Bab 7

Sudah satu minggu Naura berada di Mansion Atmajaya, menjadi istri kontrak tidak selamanya menyenangkan terutama di saat akan tidur dan bersandiwara jika berhadapan dengan mantan calon suami dan juga mantan sahabatnya. 

Di malam hari selalu saja ada drama diantara dirinya dan juga Arya, pria yang menjadi suami penggantinya sekaligus calon adik iparnya saat itu selalu mengusik malamnya dengan tidur satu ranjang. 

"Bisakah kau mengalah kali ini?" sentak Naura menarik tangan Arya agar menjauh dari ranjang, bisa saja pria itu mengambil kesempatan di saat dirinya terlelap. 

"Kau ini kenapa?" 

"Kau harus mengalah dan tidur di sofa." 

"Hei, ini kamar ku. Jadi, aku berhak tidur dimanapun yang aku suka." 

"Ini keadaan terpaksa, kau yang meminta kesepakatan di antara kita dan menikah kontrak." 

"Kau juga sudah menyetujuinya, dalam kemarahan kau tidak membaca kesepakatan itu." Arya tersenyum puas dengan memanfaatkan situasi, sedangkan Naura sangat ceroboh. 

Naura berhenti menarik tubuh Arya dan tampak memikirkan sesuatu, hingga dirinya baru menyadari menandatangani surat perjanjian pranikah tanpa membacanya terlebih dulu. 

"Tidak perlu protes, lagi pula kita harus tinggal satu kamar demi membalaskan dendam pada orang yang sama." 

"Kau benar, tapi aku tidak ingin tidur denganmu dalam satu ranjang." 

"Ya sudah, kau tidur saja di sofa atau di balkon, dimanapun yang kau sukai. Hah, jangan menggangguku lagi!" Arya membaringkan tubuhnya di ranjang empuk dengan sangat nyaman, diam-diam melirik istrinya yang membuka lemari putih mengambil selimut dan juga bantal. "Dasar wanita keras kepala." Lirih pelannya. 

Naura memutuskan untuk tidur di sofa balkon, menyelimuti tubuhnya yang terasa dingin diterpa angin segar. Dia menatap lurus dan menatap indahnya bintang yang berkelap-kelip, sangat ingin meraih tapi tak tergapai. 

Naura mulai memikirkan hubungannya dengan sang ibu yang tidak baik, bahkan dirinya tidak pernah tahu bagaimana wajah ayahnya. Kenapa aku di lahirkan di dunia jika hanya di campakkan, bahkan ibuku sendiri tidak pernah peduli padaku." Ucapnya di dalam hati, hidup yang penuh drama selalu saja membuatnya tak bisa melakukan apapun lagi selain menerima takdir yang ada. 

Naura memeluk dirinya sendiri, sinar rembulan menemaninya tidur tidak peduli bagaimana angin berhembusan menusuk kulit walau sudah berselimut tebal. Perlahan dia memejamkan mata, menyesuaikan keadaan saat ini dan berharap pagi akan segera tiba. 

Arya menggelengkan kepala melihat sikap keras kepala istri kontraknya yanh rela tidur di balkon, cuaca memang sedang mendukung tapi apakah ada yang sanggup menahan hembusan angin malam seakan menusuk kulit dan terasa hingga ke tulang. Dia melambaikan tangan di depan wajah Naura, memastikan jika wanita itu sudah tertidur dan dirinya menggendong ala bridal style. 

Arya meletakkan tubuh Naura di atas ranjang sangat perlahan takut terjaga dari tidurnya, menyingkirkan rambut yang menutupi wajah cantik. Dirinya menatap sangat lama, wajah yang sangat dia rindukan selama ini akhirnya ada di hadapannya, menjadi pelepas mengenai sang wanita pujaan yang sudah lama meninggal dunia. 

"Jika kau Bella, aku pastikan tidak melepaskan mu. Kalian orang berbeda dengan wajah yang sama, watak dan penampilan yang sangat berbeda jauh." Lirih pelannya, di satu sisi dirinya bahagia bisa melihat wajah itu lagi dan di sisi lain sedih karena bukan orang yang sama. 

Naura menggeliat dan dengan cepat Arya beranjak dari sana sebelum ketahuan diam-diam memperhatikan. 

Di pagi hari yang indah, sinar mentari masuk menembus jendela dan menusuk pori-pori kulit, terasa menyengat hingga membangunkan seseorang dari tidurnya. Naura menggeliat dan sesekali menguap, meraba di sekeliling yang terasa sangat nyaman hingga dirinya menyadari ada sesuatu yang tidak beres. 

