Kali ini, ku deskripsikan tentang Hanifah. Yang itu menurutku, dan setau ku dari kami berdua kenal sejak kecil sampai Segede ini.
Mari ku mulai saja,
Namanya adalah Hanifah, Dia sering ku panggil Hanif, ataupun Ifah. Dia seumuran denganku dan juga Ningrum. Ohiya, diantara Kami bertiga, Akulah yang tertua disini meskipun hanya berbeda bulan saja.
Sedari kecil, Hanifah itu di didik keras oleh orang tuanya. Lebih tepatnya Ibunya yang seperti itu.
Sering kali dikasari, dijambak, dicambuk, terkadang ditendang jika kedapatan mencuri uang Ibunya. Ya, Hanifah sedari dulu sering mencuri uang Ibunya karena tak pernah diberi uang untuk jajan. Maka dari itu, sampai kami semua sebesar ini pun, kebiasaan mencurinya itu tidak pernah hilang.
Jujur, dulu Aku kasian dengannya. Namun, apalah Aku yang hanya seorang anak kecil. Akan tetapi, Jika sampai saat ini pun iya, harusnya seseorang itu bisa berfikir bukan?
Waktu itu, ku ajak Hanifah mendaftar di salah satu pabrik. Dia mau saja ku ajak, bahkan orang tuanya senang mendengar itu.
"Fah, daftar ke pabrik sana itu yuk. Mau ngga?" Tanyaku
"Boleh deh, lagian dari pada dirumah mending cari kerjaan."
"Tapi Aku harus memperpanjang SKCK dulu nih. Kira kira mau kapan ya?"
"Kalau besok Rabu aja gimana? Sekalian Aku tak minta uang ibuku dulu deh. Soalnya kalau buat cari kerja Aku mesti dikasih."
"Iya ngga papa, sebisanya kamu aja mau kapan. Eh emang kamu juga mau perpanjang?"
"Hooh, udah mati dari lama "
"Sama haha"
Kami tertawa bersama mendengar pernyataan itu.
"Oh iya, pakai surat dokternya juga ngga?btapi harusnya pakai sih, soalnya ini pabrik." Kataku mengetukkan jari telunjukku ke dagu.
"Ohiya ya, Aku hampir melupakan itu juga. Duh duitnya banyak banget keluar, dikasih ngga ya Aku."
"Dikasih wes. Kita harus semangat dong."
"Semoga saja ya,"
Akhirnya, tidak perlu menunggu lama. Cukup dua hari dari pembicaraan kami berdua waktu itu, kami berangkat ke Polsek terdekat.
Lalu di hari selanjutnya, baru kami ke puskesmas guna mencari surat dokter. Sebetulnya, Aku cukup takut dengan dokter namun demi mencari pekerjaan Kusingkirkan sebentar takut itu.
Selepas sholat Jumat, ku ajak Hanif mengantarkan berkas lamaran. Karena jika hari sabtunya, pabrik akan tutup. Disana menggunakan sistem 5 hari kerja.
Ku kira akan lama, ternyata proses interview juga dilakukan hari Seninnya langsung. Ada secercah harapan untukku untuk diterima disana.
Senin datang, kira kira jam setengah delapan pagi kuajak Hanifah berangkat. Agar tak kesiangan dan tepat waktu sampai sana. Jika di hitung sih memang lumayan dekat, tapi kalau sudah terbiasa ya.
Setelah interview selesai, Aku dan juga Hanif sama sama diterima. Tetapi dengan devisi berbeda. Aku tidak masalah dengan hal itu.
Namun, kami berdua tiba tiba di hentikan. Ketika baru pada Minggu pertama Aku berangkat, Aku dipanggil Tim HRD. Ku kira ada apa tetapi ternyata,
"Mohon maaf, berdasarkan survei dari kami semua, Ini hari terakhir Mbak masuk disini. Dikarenakan masa training sudah berakhir." Aku shock dan juga terkejut. Perasaan, pas waktu interview bilangnya 3 bulan dari waktu interview. Dan ini baru Minggu pertama. Membuat masalah saja juga tidak.
Dengan kecewa, Aku menerima itu semua dengan lapang dada. Namun, seminggu kemudian setelah Aku, Hanifah juga kena. Alasannya juga sama seperti diriku.
Akhirnya, kami jadi pengangguran lagi. Bedanya, Aku pengangguran yang memang tidak suka keluar bahkan untuk main.
Kira kira empat bulan pasca dikeluarkan, tiba tiba Hanifah ditawari kerjaan di toko yang dulu Kakakku pernah bekerja disana juga. Tentu saja dia mau. Dengan pakai orang dalam, Hanifah langsung masuk tanpa interview dulu.
Namun, hanya selisih kira kira dua Minggu. Aku juga ditawari di perusahaa tempat Ningrum bekerja, dan Aku juga menerimanya.
Dulu, kami semua sering jalan barengan. Setelah semenjak berkerja, Aku malas jika harus berkumpul. Dan yang sering berkumpul Hanifah dan juga Ningrum.
Sering kali Aku tidak di ajak, tetapi Aku pribadi sih tidak masalah hal itu. Hingga sampai sampai, Aku bahkan dilupakan jika mereka ingin main. Digantikan oleh dua orang tetanggaku yang juga sama sama seumuran dengan kami.
Alasan yang sering Bibi Cia beri untukku,
"Mereka itu mau ngajak Mbak Yuna tapi takut Mbak Yuna ngga mau."
Lho, belum aja mencoba kenapa langsung mengklaim seperti itu? Mereka sama saja dengan Kakakku.
Seiring waktu berjalan, Hanifah yang awalnya bekerja di toko. Kini di pindah ke rumah. Karena dirumah juga mempunyai usaha. Kata rekan kerja Hanifah, dia kedapatan mengambil uang dikasir. Meski tidak dibicarakan langsung, tetapi langsung dipindah karena mungkin hal itu akan sangat memalukan.
Kami bertiga mulai jarang bersama, hanya tinggal Aku dan Ningrum yang masih berangkat barengan karena memang kita satu kerjaan.
Aku pernah bilang? Kalau Aku pernah jalan dengan Farel dan yang tau hanya Hanifah? Yah, ternyata dugaanku benar. Dia berbicara kepada Ningrum. Tetapi Aku diam, karena memang Ningrum juga tidak bilang padaku melainkan bilang langsung pada Farel.
Ku lihat, semakin kesini Hanifah pergaulannya mengerikan. Sering berganti lelaki main. Jujur, yang ku takutkan adalah jika sampai ke bablasan.
Akhirnya, Hanifah dilamar oleh seorang lelaki. Lamaran yang penuh drama, Hanifah bilang kalau perkenalannya dengan calonnya itu sudah satu tahun. Tetapi calonnya sendiri bilangnya baru satu bulan, dan langsung diajak menikah. Hanifah juga mau.
Dari sini, kami bertiga jarang berkumpul. Apalagi Hanifah mengutamakan lelakinya. Tidak masalah sih sebenarnya.
Sukses untukmu Fah, kuharap setelah kamu menikah nanti kebiasaan kamu perlahan hilang. Jangan lagi suka mengadu domba, kita semua sudah dewasa tau mana yang baik dan juga yang buruk.
Disini, Aku akan mendoakan yang terbaik untukmu, karena Aku juga sadar jika Aku bukan teman yang baik juga buat kamu. Sukses selalu, dan tak akan lupa menyisipka cerita kita di cerita harian ku untuk di halaman selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments