Tami kembali bekerja di Slick Grind Resto, ini adalah hari ke dua bekerja disini. Tami bekerja dengan semangat dan tidak pernah mengeluh. Apalagi saat para seniornya yang terkadang menyuruh-nyuruh dirinya.
"Tami, kamu pergi antar makan siang ini ke ruangan Tuan Alvaro"
Tami mengangguk dan membawa nampan yang di berikan oleh Prita. Dia berjalan menuju lift dan masuk ke dalam kotak besi itu menuju lantai tiga restaurant ini. Tempat dimana ruangan Alvaro ada disana. Pintu lift terbuka dan Tami segera berjalan keluar dari kotak besi itu. Berjalan menuju pintu ruangan atasannya.
Tok..tok..
"Permisi Tuan, saya mau mengantar makJ siang untuk anda"
"Masuk"
Setelah mendapat persetujuan, Tami langsung membuka pintu ruangan. Dia hampir saja menjatuhkan nampan yang di bawanya saat melihat luasnya ruangan Alvaro. Ada kamar, kamar mandi dan sofa. Benar-benar sangat luas. Belum lagi meja kerja yang di penuhi dengan berkas-berkas di atasnya.
Tami berjalan pelan mendekati meja kerja Alvaro. "Tuan, ini makan siangnya saya taruh dimana?"
Alvaro mendongak, dan jantungnya kembali berdebar saat dia menatap gadis itu. Bola mata bening di balik kacamata itu membuat hatinya berdesir. Alvaro Benar-benar tertarik pada gadis di depannya.
"Tuan..." Tami sedikit mendekatkan wajahnya saat Alvaro malah terlihat bengong.
Alvaro mengerjap dan dia sedikit gelagapan saat wajah Tami yang dekat dengannya. Telinganya terasa memanas, mungkin sudah merah sekarang. "Ekhem.. Kamu taruh saja di meja dekat sofa"
Tami mengangguk, dia berbalik dan berjalan ke dekat sofa. Menata makan siang untuk atasannya di atas meja. Setelahnya Tami berbalik ke arah Alvaro yang masih duduk diam di kursi kebesaraannya. Dia hanya fokus menatap punggung Tami.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan" Tami mengangguk hormat dab berbalik untuk segera pergi dari ruangan Alvaro.
"Tunggu dulu Tami!"
Tami menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Alvaro yang sudah berdiri dari duduknya dan berjalan mendekat ke arahnya.
"Iya Tuan, ada apa?"
Alvaro sudah berdiri berhadapan di depan Tami. "Apa kamu sudah makan siang? Mari makan siang bersama"
Tentu Tami terkejut mendengarnya. Makan siang bersama? Rasanya kalimat itu terlalu aneh bagi Tami. Selama ini tidak pernah ada yang mengajaknya makan bersama. Tami memang sosok gadis yang tertutup. Hingga dia tidak pernah mempunyai teman dekat, apalagi seorang pria.
"Saya sudah makan siang sebelum datang bekerja kesini, Tuan. Jadi, silahkan nikmati makan siang anda. Saya permisi dulu"
Tami mengangguk hormat, lalu segera pergi dari ruangan Alvaro. Membuat Alvaro terdiam, dengan tangan yang mengambang ingin mencegah Tami untuk pergi. Tapi tidak berhasil. Akhirnya tangan itu dia usapkan ke wajahnya.
"Dia benar-benar membuat aku tertarik"
Alvaro berjalan ke arah sofa dan duduk disana. Meraih makanan di atas meja dan mulai memakannya. Selama dia makan, Alvaro hanya memikirkan tentang gadis itu. Tami.. Nama itu selalu teringat di fikirannya. Entah ini adalah benar-benar cinta, atau hanya sekedar rasa penasaran saja. Karena Tami yang terlihat berbeda dari gadis lainnya, dia terlihat begitu tertutup dan sangat menjaga jarak darinya. Disaat banyak gadis di luar sana yang berusaha sebisa mungkin untuk dekat dengannya. Tapi, Tami berbeda. Dia tidak seperti gadis yang lainnya.
...💫💫💫💫💫💫💫💫...
Hari yang melelahkan akhirnya berakhir juga. Tami sudah kembali ke rumahnya, tiduran di atas tempat tidur meski belum benar-benar tidur. Tami menatap langit-langit kamarnya. Tiba-tiba saja bayangan Alvaro melintas dalam ingatannya. Apa yang di lakukan pria itu padanya, selalu membuat Tami bingung. Seperti kejadian dirinya yang di kurung di ruang pekerja, kenapa dengan tiba-tiba Alvaro memeluknya. Tami jadi bingunh sendiri dengan sikap atasannya itu.
