REMINDER [ CERITA HARIAN ]

Sehari setelah berkas dibawa Ningrum. Aku mendapat kabar dari Ningrum, kalau kata Mas Putra Aku harus interview besok pukul 10.00 pagi. Aku mengiyakan apa yang dikatakan.

Benarkah ini kekuatan orang dalam? Bawa berkas terus interview, hehe baru ngerasain sih pakai orang dalam sih soalnya.

Seketika Aku teringat, jika tidak punya kendaraan buat sampai sana. Dan juga, siapa kira kira yang mau menemaniku?

Tak ada solusi, Aku mencari Ibu. Kullihat Ibu sedang ada di teras depan sendirian dan terbengong.

"Bengong aja sih Bu, mikirin apa?" Tanyaku.

"Banyak lah Yun, termasuk kakakmu itu."

"Emang Kakak kenapa Bu?"

"Kakakmu itu dua duanya ngga ada yang peduli sama urusan rumah Yun. Sementara pendapatan Ayah kamu juga pas pasan. Ditambah punya bayi tapi belum bisa ngurusnya. Udah gitu, kalau beli makan cuma buat mereka berdua, sementara punya dua Adek tapi ngga dipedulikan. Masih mending kalau makanya itu dikamar sekalian biar pada ngga tau, bukan malah diumbar tanpa menawari kaya gitu. Ajaran siapa kalau kaya gitu Yun? Ibu juga sebenarnya kasian sama Ayah kamu yang kadang ngedumel punya mantu tapi ngga pernah ngebantuin sedikitpun."

Aku mengangguk mendengar curhatan Ibu. Memang sih, apa yang dikatakan Ibu itu ada benarnya. Tapi, yaudah lah. Biarkan itu menjadi urusan kakakku meski terkadang aku juga sebal melihatnya.

"Iya Bu, Yuna paham. Karena Yuna juga ngerasain kok, punya Kakak tapi malah lebih royal ke keponakanya sendiri ketimbang Adek adeknya. Bahkan Yuna aja belum pernah tuh dikasih uang dari hasil kerjanya, sementara Bayu kalau meminta sesuatu dikasih."

"Tunggu aja sampai sadar Yun, tapi Ibu sih ngga yakin."

"Udah Bu, ngga papa."

Ibu kembali terdiam, niatku tadi malah kembali terlupakan karena mendengar omongan Ibu.

"Oh iya Bu, Yuna daritadi cari Ibu itu mau bilang sesuatu. Tapi malah kelupaan hehe."

"Ohya? Apaan?"

"Tadi Ningrum kasih tau Bu, kalau besok Yuna harus interview. Kira kira Yuna harus minjem sepeda motornya punya siapa?"

Kulihat netra Ibu antusias mendengarnya. Mungkin beliau senang.

"Gimana kalau minjem punya Pakde Iman depan itu? Kan punya motor banyak tuh, lagian Pakde juga ke pasarnya pakai mobil. Gimana? Mau?"

Aku terdiam menimbang,

"Boleh aja sih Bu, tapi boleh ngga kalau Ibu yang bilang? Yuna ngga kebiasa Bu."

"Iya, biar Ibu aja. Kamu terima beres."

Akhirnya setelah itu Ibu langsung beranjak menuju rumah depan. Alhamdulillah, satu masalah selesai. Tinggal mencari teman untuk ku ajak guna menemaniku.

"Duh siapa ya, yang kira kira Sabtu libur." Gumamku seraya menggulirkan tanganku scroll kontak di handphoneku.

Sesaat, aku teringat temanku sekolah. Wiji namanya. Dia bekerja di sebuah pabrik yang hari sabtunya libur.

"Coba aja kali ya," gumamku lagi.

Yuna

-Wijiiiiii, besok kamu ada acara ngga?"-

Setelah kutulis pesan itu, kubiarkan handphone itu disampingku. Aku menatap langit langit kamar, pikiranku mulai melayang.

Sebenarnya otakku itu selalu merencakan apa yang ku inginkan. Namun, kembali lagi pada manusia yang hanya bisa membuat rencana.

Aku terkesiap mendengar getaran yang begitu terasa. Sesaat aku lupa jika Aku mengirim pesan, lalu ku buka pesan itu. Ternyata dari Wiji, temanku.

Wiji

-Engga Yun, ngga ada. Kenapa?"-

Yuna

-Aku boleh minta tolong ngga Ji?-

Wiji

- Boleh Yun, gimana gimana?"

Yuna

- Bisa ngga Ji besok temani Aku ke kota? Aku yang jemput kamu, soalnya Aku mau interview, dan Aku sedikit lupa jalanya.

Wiji

- Bisa Yun, mau jam berapa?-

Yuna

- Jam setengah sembilan aku kerumahmu ya? Makasih sebelumnya udah mau Aku repoti😭-

Wiji

- Sama sama Yun, besok ku tunggu dirumah ya.-

Selepas itu, kubalas pesan dari Wiji dengan emot hati. Temanku satu itu memang terkenal dengan kebaikannya. Dan itu sudah kurasakan dari sejak kami masuk SMP yang sama.

Ku rebahkan tubuhku, mencoba memejamkan mata. Aku berharap,semoga esok hari berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun. Aamiiin.

Skip pagi hari

Jam menunjukkan pukul 07.00 WIB. Aku segera bergegas mencari baju dan menyetrikanya. Karena ngga mungkin kan pergi kalau baju kusut? Ngga pede. Hingga pukul 08.00 Aku mandi, bersiap sebentar lalu berangkat ke rumah Wiji.

Sebelum itu aku mengabari Ningrum dulu, untuk share lokasi. Karena Aku lupa jalan, dan baru sekali kesana waktu mengantarkan Ningrum interview.

