Ayunda terdiam melihat tatapan tuan Adhitama yang sulit diartikan.
Gadis belia itu menundukkan kepalanya, dia merasa takut telah berbuat salah pada si pria tua itu.
Tuan Adhitama pun mengelus lembut kepala Ayunda.
"Syukurlah kalau kamu senang dengan sekolah barumu, Sekar belajarlah dengan rajin," ujar tuan Adhitama tersenyum.
Baru kali itu Ayunda melihat tuan Adhitama tersenyum, yang membuat hatinya merasa hangat.
Dari sini, Ayunda yakin tuan Adhitama merupakan pria yang baik hati.
"Ayo, makan," ajak tuan Adhitama pada Ayunda.
Ayunda mengangkat wajahnya lalu tersenyum.
Mereka pun melangkah menuju ruang makan, mereka duduk di kursi meja makan.
Tuan Adhitama duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Ayunda duduk tepat di samping tuan Adhitama.
"Tuan, bolehkah aku mengambilkan makanan untukmu?" tanya Ayunda.
Ayunda ingin melakukan hal itu sebagai wujud rasa terima kasihnya kepada si pria tua itu.
Tuan Adhitama mengangguk memberi izin pada gadis yang telah diangkatnya sebagai putri.
Dia itu sengaja membawa Ayunda ke kota untuk melepaskan gadis desa itu dari kebencian ibu tirinya.
Tuan Adhitama langsung menerima tawaran ibu tiri Ayunda karena dia melihat bahwa wanita itu tidak menyukai keberadaan Ayunda di antara dirinya dan sang suami.
Dengan senang hati, Ayunda pun menampilkan makanan untuk Tuan Adhitama.
"Segini cukup, Tuan?" tanya Ayunda pada Tuan Adhitama.
Tuan Adhitama mengangguk pelan, dia tersenyum pada gadis belia dari desa itu.
"Ternyata gadis ini begitu lugu," gumam tuan Adhitama.
Ayunda merasa senang mendapat senyuman lagi dari tuan Adhitama. Dia pun semakin yakin, saat ini dia berada di tempat yang aman dan lebih baik dari rumah kedua orang tuanya.
"Tuan, bolehkah aku menanyakan sesuatu?" tanya Ayunda pada Tuan Adhitama sebelum tuan Adhitama memulai menyantap makanan yang sudah diambilkan oleh Ayunda tadi.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?" tanya Tuan Adhitama sebelum mulai menyantap makanannya.
"Mhm, sebenarnya apa tujuan Tuan membawa aku kemari namanya kulakan aku?" tanya Ayunda memberanikan diri.
Tuan Adhitama hanya tersenyum mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh gadis belia yang ada di hadapannya itu.
"Tidak ada tujuan lain selain mengeluarkan kamu dari kehidupan yang sulit kamu jalani, saya tahu ibu tidak menyukai keberadaanmu di dalam keluarganya, mungkin akan lebih baik kamu bersamaku di sini," jawab Tuan Adhitama jujur.
Ayunda tersenyum senang mendengar jawaban dari tuan Adhitama. wajah sangar dan menyeramkan kini berubah terasa teduh dan menenangkan bagi Ayunda.
"Terima kasih, Tuan," ucap Ayunda terharu.
"Ya sudah, ayo kita makan nanti keburu dingin nggak enak lagi," ujar Tuan Adhitama.
"Oh iya, ada satu hal yang harus kamu rubah. mulai hari ini kamu tidak boleh memanggilku dengan sebutan Tuan, tapi kamu panggil aku dengan sebutan papa," ujar Tuan Adhitama.
Entah mengapa melihat wajah bahagia gadis belia yang ada di hadapannya ini, membuat hati Tuan Adhitama terenyuh dan ingin melindungi sang gadis, hingga akhirnya dia memutuskan untuk mengangkat Ayunda sebagai putrinya.
"Apa? Tapi," lirih Ayunda merasa tidak enak hati.
"tidak ada tapi-tapian, mulai hari ini kamu sudah menjadi putriku," ujar Tuan Adhitama.
Setelah itu mereka pun menyantap makan malam yang sudah terhidang di atas meja, hati Ayunda yang tadinya resah kini mulai tenang. seketika kesedihan dan luka yang mendalam di hatinya akibat ulah kedua orang tuanya terobati dengan kehadiran Tuan Adhitama yang menjadikan dirinya sebagai putrinya.
****
"Ayun, maafkan bapak!" teriak Somad.