Mungkin dia tidak sengaja memelukku pada waktu itu.
Tami pun tidak mau terlalu memikirkannya, dia hanya ingin tenang tanpa harus memikirkan banyak hal. Masalah dalam hidupnya saja sudah sangat banyak. Tami hanya ingin fokus bekerja dan kuliah. Membantu perekonomian keluarganya, jadi biaya kuliahnya dia tanggung seorang diri.
Sementara di tempat yang berbeda, Alvaro menatap jendela apartemennya. Langit malam yang cerah dengan beberapa kerlipan bintang dan cahaya bulan yang menerangi muka bumi di malam hari. Kedua tangan masuk ke dalam saku celana panjang yang di pakainya.
Drett..Drett..
Ponsel yang berdering membuat Alvaro menoleh, dia berjalan ke arah meja dan mengambil ponselnya. Itu adalah telepon dari sahabatnya.
"Iya Ga, ada apa?"
"Kau tidak tahu jika Ayra telah melahirkan?"
Wajah Alvaro langsung berubah senang, tatapan matanya berbinar mendengar itu. "Kapan? Kenapa kau tidak memberi tahuku, sialan! Aku ingin segera menjenguknya"
"Sudah dua hari yang lalu, kau datang saja ke rumah Aiden. Karena sekarang mereka tinggal disana"
" Oke, oke. Aku akan datang kesana. Ohh ya, apa Alvino sudah tahu?"
"Ya, dia sudah menjenguknya kemarin"
"Baiklah, aku akan segera datang kesana"
Alvaro menatap layar ponselnya yang sudah mati, sahabatnya satu ini memang benar-benar luar biasa. Dia memutuskan sambungan telepon, saat dirinya belum selesai bicara.
Sudahlah, yang jelas Alvaro senang saat mendengar kabar bahagia tentang sahabatnya.
Besok paginya, Alvaro segera ke rumah Aiden. Dia sudah membawa beberapa barang untuk hadiah kelahiran anak pertama sahabatnya ini.
"Datang juga kau, pasti Rega yang memberi tahumu" kata Aiden dingin, dia sedang memperhatikan istrinya yang menggantikan popok pada bayi mereka.
Alvaro menyimpan beberapa paper bag yang di bawanya di atas sofa, lalu dia mendekat ke arah tempat tidur. Melihat Ayra yang seperti sudah terbiasa saja mengurus seorang bayi. Padahal ini adalah anak pertama baginya.
"Salah kau sendiri tidak memberi tahuku, kau benar-benar tidak menganggap aku sahabatmu ya!"
"Untuk apa aku memberi tahumu? Tidak penting sekali"
Ayra hanya menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan dua sahabat ini. Mereka selalu bersikap seolah tidak peduli satu sama lain, padahal nyatanya sangat saling menyayangi sebagai sahabat yang sudah lama bersama-sama.
"Makasih Kak, sudah datang menjenguk ponakanmu ini"
"Iya Ay, sama-sama"
Aiden langsung menatap tajam pada istri dan sahabatnya itu. "Sejak kapan kau panggil dia dengan sebutan Kak?"
Ayra dan Alvaro serempak memutar bola mata malas. Aiden memang terlalu posesif, sampai terkadang selalu berlebihan. Tapi Ayra menerima itu, menerima segala kasih sayang dan cinta yang di berikan oleh suaminya. Meski terkadang caranya yang sedikit berbeda dari orang lain.
"Kau ini, kenapa posesif sekali? Padahal istrimu hanya memanggil Kakak, apalagi jika dia memanggilku Sayang" Alvaro malah semakin senang menggoda sahabatnya yang bucin ini. Meski sebenarnya dia tahu kenapa Aiden sampai begitu mencintai istrinya. Ya, karena kisah cinta mereka juga tidak semulus itu. Banyak sekali rintangan sebelum mereka benar-benar bisa bahagia seperti sekarang.
"Jangan macam-macam kau!"
Alvaro hanya tertawa mendengar ancaman dari sahabatnya itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Erna M Jen
semoga ceritanya bagus..👍😀
2024-09-02
0
uyhull01
haha lucu kali kalian ini,
2023-01-04
0
Syirfa Ratih
woah ini brarti bener tami teman kampusnya ayra-nya Aiden...mereka bernasib hampir sama mngknya Tami cm bs dekat sama ayra...😌
2023-01-04
0