Yuna

- Ning, jangan lupa share lokasi ya. Aku lupa soalnya tempatnya."

Balasan dari Ningrum membuatku lega. Butuh beberapa menit menuju kediaman dari Wiji. Hingga setelah sampai ku lihat Dia sedang ada di teras bersama Ibunya. Ah aku jadi rindu momen ketika seharian main disini.

"Assalamualaikum Wiji, Bu."

"Cepet banget Yun kamu sampe sini?" Ujar Wiji,

"Kata Wiji kamu mau interview ya Yun? Dimana itu?" Sela Bibi Marni, as Ibunya Wiji.

"Udah siang sih Ji soalnya, takut nyasar juga Aku hehe. Iya Bi, di kota. Sebenarnya Yuna dulu sempat kesana sekali tapi lupa jalan, takutnya nanti nyasar sendirian gitu Bi."

"Jadi gitu, yaudah sana kalian berangkat." Ujar Bibi Marni lagi.

"Wiji Yuna pinjem dulu ya Bi, maaf sebelumnya ngerepoti." Kataku tak enak.

"Ngga papa Yun, gimana pun juga kalian udah temenan lama."

"Makasih ya Bi."

Kulihat Wiji sudah keluar dari dalam rumah lagi dengan membawa helm. Akhirnya kami berdua berangkat.

"Mana lokasinya Yun? Biar Aku yang kasih arahan."

"Ini Ji, makasih ya."

"Sama sama."

Akhirnya dengan sedikit keberanian dan juga keraguan, Aku mengendarai dengan pelan. Karena Aku kalau kemana mana sering nyasar, jadi kali ini pun Aku tetap merasa takut.

Dari sini, Aku merasa kenapa perjalanan terasa lama. Dan juga kami berdua melalui jalan yang memutar dan tembusanya sama dan kami juga baru sadar akan hal itu. Kami tertawa bersama.

"Waduh Ji, ini kayanya nyasar deh. Coba tanya temenku dulu kali ya?"

Wiji mengangguk,

Jari tanganku bergerak lincah menari di atas keyboard handphone. Ningrum sedikit lama membalas pesan, karena Aku juga tau ini masih jam kerja.

"Kata Ningrum nanti di ganti jam satu Ji, duhh asem mana masih lama pula. Mampir beli jajan dulu yuk disitu."

"Okee Yun." Kami berdua berjalan di sebuah angkringan. Namun ponselku tetap ku aktifkan guna bertukar pesan dengan Ningrum.

"Tadi Aku udah minta Ningrum buat jemput kita Ji, ternyata udah deket dari sini."

"Seriusan? Akhirnyaaaa."

Akhirnya setelah menunggu beberapa saat, Aku melihat Ningrum dari kejauhan.

"Nyasar berapa lama Yun?" Tanya Ningrum sambil tertawa.

"Dua jam Ning, yaampun."

"Yaudah yuk kesana aja, mumpung masih istirahat ini. Aku mau jajan dulu, nanti Kamu Aku tunggu depan gerbang masuk ya?" Aku mengangguk.

"Oh iya, mau sholat dulu ngga Ji? Udah hampir setengah jam lewat ini."

"Boleh deh,"

" Disini masjidnya dimana Ning? Kita mau sholat dulu aja biar ngga kerasa lama."

"Yuk, Deket sini ada masjid. Terus kalau udah selesai, nanti tinggal turuti aja jalan ini terus ada gerbang berwarna kuning, nah itu tempatnya. Nanti Aku tunggu kok, jadi santai aja."

Kami berdua mengangguk paham, lalu segera berangkat. Dengan pisah sama Ningrum.

Pas jam satu, Kami sampai ditempat. Benar saja, Ningrum menungguku didepan. Aku langsung di ajak masuk ke dalam. Sebelum itu Aku pamit dulu sama Wiji.

"Ji, Aku ke dalam dulu ya." Dia mengangguk.

"Ayo Yun, itu Mas Putra udah nungguin."

Aku mengikuti langkah kaki Ningrum. Benar saja, sudah ada Mas Putra disana, dan seorang perempuan yang ku taksir umurnya lebih dari Aku.

"Mbak, mau interview juga ya?" Tanyaku padanya.

Dia mengangguk,

"Hoo Mbak, mbak e rumahnya mana?"

"Jauh mbak Aku, mbaknya?"

"Saya kos mbak disini, saya bukan asli sini tapi ke sini ikut suami."

"Oh gitu ya. Mbaknya udah selesai nulis formulirnya?" Tanyaku lagi

"Udah nih, tungguin diambil aja sih ini."

"Iya mbak," pintu ruang administrasi kembali dibuka oleh Mas Putra.

"Jadi, ini kalian berdua mulai besok Senin udah bisa berangkat ya Mbak. Masuk jam setengah sembilan, dan pulang jam setengah lima." Jelas Mas Putra. Kami berdua mengangguk.

"Terimakasih atas waktunya, dan selamat bergabung dengan kami." Ujar Mas Putra lagi.

Setelah selesai, Aku dan Mbak yang baru ku ketahui bernama Tina beriringan keluar. Sebelumnya Aku juga sudah pamit pada Ningrum duluan.

"Mbak Yun, sini Aku minta nomer hape kamu. Biar besok semakin kenal, kan kita masuknya barengan."

"Oke Mbak Tin," kusebut angka nomorku lalu berpamitan padanya.

"Yuk Ji, pulang. Tapi makan dulu ya? Kamu kan udah nemenin Aku tadi."

"Boleh Yun, atur aja Aku mah manut."

Akhirnya selesai juga hari ini, drama kesasar kenapa harus ada pada diriku coba? Begini kah rasanya manusia susah baca maps.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!