Gao serta beberapa warga desa yang ikut bersamanya menghalau para bandit dengan segera merasa panik, bagaimana tidak jika para bandit itu dengan kapak mereka sudah seperti begitu haus darah ingin menikam mereka.
Semua yang tinggal di desa biasa hidup damai, perkelahian tentu bukan hal yang normal untuk mereka membuat mereka dibingungkan terkait cara menghadapi hal tersebut.
“Kepala Desa Gao, harus apa kita?"
“Benar Kepala Desa Gao, katakan sesuatu atau setidaknya beri kami arahan."
“Kepala Desa Gao, tidak ada banyak waktu untuk berpikir. Cepat saja katakan sesuatu terkait apa yang harus kami lakukan."
Beberapa ucapan dari warga desa yang mulai merasa panik, ketika para bandit kini sudah semakin dekat dengan tempat mereka berada.
Gao yang ada paling depan di antara warga desa tentu merasakan kepanikan serupa dengan apa yang dirasakan warganya, walau Gao tidak tunjukan karena bagaimanapun dirinya bertanggung jawab akan keselamatan setiap warganya.
“Kita tidak punya pilihan lain, jika kita ingin keluarga kita baik-baik saja. Maka kita harus melawan mereka," ucap Gao meski penuh keraguan.
“Melawan mereka? Bagaimana caranya?"
“Kepala Desa Gao, para bandit ini bukanlah orang biasa. Perlu diingat juga kalau kebanyakan bandit merupakan pendekar yang memiliki kemampuan bertarung jauh lebih hebat dari orang biasa seperti kita."
“Kepala Desa Gao, apakah tidak ada cara lain selain bertarung?"
Para warga desa tidak berpikir bertarung merupakan keputusan benar mengingat mereka pasti akan kalah, meski begitu mereka tetap tidak bisa diam saja dan mulai mengangkat tinggi kebanyakan alat yang biasa mereka gunakan untuk bekerja di ladang.
“Cara lain selain bertarung? Tidak ada, para bandit ini bukanlah kelompok yang bisa menyelesaikan masalah dengan berbicara," ucap Gao, begitu paham sebenarnya dengan kekhawatiran warganya tetapi tidak memiliki hal lain yang bisa dilakukan terkait hal tersebut.
Warga desa yang menyadari ekspresi buruk di wajah Gao akhirnya sadar, jika memang bertarunglah satu-satunya cara untuk mereka.
“Kalau sudah seperti ini maka hanya bertarung sampai mati pilihan kita."
“Benar, semua sudah terlanjur seperti ini maka tidak ada jalan mundur untuk kita."
Para warga desa yang mulai terpicu amarah serta keberanian mereka, tidak peduli lagi walau nyawa mereka hilang asal bisa menghentikan para bandit itu di sana.
Mereka tidak ingin ada hal buruk terjadi pada anak istri mereka, di mana hal tersebut sudah lebih dari cukup mereka jadikan alasan untuk kematian mereka.
“Rong, maafkan kakek jika kakek tidak bisa kembali ke rumah setelah ini," ucap Gao, mulai mengangkat kayu kecil yang ditemukannya untuk dijadikan senjata.
Gao dan setiap warga desa sudah mulai siap dengan senjata seadanya yang mereka bawa, ingin menyambut para bandit yang ingin menikam mereka.
“Jumlah kita lebih banyak dari para bandit ini, fokus saja untuk bertahan hidup dan jangan gegabah," ucap Gao sesaat sebelum bandit sampai di hadapan mereka.
Apa yang di katakan Gao memang benar jika warga desa yang ikut bersamanya memiliki jumlah jauh lebih banyak, sekitar dua puluhan orang di banding para bandit yang hanya ada sekitar delapan orang saja.
Meski begitu hal tersebut bukan sesuatu yang berpengaruh banyak dalam pertempuran, mengingat keberadaan satu bandit dengan kemampuan pendekar saja sudah lebih dari cukup untuk menghabisi setengah jumlah warga desa dalam kurun waktu singkat.
