Bab 8

Setelah kejadian itu keduanya tidak saling bicara, bahkan mereka terdiam di sepanjang perjalanan. 

"Kemana aku harus mengantarmu?" tanya Arya yang memberanikan dirinya, sejujurnya isi otaknya tidak bisa sinkron. 

"Ke butik." Jawab Naura singkat. 

"Baiklah." Arya mengantarkan istrinya itu sampai ke butik, tanpa mengucapkan sepatah kata lagi dan beranjak dari tempat itu. 

Naura berjalan masuk ke dalam butik, tanpa dia sadari jika salah satu sahabat sekaligus rekannya dalam menjalani bisnis pemilik butik tengah mengintip. Berjalan dengan anggun dan berusaha melupakan kejadian memalukan itu. 

"Cie, ada yang di antar sama suaminya." Goda Lita yang mendekati sang sahabat, berharap melihat raut wajah tersipu malu. 

"Suami siapa?" balas Naura yang ikut penasaran, tidak tahu jika dirinya lah yang di maksud. 

"Dasar loading lambat, pria yang mengantarmu itu. Aku tidak menyangka jika hubunganmu kandas dan bagaimana Lili mmyang menjadi duri di dalam daging." Geramnya yang sangat mengerti perasaan dari sahabatnya itu. 

"Sudah takdirku, setidaknya aku masih beruntung melihat wajah asli mereka. Ck, ternyata diam-diam Lili menusukku dari belakang, sangat menyebalkan." Naura berjalan masuk ke dalam ruangan kerjanya, di ikuti oleh Lita. Dia mendudukkan diri di sofa yang lumayan lembut, meratap kesal mengingat kejadian saat sebelum pernikahan akan di langsungkan.

"Aku sudah curiga dan berarti penglihatanku waktu itu tidaklah salah." 

"Hem, kamu benar." 

"Jujur saja aku lebih menyukai kau bersama dengan Arya Atmajaya, dia lebih tampan di bandingkan Amar." Ucap Lita mulai membayangkan ketampanan dari suami sahabatnya. 

Naura melirik Lita jengkel. "Apa kau berniat untuk merebut Arya dariku?" 

Seketika khayalan Lita pecah menoleh ke sumber suara dengan raut wajah yang cemberut. "Tidak ada terbesit sedikitpun untuk merebut suamimu itu." 

"Ya, aku tahu. Jika kau ingin ambil saja." 

"Eh, mana boleh begitu." Protes Lita yang memukul pelan lengan Naura.  

"Aku memberikan izin, jika kau mau ambil saja pria itu." 

Sontak hal itu membuat Lita amat terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulut Naura begitu santai, dan bahkan begitu angkuhnya malah terlihat seperti wanita bodoh dimatanya. "Harusnya kau mempertahankan pria seperti Arya Atmaja, selain tampan, dia juga sangat kaya raya dan mengenai insiden mu itu membuatnya mendapatkan karir yang selama ini dipegang oleh Amar." 

"Apa hebatnya semua itu." 

Lita menghela nafas berat, mencubit pinggang sang sahabat agar memiliki wawasan luas mengenai masa depan. Jika dia menjadi istri seorang Arta Atmajaya pasti tidak akan melewatkan kesempatan emas, namun gairah dan semangat yang di miliki oleh Naura tak terlihat sama sekali. 

"Tentu saja hebat, kau akan dikenal sebagai seorang istri CEO dari perusahaan terkenal." 

"Aku tidak tertarik." 

Lita menatap curiga pada sahabatnya, dan berpikir jika terjadi sesuatu yang dirinya tidak tahu. "Dia sudah baik dengan menjadi pengantin pengganti, tapi mengapa kau tidak memiliki rasa syukur sedikit pun. Masih mending ada pria yang ingin menikahi wanita ceroboh sepertimu." Ketusnya yang sudah geram dengan sikap acuh tak acuh yang tergambar jelas di sebelahnya. 

Naura terdiam tanpa berniat untuk membalas perkataan dari sahabatnya itu, dia tidak ingin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi sampai satu tahun telah berlalu barulah dia akan menceritakan mengapa Arya bisa menjadi pengantin penggantinya. 

"Sudahlah, aku ingin bekerja!" ucapnya dengan tegas. 

Lita menghela nafas sambil mempraktekkan gerakan tangan yang rileks dari atas dada hingga ke bawah bersamaan dengan helaan nafasnya. "Tolong berikan sedikit kecerdasan di otak sahabatku, Tuhan." Ucapnya memelas seraya mendongakkan kepala ke atas bertanda berdoa dan berharap akan di kabulkan.

Sementara Naura terkekeh. "Maafkan aku yang belum bisa menceritakan kejadian sebenarnya padamu, tapi aku janji setelah pernikahan kontrak usai kamulah orang pertama yang akan ku beritahu." Batinnya menghela nafas seraya duduk di kursi kebanggaannya, meraih pensil dan kertas putih polos. 

Naura mulai berkutat pada dua alat itu, membuat karya seni yang akan digabungkan menjadi satu. Melupakan apa yang terjadi dengan fokus pada satu pandangan saja. 

Sementara di sisi lain, Arya tidak bisa fokus bekerja saat pikirannya terus menjalar pada satu titik, dimana dirinya melihat dengan jelas tubuh polos sang istri. 

Dia menghentikan pekerjaannya untuk sementara waktu, mengusap wajah dengan kasar seraya menyandarkan punggung di kursi khusu CEO perusahaan.

"Sepertinya aku butuh secangkir kopi." Gumam Arya yang memanggil sekretarisnya untuk membuatkan secangkir kopi, berharap ingatan itu bisa menghilang. 

Dua orang tengah di mabuk asmara mengalahkan pengantin baru, menghabiskan sepanjang waktu di dalam kamar. Terdengar suara des*han sampai di luar, mereka melakukannya di seluruh spot dalam kamar. 

Setelah satu jam pertempuran kedua pasangan tanpa ikatan itu, Lili tersenyum bahagia di perlakukan dengan begitu romantis juga lembut oleh Amar, namun berbeda jika sudah keluar dari kamar yang seakan acuh dan tidak peduli.  

Lili lemas tak berdaya, memperlakukan Amar liar dan sebaik mungkin agar posisinya di Mansion mewah itu aman. "Rencanaku berjalan dengan sempurna, kini saatnya aku merebut Arya dari Naura." Ucapnya di dalam hati, tersenyum licik. 

Lili begitu terobsesi pada apa yang di miliki oleh Naura, dia juga ingin memilikinya. Setelah mendapatkannya dengan begitu licik, dirinya merasa tidak tertantang lagi. Mempertahankan posisi dengan melayani Amar di ranjang tak menjadi sebuah masalah, yang terpenting bagaimana dirinya mengambil kesempatan emas itu sebaik mungkin. 

"Apa yang akan kau lakukan untuk membalas mereka?" tanya Lili serius. 

Amar tersenyum miring. "Aku punya caranya, tapi tidak akan aku beritahu padamu." 

Seketika senyuman di wajah Lili memudar berubah menjadi kecut, tapi itu tidak bertahan lama saat pria di sebelahnya kembali menyerangnya dengan sangat liar, penuh hasrat dan juga gairah membara. 

"Aku memahami satu hal, jika Arya hanya menjadikan Naura sebagai pion untuk menyerangku." Batin Amar yang begitu miris saat dirinya memahami rencana dari adik tirinya itu. 

Jam sudah menunjukkan makan siang, Naura yang kembali lupa tiba-tiba mendapatkan notifikasi dari ponselnya, tapi dia malah mengabaikannya dan terus berkonsentrasi menyelesaikan hasil desain. 

Benda pipih berdering, dengan terpaksa dia melihat siapa yang menghubungi nya, sebuah nomor tanpa nama. 

"Aku tidak mengenalmu, jadi jangan meneleponku." Ketus Naura seraya memutuskan sambungan telepon tanpa mendengar terlebih dahulu suara dari di penelpon. 

Sementara di seberang sana, Arya terlihat uring-uringan dan merasa kesal mendengar bentakan dari istri kontraknya. "Apa dia tidak tahu jika aku menelponnya? Berani sekali dia memutuskan sambungan telepon dengan sepihak." Protesnya. "Eh, aku lupa jika dia tidak tahu kalau akulah yang meneleponnya." Dia kembali mengirimkan pesan singkat, hingga kedua sudut bibirnya melengkung ke atas saat ponsel mahal itu berdering. 

Terpopuler

Comments

Widya Asyanti

Widya Asyanti

lili seperti pelacur pula

2025-02-19

0

Kar Genjreng

Kar Genjreng

apa mungkin Arya jatuh cinta benar'benar dengan Naura... tetapi keliatan nya Naura... tidak menyukainya.
..tetapi Ak doain semoga menjadi pasangan...dan Arya bisa melecehkan lili kalau bisa lempar keluar pulau 🏝️🏝️

2023-01-19

0

✨Nana✨

✨Nana✨

hhaahhhaa arya,,naura gatau itu no mi yak

2023-01-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!