Ayunda mengangkat wajahnya, dia menatap takut ke arah tuan Adhitama.
"Kamu harus melakukan apa saja yang saya suruh dan saya inginkan!" ujar Tuan Adhitama lagi.
Jantung Ayunda kini kembali berdetak dengan kencang, pikiran negatif kembali menghantui dirinya,
Dia membayangkan tuan Adhitama akan menjual dirinya pada orang jahat.
"Tu-tuan, saya mau melakukan apa saja yang tuan inginkan, tapi saya mohon jangan jual saya pada penjahat. Saya siap jadi pelayan seumur hidup di rumah ini tanpa digaji," ujar Ayunda sambil mengatupkan kedua telapak tangannya.
Tuan Adhitama menatap Ayunda dengan tatapan yang sulit diartikan, hal ini membuat Ayunda semakin takut akan nasib yang akan menghampirinya.
Tuan Adhitama hanya diam, dia tidak menjawab permohonan yang dilontarkan oleh gadis belia yang berasal dari desa itu.
Sedikit pun hatinya tak tergugah melihat buliran bening yang kembali membasahi pipinya.
Pria itu pun berdiri, lalu dia melangkah keluar dari ruang makan meninggalkan Ayunda yang kini menangis.
Bi Nur merasa kasihan melihat Ayunda yang kini menangis, dia menghampiri gadis belia itu, lalu memegangi pundak Ayunda.
"Sudahlah, jangan bersedih lagi," ujar Bi Nur.
Bi Nur pun mengusap lembut kepala Ayunda. Belaian lembut tangan Bi Nur membuat Ayunda mengangkat kepalanya, dia melihat tatapan ketulusan dari mata wanita yang seumuran dengan ibunya itu.
Seketika Ayunda berdiri, lalu dia pun langsung memeluk erat tubuh wanita paruh baya yang ada di hadapannya itu.
Tak tahu mengapa, Ayunda merasa nyaman berada di dalam pelukan wanita itu.
Ayunda kini mulai menangis tersedu-sedu di dalam dekapan wanita yang merupakan pelayan di kediaman Tuan Adhitama.
Dia merasakan ketulusan dari Bi Nur, dia merasa Bi Nur bisa menenangkan hatinya yang saat ini resah.
Ayunda juga merasa senang mendapat pelukan dari wanita yang mungkin sebaya dengan ibunya.
Baru kali ini Ayunda merasakan kehangatan seorang ibu dari wanita paruh baya itu.
"Ya Allah, begini rasanya mendapatkan kehangatan kasih sayang dari seorang ibu, pelukannya menenangkan hatiku," gumam Ayunda di dalam hati.
"Bu, terima kasih, ya." Ayunda melepaskan pelukannya setelah hatinya mulai tenang.
"Sama-sama, kalau ada apa-apa kamu panggil ibu saja, ya," ujar Bi Nur.
"Iya, Bi." Ayunda mengangguk.
"Bi, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Ayunda.
"Maaf ya, Nona. Saya harus menyelesaikan pekerjaan saya saat ini, lain kali kalau mang ada yang ingin kamu tanyakan Ibu akan menjawab," ujar Bi Nur.
Bi Nur takut Tuan Adhitama marah karena sih bercerita dengan Ayunda, sementara itu sisa makanan di meja makan masih berserakan.
"Ya sudah, kalau begitu." Ayunda kembali duduk di tempatnya tadi.
"Nona, kamu masuklah ke dalam kamar, takutnya tuan Adhitama melihat nona masih di sini, dia bisa marah," ujar Bi Nur.
Ayunda semakin takut mendengar ucapan Bi Nur, tapi setidaknya hatinya sedikit tenang dengan mendapatkan pelukan dari wanita paruh baya itu.
"Baiklah, Bu. Aku akan kembali ke kamar," ujar Ayunda.
Ayunda berdiri dan melangkah keluar dari ruang makan, saat berada di tengah-tengah rumah megah itu dia memiliki ide untuk melarikan diri dari cengkraman pria tua yang telah membelinya.
"Apakah sebaiknya aku kabur saja dari rumah ini," gumam Ayunda di dalam hati.
Ayunda pun mengarahkan langkah kakinya menuju pintu utama. Perlahan dia membuka pintu itu sambil mengendap-endap agar tidak ada seorangpun yang tahu apa yang punya dilakukannya.
"Alhamdulillah, aku bisa keluar dari rumah ini," gumam Ayunda di dalam hati saat dia telah berada di pekarangan rumah mewah itu.
Ayunda terus melangkahkan kakinya menuju gerbang rumah besar itu.
