Kembalinya dari ruangan sang kakek, mereka masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah berserakan. Naura menghela nafas dan berjalan menuju ranjang untuk berbaring dan beristirahat, baru saja memejamkan kedua matanya, dia di kejutkan dengan tangan yang melingkar di pinggang rampingnya.
"Kau mau apa?" sontak Naura menjatuhkan tangan itu dengan kasar, menatap sang pelaku dengan tatapan tak suka.
"Ini hal yang wajar dilakukan."
"Ingat! Ini hanya kesepakatan dalam pernikahan, jangan mencoba mengambil keuntungan dariku." Geram Naura menunjuk wajah suaminya dengan angkuh.
Arya tersenyum tipis melihat keberanian wanita itu, melenggang pergi dan memutuskan tidur di sofa.
Keesokan harinya, keduanya bersiap-siap menuju Mansion dan disambut dengan baik. Beno tak peduli bagaimana tanggapan dan rasa kecewa pada cucu tertuanya, beruntung dirinya tidak mengalami serangan jantung mendadak.
"Akhirnya kalian sampai juga." Sambut Beno dengan ramah.
"Sesuai dengan perkataan Kakek." Balas Arya memeluk pria tua di hadapannya dan bergantian dengan Naura.
Beberapa pelayan mengambil koper mereka dan meletakkannya di kamar, Beno mengajak keduanya untuk beristirahat terlebih dahulu setelah melihat raut wajah lelah mereka dan berpikir karena malam pertama.
"Sebaiknya kalian beristirahat saja dulu, pelayan sudah menyiapkan kamar!"
"Baik Kek." Arya berjalan lebih dulu, dirinya semalam tak bisa tidur akibat bekerja. Sedangkan Naura juga ikut terjaga takut suaminya mengambil kesempatan itu.
Beno tertawa melihat cucu dan cucu menantu yang mulai berjalan menjauh darinya, rasa amarah akibat tabiat buruk Amar terobati dengan pernikahan Arya yang rela menjadi pria pengganti.
"Semoga pernikahan mereka langgeng." Lirihnya yang segera meninggalkan tempat itu, setelah memerintah salah seorang pelayan untuk memanggil Arya dan Naura saat jam makan siang.
Naura melihat lemari yang penuh dengan pakaian milik suaminya dan merasa kesal, karena dirinya juga membutuhkan lemari kosong. Berdecak kesal seraya berbalik badan, menatap seorang pria yang langsung memainkan laptop setelah sampai di dalam kamar.
"Apa tidak ada lemari kosong? Mau taruh di mana semua pakaianku?"
"Cari saja tempat yang kosong," sahut Arya dengan santai tanpa mengalihkan perhatian pada laptopnya.
"Tidak ada tempat yang kosong disini!" keluh Naura.
Arya segera beranjak dari duduknya dan melepaskan kacamata yang bertengger, meletakkannya di atas meja kerja menghampiri istrinya. Dia mengosongkan sebagian lemari san memindahkan pakaiannya, menyelesaikan masalah dengan cepat.
"Apa ada masalah lagi? Aku ingin bekerja dan jangan ganggu aku!" tutur Arya yang kembali berjalan ke meja kerjanya, menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.
"Tidak dan terima kasih."
Setelah menyusun semua pakaian, Naura masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Fokus Arya pecah saat melihat kaki mulus dan terlihat seksi saat wanita yang baru menjadi istrinya keluar dari kamar mandi, handuk putih yang melilit tubuh membuatnya menelan saliva.
"Tidak Arya, fokus dan selesaikan pekerjaanmu dengan cepat." Batinnya yang segera mengalihkan perhatian, walau sesekali mencuri pandang.
Naura menengok ke arah Arya, berharap kalau pria itu tidak mengintipnya tengah mengganti pakaian. Secepat mungkin mengenakan pakaian yang sedikit agak tomboy, setelan lama yang sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa diubah.
"Kakek meminta kita untuk makan siang bersama."
"Hem, baiklah." Sahut Naura yang menguncir rambutnya, merasa nyaman dengan penampilan apa adanya.
Arya melihat melihat penampilan istrinya, tidak menyangka akan kembali seperti sebelumnya. "Ubahlah gayamu dalam berpakaian, setidaknya kenakan gaun diatas lutut berwarna pastel karena kamu terlihat cocok memakainya."
"Ck, jangan mengatur cara berpakaianku."
"Hah, kau seperti preman yang sedang tawuran saja."
"Inilah ciri khasku, apa ada masalah denganmu? Urus saja dirimu sendiri."
Arya menatap kepergian Naura sampai menghilang di balik pintu, menyunggingkan senyuman dan kembali bekerja yang sebentar lagi akan selesai.
Naura memutuskan untuk berkeliling di Mansion Wijaya, tertarik dengan dekorasi dan infrastruktur bangunan mewah itu yang cukup unik.
"Wah, ternyata Mansion ini besar juga. Tidak akan selesai sehari kalau hanya berkeliling, setiap ruangan yang sepertinya menyimpan cerita." Lirih Naura seraya menyusuri pandangan.
Hingga dia berhenti tepat di sebuah ruangan yang jauh dari ruangan lainnya, sangat penasaran dan ingin melihat apa yang ada di dalamnya.
"Eh, mengapa pintunya di kunci? Apa yang ada di dalam?" Batinnya yang mencoba menghilangkan rasa penasaran dengan membuka pintu yang terlihat berdebu, karena tak seorangpun yang berani membukanya.
"Kau sedang apa?" ucap seseorang menghentikan niat wanita itu dan berjalan menghampiri.
"Tidak." Elak Naura.
"Jangan sesekali kau membuka pintu ini, kakek sudah menunggu kita."
Naura merasa ada yang aneh dengan Arya, menyembunyikan sesuatu darinya semakin membuat jiwa penasarannya meronta-ronta. Kembali melirik pintu berdebu dari kejauhan karena dirinya terus saja mengikuti langkah kaki sang suami.
"Ada apa di dalam ruangan yang pintunya berdebu itu?"
"Hanya gudang."
"Kenapa tidak ada yang membersihkannya? Sangat berdebu sekali."
"Bukan hal yang penting, sebaiknya kau kubur keinginan mengetahui gudang itu."
"Tapi, mengapa?" Naura berusaha menyamakan langkahnya dengan sang suami, namun berhenti tanpa rem menabrak punggung Arya.
"Bisakah kau tidak bertanya?"
"Ya, baiklah. Kenapa kau marah-marah padaku," lirih Naura yang melupakan mengenai ruangan yang disebut sebagai gudang.
Beno tersenyum saat melihat dua orang yang berjalan menuju ke arahnya, mempersilahkan keduanya untuk menikmati makan siang bersama.
"Sepertinya sangat seru, apa aku boleh bergabung?"
Ucapan seseorang menghentikan aktivitas mereka yang langsung menoleh ke asal suara, melihat seorang pria tampan yang datang bersama dengan wanita cantik berpakaian seksi.
Arya mengepalkan kedua tangan saat melihat kedatangan Amar yang berani membawa Lili masuk ke dalam Mansion.
"Berani sekali kau membawa wanita itu ke Mansion!" tegas Beno dengan tatapan marah.
"Memangnya kenapa? Sia kekasihku dan aku berhak membawa siapapun kesini."
Naura melihat suasana tegang dan segera menghentikan suapan nya, menenangkan Arya yang hendak mengeluarkan emosi.
"Ayo Sayang, duduklah disini!" Amar menari kursi untuk Lili dan keduanya tak menghiraukan tatapan tiga pasang mata menyorot mereka.
"Terima kasih." Balas Lili yang tersenyum menggoda, dengan sengaja memperlihatkan kemesraan mereka.
Beno meletakkan sendok dan garpu dengan kasar, berniat untuk mengusir Lili karena wanita itu bukanlah anggota keluarga Wijaya.
"Sebaiknya kau mengusir wanita itu."
"Dia kekasihku, mengusirnya sama saja Kakek mengusir ku, dan mulai sekarang Lili akan tinggal di Mansion." Putus Amar mutlak yang tak bisa diganggu gugat, sementara semua orang sangat terkejut mendengarnya.
"Aku masih hidup, kau tidak bisa memutuskan apapun selain aku." Sergah Beno tak setuju.
"Tapi Kakek harus setuju kalau ingin aku tinggal di Mansion ini." Keukeuh Amar membuat Lili tersenyum puas, berhasil masuk kediaman Atmajaya dan bisa melancarkan aksinya.
"Dasar cucu kurang ajar!" Beno menggebrak meja membuat orang tersentak kaget, Amar yang tak peduli menyeret tangan Lili masuk ke dalam kamarnya.
"Oho, jadi Amar memainkan sebuah permainan?" batin Arya yang mengerti tujuan dari kakak tirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
pipi gemoy
oh pantas nga akur dari awal beda ibu ternyata
2023-02-04
0
✨Nana✨
pasangan bejat mulai beraksi🤭🤭yoookkk arya sm naura balas mrk dg elegan yakkk
2023-01-17
1
Kar Genjreng
ooo Kaka tiri Amar... berarti satu Ayah'lain Ibu kah dengan Arya...wahhh perang batin nih buat Naura...jahat keduanya antara liliput dan amar 😮😮😮😮🤫🤫🤫🥺sudah bisa di tebak oleh Arya...licil pasangan mesuumm..
2023-01-16
2