Bab 15

Naura menghabiskan waktu di butik dan bahkan tak ingin beranjak dari kursi kebanggaannya, pencapaian yang diraih bersama dengan sahabatnya, Lita. Semua usaha mulai dari nol dan sedikit demi sedikit berkembang, jatuh bangun usaha yang kerap kali menjadi momok menakutkan bagi seorang pemula di kala itu, hanya dengan bermodalkan nekat mampu membuat usaha butik berdiri sampai sekarang. 

Seorang wanita mengintip di balik pintu, membuat Naura terkejut saat tak sengaja menangkap sosok tersebut. 

"Ya Tuhan, kau membuatku terkejut." Kesal Naura seraya mengelus dadanya. 

Wanita itu tersenyum polos merasa tak bersalah. "Kau yang terlalu serius malah menyalahkan aku yang mengintip di balik pintu." Lita masuk ke dalam ruangan dengan menenteng tas kecil yang biasa di bawa olehnya, duduk di hadapan sang sahabat yang kembali fokus mendesain. "Ck, sebelum melanjutkan pekerjaan coba lihatlah jam di dinding, apa gunanya benda itu terpajang di sana." 

Naura menghela nafas dan menghentikan pekerjaannya untuk sementara waktu. "Bisakah kau diam? Kau hanya merusak inspirasi ku." 

"Garang sekali seperti guru killer. Aku hanya ingin mengingatkan sudah waktunya untuk pulang, apa kau tidak akan pulang?" 

"Apa aku punya rumah?" 

"Tidak perlu drama, apa kau lupa jika kau itu Nyonya Arya Atmajaya." 

"Ck, bahkan mendengar namanya saja membuat mood ku rusak." Seketika itu pula Naura meletakkan atribut pekerjaannya, memperhatikan Lita bicara. 

"Jika aku jadi kau, aku akan memanfaatkan gelar itu untuk memperkaya diriku sendiri."

"Jangan memaksaku, aku tidak ingin pulang ke sana. Sangat membosankan jika bertemu dengan mereka."

"Apa kau yakin menginap disini?" 

"Ya, tentu saja." 

"Kau lihatlah sekeliling mu, tidak ada tempat tidur selain sofa itu." 

"Itu lebih dari cukup bagiku daripada harus kembali ke Mansion Atmajaya." 

"Terserah kau saja, bye!" tekan Lita yang berlalu pergi meninggalkan tempat itu, sudah jengkel ketika memberikan saran malah di acuhkan oleh sahabatnya. 

Naura menggelengkan kepala dan tersenyum melihat tingkah sang sahabat, melihat punggung yang sudah menghilang di balik pintu. Seketika itu pula dirinya terkejut kembali melihat penampakan, siapa lagi jika bukan Lita yang kurang kerjaan. 

"Apa kau yakin?" tanya Lita sekali lagi untuk meyakinkan dirinya. 

"Aku sangat yakin." 

"Apa kau tidak takut sendirian di sini? Yang aku dengar bangunan ini cukup menyeramkan apalagi yang menempati sebelumnya pernah gantung diri." 

"Aku tidak percaya hantu, jangan berusaha menakut-nakuti aku. Kalau kau ingin pulang, pergilah!" usir Naura yang sudah jengkel. 

"Huu…dasar keras kepala, bye." 

Naura menghela nafas jengah dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang hampir selesai, setelah itu barulah beristirahat. 

Hari semakin malam, suasana hening juga sunyi, hanya terdengar suara detakkan jarum jam yang melekat di dinding tanpa peduli apapun lagi. Rasa kantuk yang mulai menyerang, sesekali dirinya menguap dan mata yang tidak bisa membendung keinginan untuk beristirahat. 

Naura melihat jam di dinding, dia sedikit terkejut saat jarum jam menunjuk pukul sebelas malam. "Sebaiknya aku tidur," monolognya sambil menguap, membereskan meja kerja dan berjalan menuju sofa yang akan menjadi pelipur laranya saat butuh waktu sendiri.

Seseorang kembali meletakkan ponsel di telinga, sambungan telepon yang tidak terhubung membuatnya panik juga gelisah. "Astaga…ini sudah jam sebelas malam dan dia belum juga pulang?" gumam pria itu hampir melempar benda pipih yang ada di genggamannya, rasa kesal bercampur gelisah menjadi satu membuat perasaannya tak karuan. 

Ya, pria itu adalah Arya. Sudah satu jam lebih dia mencoba menghubungi, tidak ada sambungan terhubung maupun balasan pesan singkat yang sudah puluhan kali di kirimnya. 

"Kemana dia?" perasaan yang tak menentu segera di cari tahu, Arya bergegas mengambil jaket hitam dan juga kunci mobilnya mencari keberadaan Naura di butik, karena terakhir kali dia yang langsung mengantarkan wanita itu di sana. 

Mobil yang di kendarai dalam kecepatan penuh akhirnya sampai ke tujuan dengan selamat di karenakan jalanan yang mulai sepi, laju kendaraan roda empat berhenti di bangunan yang menjadikan lokasi yang dia tuju. Arya segera masuk ke dalam butik dan terkunci, dia menghampiri sang security yang berjaga. 

"Maaf, Tuan mencari siapa?" tanya security yang menyusuri pandangan menatap pria di hadapannya. 

"Apa Naura masih ada di dalam?" 

"Iya, nona Naura masih ada di dalam." Jawab sang security yang masih memperhatikan Arya. 

Tanpa berpikir panjang Arya bergegas masuk ke dalam butik dan mencari keberadaan Naura, langkahnya terhenti saat sebuah ruangan dengan lampu yang menyala dan kembali melangkahkan kakinya dengan perlahan, mendorong pintu agar terbuka lebih lebar. Dia melihat seorang wanita yang tidur cukup terlelap dan bahkan mendengar dengkuran halus, seketika itu pula rasa cemasnya perlahan menghilang. 

Arya menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah cantik itu dan melihatnya cukup lama, senyum di wajah terukir tanpa sadar. "Dasar nakal, aku mengkhawatirkan kau yang tidak pulang, tapi kau malah enak-enakan tidur di sini." Lirih pelannya seraya menggendong wanita itu. 

Arya merasa aneh karena wanita itu tidak terbangun dari tidurnya walau mereka sudah sampai ke Mansion, mencoba untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa ragu dia memeriksa suhu di kening wanita yang ada di sebelahnya menggunakan tangan, teknik yang biasa dipraktekkan oleh orang lain segera dia menepis tangannya kembali saat merasakan suhu Naura yang panas.

"Ya Tuhan, ternyata dia demam dan suhu di tubuhnya sangat tinggi." Dengan cepat Arya keluar dari mobil dan menggendong tubuh sang istri dan membawanya masuk ke dalam kamar. Hal itu terlihat oleh Amar yang juga mengkhawatirkan Naura yang tak kunjung pulang menghampiri adik tiri dan seraya bertanya. 

"Kenapa dengan Naura?" 

Arya tak menjawab pertanyaan itu karena dirinya sendiri sudah panik dengan kondisi tubuh Naura yang demam tinggi, segera masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu meletakkan tubuh wanita itu di atas ranjang, dia memberikan penanganan pertama agar demam segera turun. 

Sedangkan Amar sangat jengkel dengan Arya yang tak menjawab pertanyaannya, pikiran dipenuhi oleh kondisi Naura yang tidak dalam keadaan baik mencoba mengetuk pintu dan bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya. 

"Apa?" ucap Arya yang dingin tanpa ekspresi saat membuka pintu. 

"Apa yang terjadi kepada Naura?" 

"Daripada kau sibuk mengurus istriku sebaiknya kau pergi dari sini!" ucap Arya sarkas, kembali menutup pintu dan menguncinya sebelum Amar kembali mengajukan pertanyaan. 

Arya buru-buru mengambil alat pengompres untuk menurunkan demam, meletakkan handuk kecil di kening wanita itu semalaman karena merasa kasihan. Hari yang semakin malam dan juga hening, rasakan untuk mulai menyerangnya. 

Arya terus berjaga dan selalu mengganti handuk kecil yang ada di kening Naura, tanpa sadar membuatnya terlelap dengan posisi yang menurutnya nyaman. 

Terpopuler

Comments

Hope

Hope

apa tidak ada pria yg benar2 tulus mencintai naura kasihan dia... dimanfaatkan 2 pria yg tidak mencintainya🥺

2023-03-21

2

Kar Genjreng

Kar Genjreng

kasian sebenarnya...Naura tidak punya siapa siapa kan ya Thor... lupa di atas ceritanya


semoga lakas sembuh 😃😃

2023-01-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!