"Nona," panggil salah seorang satpam yang kini sudah berada di hadapan Ayunda.
"Mhm, mampus aku. Aku ketahuan, aku harus bagaimana, ya?" gumam Ayunda panik.
"Anda mau ke mana, Nona?" tanya petugas satpam yang berjaga di kediaman Tuan Adhitama.
"Mhm, tidak ada aku hanya ingin mencari udara segar saja," jawab Ayunda berbohong.
"Oh, anda bisa mencari udara segar di balkon kamar anda," ujar si satpam penjaga gerbang.
"Oh benarkah?" tanya Ayunda tak percaya.
"Iya, apa perlu saya mengantar anda ke kamar?" tanya si penjaga satpam.
"Tidak, Aku akan kembali ke kamar," ujar Ayunda terpaksa.
Ayunda pun bergegas masuk ke dalam rumah megah itu, dia takut dimarahi oleh tuan Adhitama.
Satpam itu hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah si gadis desa.
Ayunda kaget saat dia kembali masuk ke dalam rumah, Tuan Adhitama telah berdiri di depan tangga.
Tuan Adhitama menatap tajam ke arah Ayunda yang baru saja masuk.
"Maaf," lirih Ayunda cemas.
"Ini terakhir kalinya kau berniat kabur dariku," bentak tuan Adhitama pada Ayunda.
"Bi, kau urus anak ini. Jangan biarkan dia mencari masalah setelah ini," perintah tuan Adhitama pada Bi Nur.
Wanita paruh baya itu pun mengangguk, dia langsung menghampiri Ayunda.
"Ayo, Nona. Ikuti saya," ajak Bi Nur.
Bi Nur bergegas mengajak Ayunda menaiki satu per satu anak tangga.
"Nona, jangan pernah berpikir untuk kabur lagi dari rumah ini," ujar Bi Nur menasehati Ayunda.
"Tapi, aku hanya ingin pergi,--" Ayunda masih berusaha membalas ucapan Bi Nur.
"Kau akan baik-baik saja di sini, selagi kau mengikuti aturan yang telah ditetapkan di rumah ini," nasehat Bi Nur.
Ayunda terdiam, dia tak bisa mengerti apa yang dikatakan oleh Bi Nur. Pikiran-pikiran negatifnya selalu membuat Ayunda tidak dapat mencerna maksud dari kata-kata wanita paruh baya itu.
"Bi, apakah aku akan baik-baik saja, jika terus menetap di rumah ini?" tanya Ayunda pada Bi Nur saat mereka telah berada di depan pintu kamar Ayunda tadi.
"Taatilah segala yang ditetapkan oleh tuan Adhitama," ujar Bi Nur berharap Ayunda tidak berulah lagi.
Bi Nur menggenggam tangan Ayunda dengan erat sebelum dia meninggalkan gadis belia itu.
Ayunda pun kini terduduk di atas tempat tidur, pikirannya kini mencoba mencerna setiap kata yang yang diucapkan oleh Bi Nur.
"Sebenarnya tuan Adhitama itu, sosok pria yang bagaimana, sih?" gumam Ayunda.
Ayunda pun terus bertanya-tanya akan sosok tuan Adhitama, meskipun dia terus berpikir, dia tetap tidak menemukan jawaban dari segala pertanyaan yang kini ada di benaknya.
Ayunda pun mencoba membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran besar itu.
"Ya Allah, tempat tidur ini empuk sekali, jauh berbeda yang aku rasakan selama ini. Di desa aku harus tidur di lantai beralaskan sebuah tikar. Perangkat alat shalatku menjadi bantal di setiap malam panjang yang harus aku lalui. S buah kain panjang lusuh menemaniku untuk menghangatkan tubuh ini di kala dingin," gumam Ayunda.
"Apa sebenarnya yang akan terjadi padaku? Ya Allah, lindungilah hamba," gumam Ayunda lagi.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🍭ͪ ͩ🐣ᷡ ᷤ🍀⃟ꮓ𑜼ꭼ
hidup di rmh mewah dah kayak tahannn ya ayunda
2023-02-10
1
🍭ͪ ͩ🐣ᷡ ᷤꮯ𑜼ӟꮪ🍒⃞⃟🦅🍀⃟🩷️
ikuti saran bu nur saja ayunda biar selamat aman tinggal di rmh aditama
2023-02-10
0
🦂⃟ғᴀᷤᴛᷤᴍᷫᴀ 🕊️⃝ᥴͨᏼᷛN⃟ʲᵃᵃ࿐📴
jangan kabur Ayunda justru kamu udah berada ditempat yg aman
2023-02-10
1