Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat. Rasanya begitu malas jika harus berangkat siang bolong begini, apalagi cuaca begitu panas.
Kira kira sekitar jam 08.45 Aku dan juga Ningrum sampai diperusahaan. Jam segini tentu saja masih sepi. Karena karyawan disini berangkatnya suka mepet mepet waktu masuk.
Dan hal ini lah, yang membuat jam kerja kembali semakin siang. Kalau untuk pabrik di luar sana, mungkin akan masuk ketika jam menunjukkan pukul 08.00, itu pun paling siang.
Dengan malas yang terasa sangat, Aku berjalan ke ruangan dimana devisiku berada. Ku tengok di dalam, baru ada Mas Wahyu. Iya sih, dia duluan sampai. Berangkatnya aja jauh dari jam masuk. Tetapi bisa maklum karena memang rumahnya sangat jauh. Sebenarnya kasihan, namun itulah yang dinamakan cari uang. Apalagi jika sudah lembur dan pulangnya sangat malam.
"We Mas, udah sibuk aja pagi pagi gini."
"Hoo ini, harus target besok Sabtu."
Aku terkikik mendengarkan.
"Semangat deh mas."
"Kamu mampir jajan Ndro? Pagi pagi udah minum es aja."
"Hoo Mas, salahnya dia melambai lambai minta diambil. Ya Aku ambil lah." Seru ku dengan enteng.
"Sama Ndro, sepagi gini aja Aku udah jajan banyak ini. Kamu ngga ada niat kasih Aku donasi gitu?"
"Ngga masalah sih, tinggal bilang aja mau berapa."
"Idih, sombong." Katanya tertawa.
"Ini ada onde onde Ndro, mau ngga? Atau piscok? Apa lumpia?" Tawar mas Wahyu yang membuatku beranjak melihatnya.
"Gila Mas, kamu itu laper apa emang doyan?"
"Dua duanya lah haha. Lha Aku itu belum sarapan tadi. Sekalian pas berangkatnya jajan aja buat sarapan, eh mataku khilaf jadi deh ke beli ini semua." Jawabnya, Aku menggeleng tak percaya.
"Alhamdulillah Ya Allah aku juga ada temennya kalau kaya gini. Janji ngga boros tapi urusan perut lebih utama."
Aku dan Mas Wahyu tertawa. Memang benar kalau kami berdua sudah jajan, tidak mempermasalahkan harga. Yang penting kalau ingin ya beli. Asal jangan sampai saja pelit terhadap diri sendiri.
"Ini pagi pagi pada kenapa? Rame banget kayanya." Seru Pak Danang yang baru datang.
"Ini lho Pak, Yu Indro pagi pagi udah jajan." Balas Mas Wahyu.
"Alahhhj, kaya Kamu engga aja deh mas."
"Lho, kan cocok to Mas kalau sama kamu" Pak Danang tertawa
"Ah Pak Danang mah suka bener. Ini Pak makan, tadi Aku beli jajan pasar." Kata Mas Wahyu seraya menyodorkan beberapa kantong plastik berisi jajanan itu.
"Yaampunn Masssss, ini seriusan jajan sebanyak ini?"
"Hehe, makananya itu melambai lambai sih. Ambil aku ambil aku gitu. Yaudah, berhubung Aku ngga tega jadi ya ku ambil toh."
"Alah Mas emang kamunya sama Yuna aja yang suka jajan. Dasar Raja dan Ratu jajan."
"Ihh Pak Danang mah suka gitu meski bener. Akoh kan jadi malu."
"Disini Yuna hanya ingin bilang astaghfirullah"
Pagi itu akhirnya diisi dengan candaan kami bertiga. Meski kami cuma bertiga, tetapi itu lebih nyaman, dan sudah ramai jika Aku dan Mas Wahyu sudah berdebat. Terkadang Pak Danang hanya menonton perdebatan kami.
Apalagi kalau Aku sendiri suka khilaf jika sudah teriak teriak, terkadang sering ditegur namun khilaf lagi hehe. Hingga sampai dimulainya jam kerja, akhirnya kami semua bekerja.
Meskipun di devisi kami tidak bersanding dengan kantor langsung, dan juga tidak di pantau, tetapi kami semua tidak serta merta santai begitu saja. Jika bekerja ya bekerja, sambil ngobrol boleh asal jangan keluar dan sampai terlihat orang kantor.
"Gimana Yun, kamu sering kontakan ngga sama Mbak Rahmi?" Tanya Mas Wahyu di sela sela pekerjaan kami.
"Jarang sih Mas, Aku kan ngga terlalu suka mengomentari status orang juga. Jadi agak canggung, takutnya nanti ndak malah sok menggurui gitu." Jawabku.
"Kalau Pak Danang gimana? Sering ngga?"
"Engga juga sih Mas, kalau pun iya palingan tentang jualannya Dia. Soalny murah murah. Hehe. Kalau untuk menyangkut hal pribadi sih engga, takut mengganggu. Apalagi bersuami."
