Bab 11

Lili yang tidak tahan dengan rasa sakit di perutnya memutuskan untuk pergi ke dokter dan meninggalkan pemotretan pentingnya demi mendapatkan sebuah kenyamanan. Dirinya sangat tersiksa dan kekurangan cairan akibat memakan masakan yang di buat Naura, selalu bolak-balik ke toilet. 

Setelah nyaman meminum obat yang diresepkan dokter, Lili hendak melabrak Naura telah mengerjainya. Berjalan dengan tergesa-gesa dan masuk ke dalam butik, tidak peduli beberapa orang berusaha untuk mencegatnya. 

"Aku tahu kau berada di sini, keluar kau! Dasar bedebah sialan!" pekik Lili yang di sertai umpatan dan kata kotor yang lolos keliar dari mulutnya. 

Lili menatap tajam saat dirinya menerobos masuk ke ruang kerja Naura, menggebrak meja dengan sangat kuat membuat orang lain terkejut senam jantung. 

Dengan elegan dan tetap santai, Naura menatap kedatangan mantan sahabat sekaligus perebut mantan calon suaminya. Membalas tatapan tanpa takut akan ancaman dari wanita yang ada di hadapannya. "Selamat datang di butik ini, ada yang bisa di bantu?" tanyanya elegan dan berpura-pura polos. 

"Cukup, hentikan drama mu ini! Kau pasti tahu mengapa aku datang kesini." Ucap Lili tegas, tatapannya tak pernah lepas dari sasaran yang ada di hadapannya, bagaimana dia kehilangan wajah di hadapan para kru yang bertugas di sesi pemotretannya. 

"Aku tidak tahu." 

Brak

Lili kembali menggebrak meja dengan kuat, sedangkan Naura tersenyum saat mengetahui jika tangan dari mantan sahabatnya itu merasakan sakit. "Sebelum menggebrak meja, sebaiknya kau lapisi dulu tanganmu." 

"Persetan dengan itu, kau 'kan yang mengerjaiku." Tekan Lili mendesak. 

"Siapa lagi jika bukan aku." 

"Berani kau!" geram Lili yang melayangkan tangan hendak menampar wanita di depannya. Tapi sebelum mendarat di pipi mulus, Naura lebih dulu mencegal nya dengan tangan. 

"Sudah cukup selama ini kau membodohiku di balik wajahmu nan terlihat lugu itu, aku bahkan sudah muak melihatnya. Ya, aku melakukan semua itu dan bagaimana rasanya? Apa kau menyukai hadiah dariku?" Naura tersenyum tipis saat aksi dan rencananya tepat pada sasaran. 

"Lepaskan tanganku." Lili berusaha melepaskan cengkraman tangannya, dan tak sengaja memukul dirinya sendiri saat sekuat tenaga menarik. "Auh," ringisnya membuat suasana tegang menjadi humor bagi Naura sekaligus hiburan di kala terhimpit pekerjaan padat. 

"Kau terlalu bersemangat sekali." Tutur Naura terkekeh geli. 

"Aku akan membalasmu mengenai penghinaan ini." Ancam Lili menunjuk wajah sang musuh. 

"Aku akan menunggu hari itu tiba." Naura melambaikan tangan melihat kepergian wanita yang membuat keonaran di butik, menghela nafas dan kembali melanjutkan pekerjaannya. 

Lili mengumpat sepanjang perjalanan, tidak terima jika di kalahkan oleh mantan sahabat yang paling dia benci. "Kau tidak akan lolos dari rencanaku, Naura. Hitung mundur dari sekarang, tik…tok, tik." Gumamnya kembali tersenyum licik.

Lita masuk ke dalam ruangan dengan tergesa-gesa menghampiri sahabatnya itu. "Apa kau baik-baik saja? Apa mak Lampir itu melukaimu?" desaknya. 

"Dia tidak akan berani melukaiku." 

"Hah, syukurlah. Aku sampai takut tadi, baru saja aku meninggalkanmu sebentar saja, sepertinya masalah selalu menghampiri mu setiap saat." Lita menarik kursi dan duduk di hadapan sahabatnya, berlari membuat tenaganya terkuras. 

"Nah, minumlah." Naura mengulurkan segelas air mineral yang tak berada jauh dari jangkauannya. 

"Terima kasih." Lita langsung meneguknya hingga gelas itu kosong dan kembali menyerahkannya. 

"Hem, apa sudah baikan sekarang?" 

"Sudah." 

"Bagus. Sekarang kau boleh pergi dan selesaikan tugasmu, aku juga ingin menyelesaikannya dengan cepat." Titah Naura tanpa menoleh karena perhatiannya tertuju pada kertas yang berisi desain.

"Kau mengusirku?" Lita bertolak pinggang seraya menggembungkan kedua pipinya persis seperti ikan buntal. 

"Tidak perlu mencari perhatian." 

"Ck, sangat menyebalkan." Umpat Lita sewot seraya berlalu pergi, baru saja beberapa langkah kembali terdengar suara sang sahabat memanggilnya. Dia begitu bersemangat dan menoleh, memuji di dalam hati bagaimana sikap Naura yang tidak jadi mengusirnya. "Iya, kau tidak jadi mengusirku?" tanyanya dengan penuh harap. 

"Jangan lupa tutup pintunya kembali." 

Perlahan senyum memudah di wajah Lita yang langsung berubat cemberut juga kecut. "Sangat menyebalkan." Dengan terpaksa dirinya menutup pintu, sengaja menarik kasar memperlihatkan dirinya sangat kesal juga jengkel. 

Di Mansion Atmajaya, Lili yang dengan manja bergelayutan di lengan kekar milik Amar. "Aku sangat kesal hari ini, pemotretan ku gagal." Curhat nya. 

"Gagal kenapa?" tanya Amar yang tetap fokus pada benda pipih di tangannya. 

"Karena adik iparmu itu." Dengan sengaja Lili menekan ucapannya dan melirik Naura yang kebetulan lewat di sana, melemparkan tatapan penuh kebencian yang berapi-api. Sedangkan sang musuh hanya acuh dan tidak peduli. 

"Maksudmu Naura?" tatap Amar meninggikan sebelah alisnya. 

"Memangnya kau punya berapa adik?" geram Lili apda pria di sebelahnya, gagal bersikap romantis setelah melihat loading Amar yang lemot. 

"Memangnya apa yang diperbuat wanita itu?" 

"Dia memasukkan obat pencuci perut di dalam sarapanku." 

"Bagaimana mungkin? Kita bahkan makan bersama, kau jangan asal menuduh jika tidak ada bukti." 

"Jadi kau membela wanita sialan itu?" Lili meninggikan intonasi suaranya, menjauh dari sang kekasih yang juga sangat merusak moodnya saat ini. 

"Aku tidak yakin kalau Naura melakukan itu, kau pasti mengada-ada karena iri padanya. Sudahlah, kau hanya menghentikan pekerjaanku saja." Amar berlalu pergi menaiki tangga menuju lantai dua untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh sang kakek, dia tidak ingin melewatkan kesempatan kedua untuk merebut kembali jabatan yang di rebut Arya hanya dalam satu kesalahannya saja. 

Lili semakin jengkel dan merasa harinya benar-benar sial, menghentakkan kedua kaki dan pergi masuk ke dalam kamar meluapkan amarah setelah di kerjai Naura. 

Naura menatap keluar jendela, membiarkan semilir angin menerpa wajahnya seakan beban pikirannya ikut terlepas. "Aku diam bukan berarti aku bodoh dan akan membalas siapapun yang berniat jahat padaku tanpa mentoleransinya lagi." Ucapnya di dalam hati. 

"Kau belum mandi?" tanya seseorang yang baru masuk ke dalam kamar. 

"Apa urusannya denganmu?"

"Aku suamimu." 

"Oh ayolah, jangan menggunakan kalimat sakral itu karena tidak cocok jika kau yang mengucapkannya." 

"Aku ingin membawamu berkencan, maksudku berpura-pura karena kakek." Tentu saja Arya mencari alasan tepat agar bisa menghabiskan waktu bersama istrinya, wajah Naura sangat mirip dengan Bella, sang pujaan hati sekaligus first love.

"Kakek tidak ada di sini, jadi itu tidak di perlukan." 

"Tentu saja itu di perlukan, untuk memanasi musuh." Bujuk Arya melihat bagaimana Naura yang tampak berpikir. "Jangan berpikir terlalu lama." 

"Baiklah, aku menyetujuinya karena kakek." 

"Bagus." Diam-diam Arya menyunggingkan senyuman tipis saat melihat punggung Naura yang menghilang di balik pintu kamar mandi. "Bella, aku sangat merindukanmu. Tapi mengapa Amar si playboy brengsek itu kau cintai?" gumamnya dengan guratan kesedihan. 

Terpopuler

Comments

✨Nana✨

✨Nana✨

move on lah arya lagian bella dah ninggal kan..tuh ada yg halal kok.dianggurin lohhh

2023-01-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!