Di tengah malam Naura terbangun dari tidurnya, merasa harus yang menggerogoti tenggorokan kering.
Melihat teko yang kosong tanpa berpikir panjang langsung beringsut dari ranjang yang berukuran jumbo.
Naura berjalan menuju dapur, tak sengaja melihat celah di kamar yang bersebelahan dengannya. Suara kenikmatan yang sangat dikenal olehnya, begitu kental terdengar membuat bulu kuduknya merinding. Tidak perlu melihatnya lagi, pasti dua orang yang tengah memadu kasih seperti biasanya.
"Tidak tahu malu." Umpatnya pelan, dirinya sangat kesal saat rasa cemburu yang menyelimuti. Dia bergegas pergi ke dapur dengan membawa teko kaca di tangan, tanpa menoleh ke belakang.
Sama seperti halnya dia tidak ingin melihat masalah yang sudah di lewati, begitu berat rintangan memaksanya bersikap tegar dan melatih mental ketahanan hati.
"Oh ****." Umpatnya yang ketumpahan air saat mengisi, mengibasi kimono tipis yang basah dan mencetak pakaian dalamnya. Naura meletakkan teko ke atas meja, berharap bajunya cepat kering.
Kimono tidur yang di pakai menerawang serta mencetak jelas, membuat seseorang meneguk saliva dengan susah payah. Seorang pria normal mulai membayangkan hal intim, menjelajah ingin merasakan hasrat yang tersalurkan.
Naura yang sibuk mengeringkan kimono tidur sangat terkejut merasakan pinggangnya yang ramping di peluk dari belakang, tanpa menoleh dia sudah tahu siapa sang pelaku. Segera mempertahankan harga diri dengan menyikut perut pria di belakangnya, tanpa menghiraukan ringisan yang malah membuatnya begitu puas.
"Berani sekali kau memelukku!" geram Naura berbalik badan, menunjuk wajah pria itu dan tatapan sarkas yang menusuk.
"Ayolah, kita sudah terbiasa melakukannya." Pria itu berjalan mendekat bermaksud untuk memeluknya kembali, tanpa di duga jika dirinya mendapatkan reward berupa tendangan di bagian tulang kering. Sungguh amat menyakitkan, namun dia berusaha menahan rasa sakit dengan bersikap cool.
"Aku sudah memperingatkanmu tapi kau tidak ingin dengar, maka terima saja akibatnya." Tekan Naura mengancam.
Batas kesabaran Amar kian mengikis, penolakan dan penindasan bagaikan sebuah penghinaan besar baginya. Tidak peduli pada apapun di saat ego menguasai dirinya, langsung mengunci pergerakan dari wanita itu dan menatapnya tajam penuh amarah. "Berani sekali kau menolakku, kau hanyalah wanita rendahan."
Naura mendorong dada pria itu dalam kekuatan penuh, dirinya membalas tatapan sengit. "Kaulah yang murahan, pria macam apa kau ini? Aku baru saja mendengarmu memadu kasih dengan Lili, dan apa yang kau inginkan sekarang?" tekannya bersikap tegas.
"Sudah cukup aku bersabar kali ini, kau harus melayaniku!" Amar memaksakan kehendaknya dengan memperk*osa adik iparnya sendiri, penampilan Naura yang menggoda membuat jiwa laki-laki menggelora bangkit dan ingin merasakan kenikmatan dari wanita itu.
"Kau sudah gila, Amar." Naura terus memberontak, perlakuan yang memaksa sangat membebani dirinya.
"Ya, aku gila karenamu. Tunjukkan pesonamu, Baby." Bisik Amar yang gelap mata, menggendong tubuh wanita dalam dekapannya dan mendudukkannya di atas meja. Perlahan dia membuka pembungkus yang menutupi lubang kenikmatan, tersenyum seraya melancarkan aksi.
Bugh
Belum sempat keinginan Amar terpenuhi, lebih dulu dirinya di tendang dengan sangat keras menghantam kulkas yang berukuran jumbo. Dia melihat siapa yang menghalanginya, tatapan kebencian dan penuh amarah saat melihat adik tirinya.
"Dasar bajingan kaparat." Arya sangat marah terlihat dari sepasang matanya yang memerah, rahang mengeras dan kedua kepalan tangan menggenggam dengan sangat erat. Berlari menghampiri seraya melayangkan pukulan dengan sangat kuat mem bogem mentah wajah tampan Amar hingga babak belur.
"Hentikan! Jangan melukai kekasihku." Pekik Lili yang berlari, menatap Arya tajam tidak terima perlakuan buruk pada kekasihnya.
"Dia pantas menerimanya, aku tidak akan tinggal diam di saat istriku hampir di perk*sa oleh bajingan itu." Arya langsung menarik tangan Naura untuk menjauh, membawanya kembali masuk ke dalam kamar.
"Sial, sia-sia aku membelamu." Lili juga ikutan kesal dan memilih meninggalkan Amar seorang diri di dapur. "Dasar casanova sialan, tidak cukup hanya satu lubang saja." Umpat nya kesal.
"Argh, padahal tinggal sedikit lagi." Amar melayangkan pukulan ke udara, kesempatan emas yang lewat begitu saja.
Kesal karena tangannya di tarik oleh pria yang berstatus sebagai suaminya itu, membawanya masuk ke dalam kamar dan mendorong tubuhnya ke atas ranjang. "Apa yang kau lakukan?" gugup yang mendera perlahan tubuh bergerak mundur menjauh bagai magnet yang saling bertolak belakang.
"Melakukan hal yang seharusnya terjadi pada suami istri." Arya sangat marah dan emosi melihat Amar yang berusaha untuk memperk*sa istrinya, tidak terima dengan sifat casanova dari kakaknya itu.
"Mundur atau aku akan menancapkan pena ini di dadamu." Naura sangat gugup dan juga takut melihat Arya yang tidak terkendali, berharap ancaman recehnya menakuti pria itu agar selamat dari perbuatan yang seharusnya tidak terjadi karena janji pranikah.
Arya tersenyum remeh dan mengambil pena dari tangan Naura begitu mudahnya, langsung menerkamnya bagai hewan liar nan buas. Posisi yang menindih wanita itu, menguncinya tanpa memberikan celah.
Naura yang terus memberontak namun tidak didengar oleh pria itu yang bergelimangan rasa amarah dan juga gelora hasrat. Tak terasa kedua mata sayu itu meneteskan air mata, lolos begitu saja melewati kedua pipi putih nan mulus.
Arya terdiam beberapa saat, erangan dan berdiri melepaskan mangsa. Mengusap wajahnya kasar saat hasrat dan rasa amarah bercampur menjadi satu. Bulir bening itu berhasil membuatnya sadar telah menakut-nakuti Naura.
"Maaf, aku tidak sadar melakukannya." Haru Arya melembut dan mendekati Naura, berusaha untuk mendapatkan permintaan maaf.
"Kau dan Amar sama-sama bajingan dan juga brengsek." Naura beranjak dari ranjang mengambil bantal dan juga selimut, pergi ke balkon dan memilih untuk tidur di sofa tanpa memikirkan cuaca yang tidak mendukung.
"Kau tidur di ranjang, sebentar lagi mau hujan. Aku akan pergi ke kamar tamu saja." Kali ini Arya mengalah dan merasa bersalah, memutuskan untuk tidur di kamar tamu yang hanya berjarak beberapa ruangan saja.
Seketika itu pula Naura menghentikan langkah kakinya, menyeka air mata dan kembali ke ranjang meletakkan bantal dan juga selimut tebal. Melihat kepergian Arya yang menghilang di balik pintu dan akhirnya bernafas lega.
"Syukurlah pria itu sudah pergi, aku tidak tahu apa jadinya dengan nasibku yang malang ini." Lirih Naura yang merasakan trauma sementara dan memutuskan untuk mengunci pintu agar kedua pria itu tidak lagi menggertak dirinya dan melecehkannya.
Arya mengacak-acak rambutnya dengan kasar, dia tidak mengerti mengapa sampai melakukan hal itu kepada Naura. "Astaga…apa yang aku lakukan." Geramnya, semua itu berada di luar kendalinya. Bersyukur jika air mata wanita itu menyelamatkannya agar tidak bersikap semena-mena pada istri kontraknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Naura itu harusnya bisa bersikap lebih manis ke arya suami sahnya. jgn sok jual mahal gitulah . gak asik jd ceritanya
2023-02-09
2
Kar Genjreng
ya Naura juga jangan...meleng ada dua singa 🦁🦁 siap menerkam...harus waspada 😮😮..dan bingung coment apa ok 👍👍
2023-01-19
1
✨Nana✨
hampir saja arya khilaf. Si amar emang ya bener2 b*j**gan,,,untung ada arya yg nyelametin naura
2023-01-17
1