"Bener sih Pak, tapi ngga papa deh. Semoga saja dia sukses diluar sana."
Aku dan Pak Danang mengaminkan apa yang di ucapkan Mas Wahyu.
"Kalau Kamu gimana Yun?" Tanya Mas Wahyu.
Aku terkaget,
"Aku kenapa Mas?"
"Gimana sama Farel?" Tanya Pak Danang langsung pada intinya.
"Haha akhirnya Pak Danang mengerti apa tujuanku."
Pak Danang tertawa ngakak, sudah ketebak palingan.
"Yaampunn pakkkk, Yuna sama Farel itu ngga ada apa apa. Cuma sekedar kenal aja sih."
"Tapi yang ku lihat beda Yun, iya ngga sih Pak?" Tanya Mas Wahyu meminta pendapat Pak Danang.
"Iya Mas, kami sebagai kaum lelaki tau mana mata yang tertarik mana yang engga Yun. Dan yang ku tangkap itu, Farel tertarik denganmu. Nah, kalau sudah kaya gitu tergantung kamunya gimana Yun." Aku tertegun mendengar ucapan Pak Danang,
Jujur, Aku juga merasakan perbedaan sikap Farel antara ke diriku dan juga ke Ningrum ataupun teman yang lain. Tapi kan, disini Aku tidak mau percaya diri dulu.
"Denger Yun, disini Aku sebagai Ratu Peri. Tidak mau punya teman yang begi dalam mengambil keputusan. Kalau pun nantinya kamu jadi sama Farel, waw Bu Maryani langsung dapet dua mantu di tempat yang sama ya pak hahaha." Seru Mas Wahyu tertawa diikuti Pak Danang.
"Weh hoo ya Mas, bener tuh. Jadi gimana Yun?"
"Aku belum kepikiran ke situ Mas, Pak. Tetapi, kalau boleh jujur mmh nganu..." Kataku terputus
"Nganu nganu, lanjutin jangan suka gantung."
"Alahhh pakkkk, Yuna malu." Aku malah menjadi merengek pada mereka.
"Udah terlanjur mau bilang, ayo lanjutin aja. Kita cuma bertiga, dan bisa dipercaya." Kata Mas Wahyu bijak.
"Dia itu sering banget pengen main kerumah." Jawabku pelan seraya celingukan ke arah luar pintu. Takut jika sewaktu waktu Farel datang dan mendengar cerita kami.
"Seriusan Yun?" Tanya Pak Danang
Aku mengangguk. Sebenarnya dia juga sering kali mengungkapkan perasaanya. Cuma terkadang sering ku alihkan pembicaraan.
Mas Wahyu menatapku dengan serius, lalu dia berkata
"Terus kamunya gimana Ndro? Setahu dan sepenglihatanku, Farel itu kan orangnya kaya gitu lah sikapnya. Masih anak kecil juga. Kalau sama kamu selisih setaun kan ya?"
"Iya Mas setaun."
"Di pikir pikir lagi Ndro. Punya hubungan dalam satu perusahaan itu ngga segampang yang terlihat. Iya kalau sama sama dewasa, kalau pemikirannya masih bocil? Kaya Restu sama Ratna waktu itu?"
"Yun, disini juga sering jadi ajang perjodohan. Tapi ngga tau kalau dirimu. Iya kan Mas?" Pak Danang menimpali.
"Iya Pak, semua tergantung yang menjalani. Kalau Aku sih ogah ya, tapi orang kan beda beda. Apalagi orang disini itu busuk semua kaya tetangganya Ono nih." Aku memicingkan mataku ke arah Mas Wahyu dengan sebal.
"Iya Mas, kita satu kecamatan dan rumahnya juga dekat. Beda desa juga ish." Gerutuku kesal.
"Ngga terima lho pak dia." Godanga padaku
"Udah Yun ngga papa terima aja." Pak Danang semakin meledekku.
"Waaaaaaa nakallll."
Disini Aku berasa seperti anak kecil jika bersama mereka. Tetapi, tak urung juga Aku sering mendapat banyak pelajaran dari kisah hidup mereka yang dibagi untukku. Guna agar Aku mempertimbangkan apapun yang akan ku perbuat nantinya.
"Tapi Yun, gimana sama Farel tadi?" Mas Wahyu bertanya lagi. Aku memutar mata malas, ku kira sudah lupa.
"Ku kira lupa mas."
"Seorang Aku mana lupa hal begituan, gih cepat gimana?"
"Sabar Mas," celetuk Pak Danang.
"Aku ngga terlalu tertarik gituan Mas. Masih banyak yang harus ku lakuin. Untuk sementara saja ya tapi,"
"Bener sih, kamu masih muda. Jalan kami masih panjang. Puasin dulu apa yang kamu inginkan."
Benar, bercerita kepada yang lebih dewasa itu lebih enak daripada yang seumuran. Karena belum tentu yang seumuran bisa se pemikiran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments