Bab 18

Naura menatap sengit seraya melipat kedua tangan di depan dadanya, memperhatikan intens seorang wanita paruh baya yang tadi memeluknya erat. Dia tidak ingat kapan terakhir kali merasakan pelukan itu yang jelas dia tidak ingin melakukannya lagi. Seorang wanita paruh baya yang berjarak dua meter darinya, wajah yang sama namun penampilan sedikit berubah saat terakhir kali bertemu. 

Orang akan menganggapnya sombong dengan bersikap keras kepala, tapi dia hanya acuh saat rasa sakit lebih besar bersemayam di dalam hatinya. Seorang wanita yang mengabaikannya, bahkan tidak akan peduli saat dirinya sakit dan butuh seorang ibu menjaganya juga merawatnya. 

Tatapan dua pasang bola mata semakin dalam sama-sama tak ingin mengalah, Lita yang melihat semua itu dengan menjadi penengah di antara ibu dan anak. Dia tahu benar bagaimana hubungan Naura dan wanita paruh baya yang duduk di sebelahnya, ikatan yang melonggar apakah masih ada ikatan batin ibu dan anak? Entahlah, hubungan sahabatnya sangatlah rumit seperti benang kusut, butuh waktu untuk memperbaikinya. 

"Kenapa kau tiba-tiba disini dan mencariku? Aku pikir kau lupa sudah mempunyai anak." Tentu saja kalimat itu sebuah sindiran yang keluar dari mulut Naura, nada yang sarkatik penuh dengan bisa yang menyakiti hati lawan bicaranya. 

"Kau berhak marah karena Ibu mengabaikanmu selama ini, tapi ketahuilah alasan di balik semua itu." 

Naura menyunggingkan senyuman penuh kemirisan terjadi padanya, dimana hubungan yang renggang akan di perbaiki tapi jelas tak akan sama lagi. "Alasan? Apakah seseorang mengabaikan anaknya dengan sebuah alasan?"

"Ibu tahu akan sulit bagimu menerima apa yang selama ini terjadi, tapi ketahuilah bahwa Ibu setiap saat merindukanmu." Ucap wanita paruh baya itu seraya berdiri dari duduknya, berlalu pergi dengan guratan kesedihan. Sebuah kesalahan terjadi karena dirinya mengabaikan Naura, hingga dirinya sekarang benar-benar kehilangan anaknya. 

Naura menatap punggung wanita itu yang menghilang di balik pintu, memutar bola mata seraya melirik tajam ke arah Lita yang mempermainkan dirinya. "Aku keluar dari Mansion seperti mencuri, aku pikir apa ternyata kau mempertemukanku dengan wanita itu."

"Huss, kau tidak boleh berkata seperti itu, walau bagaimanapun dia tetaplah ibu yang melahirkanmu. Selagi masih ada segera berbaktilah padanya atau kau di cap sebagai anak durhaka." 

Naura menghela nafas jengah. "Apa neraka itu hanya tersedia untuk seorang anak pembangkang sepertiku? Aku rasa seorang ibu juga ada yang durhaka, begitu banyak kejadian di dunia ini. Ya, seperti contoh sang ibu mengkhianati anaknya sendiri dan aku termasuk salah satunya walau masuk dalam konteks yang berbeda." Jelasnya tak ingin mengalah. 

"Hah, terserah kau sajalah. Tapi jangan menyesal dengan sikapmu ini, kau begitu sombong dan juga berhati batu." 

"Kau akan memahami jika benar-benar berada di posisiku." Naura juga beranjak dari tempat itu dan pergi ke suatu tempat untuk menenangkan dirinya, bagaimanapun dia belum bisa menerima masa lalunya yang di abaikan oleh ibu kandungnya sendiri. 

Lita menggeleng pelan melihat sikap keras kepala dari sahabatnya itu, walau sudah berulang kali hendak menasehatinya. 

Menghirup oksigen sedalam mungkin dan mengeluarkannya secara perlahan, merasakan ikan-ikan kecil menggigit kulitnya yang terasa geli. Sentuhan yang masih terasa dan terekam di otak bagaimana sang ibu memeluknya sangat erat, tidak bisa di pungkiri jika hati kecilnya menginginkan waktu berhenti berdetak, namun ego yang masih menguasainya tetap melumpuhkan keinginan dari hati kecilnya menjadi serpihan tak bersisa. 

