.

‘Wanita itu begitu cantik, pesona membuatku gelisah,' Rian yang bermonolog.

‘Aku ingin mengenalnya lebih dekat,' sambung Rian kembali.

Hati Rian menjadi resah dan gelisah menunggu waktu pagi sangat lama baginya, Rian sudah tidak sabar ingin bertemu Sundari kembali besok pagi.

‘Kenapa hatiku begitu resah, ingin bertemu dengannya,' batin Rian.

‘Ah ... Sudahlah besok pagi sebelum aku ke pabrik aku ingin ke perkebunan terlebih dahulu untuk bertemu gadis yang bernama Sun itu, Semoga saja besok aku bisa bertemu dengannya,' batin Rian yang gelisah.

Malam mulai semakin larut, Rian pun mulai tertidur di dalam tidurnya dia bermimpi Sundari.

Rian yang bermimpi berada di perkebunan melihat Sundari dari kejauhan sedang memetik teh sendirian.

Rian berjalan mendatangi Sundari. Sesampainya di belakang Sundari, Rian menepuk pundak Sundari.

Sundari pun menoleh ke belakang merasa ada seseorang yang menepuk bahunya.

“Kamu sendirian di sini Mbak Sun?” tanya Rian dalam mimpi.

“Iya Mas, ke sendirian sudah menjadi teman hidupku,” kata Sundari yang penuh makna.

“Bolehkah aku menjadi teman hidupmu, agar kau tidak merasa sendiri lagi?” tanya Rian.

Sundari yang mendengar itu tersenyum misterius, tiba-tiba di belakang Sundari terlihat sesosok kuntilanak dengan wajah penuh darah. Rian yang melihat sesuatu yang sangat menyeramkan di belakang tubuh Sundari sangat terkejut.

Wajah Rian menjadi pucat, mulutnya tidak dapat berbicara Rian ingin berlari meninggalkan Sundari saat itu.

“Ada apa denganmu Mas, apa kamu takut kepadaku Mas. Ha-ha-ha-ha,” ucap Sundari dengan tatapan yang menakutkan sembari tertawa.

Rian yang merasakan keanehan pun berlari, namun saat Rian berlari kuntilanak yang berada di belakang Sundari pun berlari mengejar Rian dengan merangkak.

Sampai akhirnya Rian.

“Tiddaakkkkkk....” teriak Rian yang terbangun dari mimpinya itu.

Nafas yang tidak beraturan serta keringat dingin yang membasahi wajah Rian ketika dirinya terbangun dari mimpi yang sangat menyeramkan baginya.

‘Kenapa aku bermimpi sangat menyeramkan,' bermonolog.

Tiba-tiba saat Rian sedang bermonolog terdengar suara orang yang mengetuk pintu kamarnya.

“Rian! Rian! Apa kamu baik-baik saja Nak?” teriak ibu Rian sembari mengetuk pintu kamar Rian.

“Rian tidak apa-apa Bu, hanya bermimpi buruk saja,” pekik Rian di dalam kamarnya.

“Ya sudah kalau begitu ibu kembali tidur, jangan lupa berdoa sebelum tidur,” ucap ibu Rian yang meninggalkan pintu kamar Rian kembali ke kamarnya.

“Iya Bu,” pekik Rian.

‘Ah ... Sudahlah itu hanya mimpi tidak mungkin gadis secantik Sun di belakangnya terdapat sesosok makhluk yang sangat menyeramkan. Sebaiknya aku kembali tidur dan cepat untuk bertemu dirinya,” gumam Rian.

Rian pun melanjutkan tidurnya mengabaikan petanda mimpi buruknya tentang Sundari.

Keesokan paginya Rian yang terburu ingin pergi dari rumah.

“Tidak sarapan dulu Nak,” tegur Ratih ibu Rian.

“Tidak Bu, Rian sarapan di luar saja,” ucap Rian yang sedang terburu-buru.

“Rian pergi dulu ya Bu, Yah mau ke pabrik,” ucap Rian berpamitan kepada kedua orang tuanya.  

“Iya Nak hati-hati,” sahut Ratih.

Rian pun meninggalkan mereka berdua di meja makan keluar rumahnya untuk pergi ke perkebunan sebentar.

Rian yang telah pergi dengan menggunakan motor besarnya menuju perkebunan.

Sementara ibu dan Ayahnya sedang menikmati sarapan paginya meja makan sembari berbincang santai.

“Rian sepertimu Mas, bekerja dan bekerja hingga umurnya cukup matang belum ada yang calon yang Rian kenalkan kepada kita,” ucap Ratih sembari menyantap roti.

“Sudahlah biarkanlah saja dia, nanti juga akan ada seseorang wanita yang dapat menaklukkan hatinya,” sahut Rehan secara santai.

“Aku hanya kasihan kepadanya Mas, seharusnya sudah ada wanita yang mengurusnya dan aku juga rindu akan tangisan anak bayi di rumah ini agar tidak sepi,” kata Ratih.

“Sudahlah Bu jangan terlalu di pikirkan, Rian kan laki-laki dia dapat mengurus dirinya sendiri lagu pula Rian sudah dewasa dia tahu mana yang terbaik untuk dirinya,” ujar Rehan yang mencoba menenangkan kegunaan istrinya.

Sementara di sisi lain Rian yang telah tiba di perkebunan memarkirkan motor besarnya.

Rian mencari gadis yang baru dia kenal kemarin.

Setelah beberapa menit mencari akhirnya Rian bertemu dengan Sundari.

Dari kejauhan Rian menghampiri Sundari yang sedang bekerja memetik teh dengan menggunakan topi yang terbuat dari anyaman bambu.

“Akhirnya kita bertemu lagi di sini,” ucap Rian yang menegur Sundari.

“Iya Mas,” sahut Sundari dengan singkat sembari tersenyum ke arah Rian.

“Apa aku boleh bertanya Mbak Sun?” 

“Iya, boleh”

“Apa kamu mempunya keluarga di desa ini?” 

“Ada dua orang yang aku sangat sayangi, tinggal agak jauh dari desa ini,” ucap Sundari yang enggan memberitahukan kepada Rian.

Mendengar ucapan Sundari hati Rian agak sedikit cemas.

“Apakah itu adalah suami dan anakmu?” tanya Rian dengan jantung berdetak kencang.

“Bukan suami! Suamiku sudah mati, melainkan anak dan orang tuaku,” ujar Sundari yang menegaskan Rian.

“Maaf, Mbak Sun aku tidak bermaksud membuat kamu sedih?” ucap Rian merasa bersalah.

“Tidak apa-apa,” sahut Sundari sembari tersenyum.

Rian mulai ingin mengenal Sundari lebih dekat, Rian merasa Sundari adalah wanita yang pas di hatinya.

Tunggu kisah selanjutnya ya

Dukungan seikhlasnya ya gaes terima kasih  

 

   

Terpopuler

Comments

Putri Minwa

Putri Minwa

semangat ya Thor menulisnya.

2023-02-08

1

Yuli

Yuli

beeehhhh alamat Rian jadi tumbal mangkujiwo Thor 🤣🤣🤣

2023-01-13

2

jenny

jenny

iya thor, tetap semangat.

jangan buat Rian sedih ya thor, tapi buatlah Rian menjadi orang yang akan mengembalikan Sundari seperti dulu.

2023-01-13

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!