Somad pun terbangun dari tidurnya, keadaan Somad yang saat ini masih saja terbaring di atas tempat tidur selalu mengingat akan Putri kandungnya yang telah dijualnya.
Kini rasa bersalah terus menghantui ayah kandung Ayunda yaitu Somad.
Hari-hari dilewatinya dengan menggigau meminta maaf pada gadis tak berdosa itu.
"Ayun, maafkan bapakmu ini. Bapak sudah berbuat kejam kepadamu, huhu." selamat mulai menangis dan menyesali apa yang telah diperbuatnya kepada sang putri.
"Bang, apa yang terjadi padamu?" tanya Siti mulai kesal dengan sikap suaminya yang selalu menyebut-nyebut nama gadis yang sangat dibencinya itu.
Sudah satu minggu Somad terbaring di atas tempat tidur, pikirannya terus diganggu oleh rasa bersalah pada Sang Putri.
"Sudahlah, kamu jangan pikirkan lagi si Ayunda, dia bukan anak kamu lagi," teriak Siti memarahi suaminya.
Hari-hari terus dilewatinya tanpa bekerja karena Somad yang masih sakit.
Penghidupan mereka sehari-hari pun tak ada lagi, sehingga lagi-lagi Siti harus berhutang sana sini agar dapat membeli beras untuk makan agar dapat tetap bertahan hidup.
Somad hanya bisa diobati dengan pil yang dibeli di warung karena Siti tidak memiliki uang yang banyak untuk mengobati suaminya.
Sejak kepergian Ayunda, hidup mereka terasa semakin susah.
Biasanya, Ayunda pulang sekolah berkeliling kampung menjajakan gorengan keliling kampung.
Paling tidak, Ayunda bisa menghasilkan uang untuk dirinya sendiri.
"Bu, bagaimana kalau kita jual saja tanah ini lalu kita bayarkan hutang kita pada tuan Adhitama, aku mau putriku kembali," lirih Somad merasa bersalah.
"Tidak mungkin, Pak. Tuan Adhitama sudah membelinya, biarkan saja Ayunda tinggal bersama pria tua itu, palingan Ayunda bakal dijadikan istri oleh pria itu," ujar Siti tidak setuju dengan usul suaminya.
"Tapi," lirih Somad.
"Sudahlah, Pak, aku tidak mau membahas ini lagi," ujar Siti lalu dia keluar dari kamar.
Dia tidak mau membahas anak tirinya itu, karena baginya hal itu hanya membuat dirinya emosi.
Keesokan harinya, Siti meminta izin pada suaminya untuk ikut bekerja dengan ibu-ibu desa sebagai buruh di perkebunan tuan Adhitama.
Dia tidak mungkin lagi mencari pinjaman pada tetangga karena sudah banyak tetangga yang tidak percaya kepada mereka yang hidup terus berhutang ke mana-mana.
Dia meninggalkan Somad di rumah, sebelum pergi, Siti sudah menyiapkan berbagai yang dibutuhkan Somad nanti selama ditinggalkannya, seperti air minum, makanan dan obat-obatan.
Somad hanya diam saat istrinya pergi meninggalkannya seorang diri dalam keadaan sakit, dia harus menerima keadaan ini.
Siti melangkahkan kakinya bergabung dengan teman-temannya untuk meracun rumput yang ada di kebun sawit itu.
"Kamu sudah mulai bekerja, Siti? Bagaimana keadaan suamimu saat ini?" tanya Fatma.
"Masih belum sehat, tapi ya harus bagaimana lagi Aku harus bekerja supaya kami ada uang, kalau nggak bekerja dari mana kami bisa makan," jawab Siti.
"Eh, Siti. Aku kok ngerasa kalau Somat tidak hanya sakit biasa saja," ujar Fatma menyampaikan pendapatnya.
Sebagai tetangga Fatma sering mendengar teriakan-teriakan Somad yang memanggil Ayunda dan memohon maaf kepada putrinya itu.
"Apa maksud kamu, Fatma?" tanya Siti pada Fatma dia merasa tidak enak mendengar pendapat tetangganya itu.
"Iya, menurut aku sih sepertinya Somad sakit karena kepergian Ayunda," ujar Fatma.
"ah jangan mengada-ada, mana mungkin cuman gara-gara itu dia bisa sakit seperti ini," bantah Siti.
Akhirnya Siti pun meninggalkan Fatma, dia tidak ingin membahas Ayunda lagi. kepalanya terasa mau pecah mendengar nama anak tidak tahu untung itu baginya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
@Risa Virgo Always Beautiful
keren ceritanya semangat
2023-01-12
0