"Eh, semalam aku tidur di sofa balkon." Sontak Naura terbangun dan melihat area ranjang yang tidak ada siapapun, namun matanya tak sengaja menangkap sosok tampan yang tertidur di sofa yang berjarak lima meter darinya. "Tidak mungkin aku berjalan sendiri kesini, pasti dia yang memindahkan aku." 

"Kau sudah bangun?" 

"Kau yang memindahkan aku?" tanya Naura sedikit ketus. 

"Hem, anggap aku berbuat baik padamu. Semalam kau kedinginan dan menggigil, berhentilah bersikap keras kepala jika menyangkut dirimu saja kau tega." Ujar Arya dengan santai. 

Naura beranjak dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan diri tapi dia melupakan sesuatu yaitu handuk. Dia memeriksa tempat itu seraya menepuk kening karena ceroboh tidak membawa handuk. 

"Astaga…bagaimana ini? Arya pasti masih ada di kamar, apa sebaiknya aku meminta bantuan padanya?" Naura membuka pintu kamar mandi dan mengintip sambil sebelah tangannya menutupi dua bukit kembarnya. "Bisakah aku meminta bantuanmu?" ucapnya memelas. 

"Apa?" 

"Aku lupa membawa handuk." 

"Ck, sudah keras kepala dan sekarang kau ceroboh. Begitu banyak kekurangan pada dirimu," omel Arya yang berjalan menuju kamar mandi dan di tangannya membawa handuk berwarna putih, dia menyerahkan handuk itu dengan sedikit drama yang sekiranya selesai dalam waktu sepuluh menit berdebat terlebih dahulu. 

Naura yang kesal tetap saja mengucapkan terima kasih namun dirinya tiba-tiba tersandung. Dia sangat terkejut dan memejamkan kedua matanya, perlahan membukanya kembali setelah tidak merasakan sakit apapun. "Eh, aku tidak merasakan sakit." Gumamnya yang masih terdengar. 

"Bisakah kau menyingkir dari tubuhku!" ucap Arya tegas, menahan bobot tubuh wanita itu agar tidak terjatuh dan sedikit pengorbanan darinya. 

"Maaf." Naura cengengesan, dia merasa sangat konyol dan segera bangkit. Namun sial, handuknya tak sengaja terlepas dan memperlihatkan bentuk tubuh polos yang menantang mata lelaki manapun yang melirik. Kedua bola matanya terbelalak kaget, menatap ke bawah dan melihat bagaimana Arya yang menatap mahkota dan bagian lainnya tanpa berkedip. 

"Argh." Keduanya sangat terkejut dengan suasana ambigu itu, berteriak sekuat mungkin untuk beberapa detik. 

Secepat kilat Naura meraih handuk dan menutupi tubuh polosnya yang pertama kali di lihat oleh seorang pria, dan sialnya orang itu sang suami kontrak.

Arya mengalihkan pandangannya ke arah lain, menelan saliva dengan susah payah yang seakan menyulitkannya melakukan apapun juga. 

"Apa kau melihatnya?" tanya Naura menatap tajam, terlihat sangat menggemaskan. 

"A-apa kau ini bodoh? Untung saja hanya aku melihatnya, dasar ceroboh." Arya bergegas masuk ke kamar mandi, menghentikan pertanyaan lanjutan dari istri kontraknya. 

"Jadi dia melihatnya?" Naura masih tidak percaya, memejamkan kedua mata sepersekian detik merutuki kebodohan juga kecerobohannya. "Ya Tuhan…pantas saja orang-orang mengatakan kalau aku ini si ceroboh, kenapa aku baru menyadarinya sekarang." Monolognya, menggigit handuknya memikirkan sikapnya yang baru dia sadari. 

"Kenapa aku masih membayangkan hal itu?" batin Arya yang mengusap wajahnya dengan kasar, sangat jengkel dengan isi otaknya yang mulai bertraveling. 

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Semoga saja pernikahan Arya dan Naura bisa langgeng,,,,tapi ngomong2 Bella sm Naura saudara kembarkah???

2024-07-29

0

Izal Zikri

Izal Zikri

haha lucu

2023-02-05

0

Kar Genjreng

Kar Genjreng

otak Arya traveloka... keliling dunia 😄😄...gara gara melihat gunung kembar dan buah pert ..mranum menggairahkan otak Arya.. gratisan...lumayan otaknya jadi ngeres wek wek 🦆🦆🦆🦆🦆

2023-01-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!