Naura membenci wanita itu, tidak pernah meluangkan waktu untuknya di saat membutuhkan, selalu saja sibuk dan sibuk. Yang paling menjengkelkan baginya ialah tidak pernah melihat wajah asli dari ayahnya, pernah sekali dia menemukan sebuah foto usang dan dia sangat yakin itu adalah foto ayahnya. Tapi, wanita itu datang di saat yang tidak tepat dengan merebut secara paksa dan membakarnya tepat di hadapan mata. 

Marah? Tentu saja dia marah karena semasa kecil di cap sebagai anak haram yang tidak memiliki ayah, hari-hari selalu di tekan dan hampir membuatnya frustasi. Puncak dimana dirinya muak dengan sikap sang ibu yang begitu menuntut dan bahkan mengatur penampilan yang sangat tidak nyaman itu. 

Dia merasa ibunya sangatlah gila, pernah dirinya kabur dari rumah namun sang ibu mengancamnya dengan kematian. Naura dengan terpaksa pulang, takut sang ibu melakukan hal nekad dengan membunuh diri. Pernah dirinya mencoba membawa ke psikiater memeriksa kondisi kejiwaan sang ibu yang sebenarnya terguncang, lagi dan lagi dirinya mendapatkan ancaman itu lagi. 

Di saat hubungan mereka mulai membaik dan dirinya terbiasa hidup dari tekanan ibunya, tapi sayang…ibunya memilih menjauh dan memprioritaskan pekerjaan. 

"Aku hanya ingin hidup dengan caraku sendiri, setelah merasa terbebas dari masa lalu dia malah muncul." Monolog Naura yang kesal. 

Tak sadar Naura meninggalkan Mansion sangat lama, dia tidak menyangka akan waktu jika berada di kolam ikan yang menjadi hiburan di kala sedih. Segera mengeluarkan ponsel dari saku dan melihat begitu banyak panggilan masuk yang beruntun berjarak waktu yang sangat dekat, bahkan puluhan pesan singkat juga memenuhi layar dari benda pipih itu. 

"Ya Tuhan…sepertinya hidupku tidak akan damai lagi sekarang." Naura beranjak dan buru-buru kembali ke Mansion, saat dirinya di anggap sebagai pembuat onar. Sangat mengerti bagaimana situasi dan kondisi di Mansion yang huru-hara mencari keberadaannya, dan menjadi penyebabnya adalah sang suami kontraknya. 

Naura menghentikan langkah saat semua orang memperhatikannya, menangkap sosok yang berjalan ke arahnya dengan raut wajah penuh amarah. "Mati aku," dia mengumpat dirinya sendiri, kemarah Arya selalu saja lepas kendali dan akan berakhir buruk seperti yabg sudah-sudah. 

Namun dia sangat terkejut saat pria itu tidak memarahinya tapi malah memeluknya dengan sangat erat, dia heran dan penasaran namun menepis semua itu kala mereka harus berakting di hadapan semua orang. 

Dengan berani Naura mengusap pelan punggung pria itu dan menepuknya untuk menenangkan. "Maaf, aku pergi tanpa memberitahukan mu dulu."

"Kau kemana saja?" tanyanya melepaskan pelukan erat itu sebentar dan menyapu wajah wanita di depannya. 

"Aku pergi ke rumah Lita, ada sedikit urusan disana." Jawab Naura seraya tersenyum manis, apalagi melihat Amar dan Lili juga berada di sana yang berlalu pergi. Satu persatu semua orang meninggalkan temoat itu setelah Arya membuat kegaduhan yang cukup besar di Mansion tanpa di ketahui olehnya. "Mereka sudah pergi, berhentilah berakting." Bisiknya.

"Dasar wanita nakal." Arya melepaskan pelukan itu dan berakhir menjitak kepala istrinya, dia kehilangan hampir setengah mati mencari di semua Mansion dan Naura masih berpikir jika itu adalah sebuah akting? Oh ayolah, apakah itu karena sang istri memiliki wajah yang sama dengan wanita dari masa lalunya atau benih-benih cinta?

Terpopuler

Comments

Kar Genjreng

Kar Genjreng

benih cinta keliatannya...Arya mulai jatuh cinta dengan Maura 😔😔...ayo resmikan saja atau di sahkan jadi bukan lontrak tapi resmi

tidak apa apa to.. hemmmmm 🤭🤭

2023-01-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!