Sayang untuk Gao dan para warga desa, mereka tidak mengetahui hal itu. Membuat mereka hanya seperti mendapat harapan semu dengan keunggulan jumlah yang mereka miliki, di mana harapan itu akan segera hancur jika saja tidak muncul sesuatu tidak terduga seperti yang saat itu tengah terjadi.
Hao Zhao muncul secara tiba-tiba kini sudah berdiri di tengah-tengah antara bandit dengan warga desa, menjadi pemisah antara keduanya yang hanya tinggal beradu serangan saja dengan senjata masing-masing yang mereka bawa.
“Nak Zhao, itu dirinya."
“Nak Zhao, terimakasih karena sudah mau ikut campur akan apa yang tengah menimpa desa kami."
“Nak Zhao, syukurlah dirimu datang."
Setiap ucapan berisi kelegaan terucap dari setiap warga desa, amat sangat merasa beruntung mereka Hao Zhao datang di saat yang tepat setelah sempat berpikir hidup mereka akan selesai sampai di sana saja.
“Mulai dari sekarang, serahkan semuanya padaku para Paman," ucap Hao Zhao pada setiap warga desa di sana.
“Nak Zhao, berhati-hatilah. Kami tau dirimu pendekar tetapi para bandit juga kebanyakan merupakan pendekar sesuai dengan apa yang kami dengar." Gao mewanti-wanti sebab merasa khawatir pada Hao Zhao.
“Paman Gao tenang saja, meski memang mereka adalah pendekar tetapi tingkat pendekar bukanlah sesuatu yang bisa mereka hiraukan begitu saja." Hao Zhao dengan wajah tanpa ekspresinya, mulai menatap setiap dari kedelapan bandit itu dengan sorot mata dingin.
“Hey, siapa dia?"
“Tidak tau, tetapi melihat setiap warga desa begitu percaya padanya. Bisa jadi dia merupakan pendekar yang desa ini bayar untuk melindungi mereka."
“Jadi hanya pendekar bayaran? Kalau hanya seperti itu tunggu apa lagi? Ayo habisi saja dia untuk memberi dia pengertian jika bayarannya tidaklah sebanding dengan nyawanya."
Para bandit setelah sempat berdiskusi tidak terlalu lama dengan segera mengambil langkah, ingin segera mengurus Hao Zhao yang mereka khawatirkan akan merepotkan jika dibiarkan hidup terlalu lama.
Hao Zhao sendiri menyadari kini para bandit mulai bergerak ke arahnya dengan segera menarik pedang dari sarungnya, setelahnya melangkah cepat sebelum tiba-tiba muncul di belakang salah satu dari mereka menusukan pedangnya tepat di jantung bandit tersebut.
Satu bandit tumbang membuat bandit yang tersisa segera merasa terancam hanya karena keberadaan Hai Zhao.
“Mundur terlebih dahulu!" seru salah satu bandit, entah mengapa merasa ada yang aneh dengan pemuda yang tengah mereka hadapi.
“Baik." Para bandit yang lain, mengatakan hal tersebut secara serempak.
Para bandit sendiri segera sesaat setelahnya mulai mencoba mengambil jarak dari Hao Zhao, ingin berkumpul di satu tempat terlebih dahulu setelah sempat terpencar karena serangan Hao Zhao yang begitu tiba-tiba.
“Kalian ingin kemana?" Hao Zhao jelas tidak membiarkan para bandit itu melakukan apa yang mereka inginkan.
Hao Zhao segera kembali bergerak dengan kecepatannya menghampiri satu demi satu para bandit itu, di mana hanya dengan satu ayunan pedangnya hampir pasti satu nyawa bandit ikut hilang.
Semua terjadi begitu cepat, hingga kini hanya tersisa sekitar dua orang bandit saja dari yang awalnya delapan orang.
“Berpencar, kita laporkan semua ini pada pemimpin," ucap salah satu bandit pada temannya, tidak memiliki keinginan melawan memang keduanya terlebih setelah melihat sendiri betapa mengerikannya Hao Zhao menurut mereka.
Kedua bandit yang tersisa sendiri dengan segera kembali memasuki rimbunan pepohonan tidak jauh dari ladang milik warga desa, membuat keduanya hilang dari pandangan Hao Zhao yang baru menebaskan pedangnya pada salah stau bandit yang menjadi targetnya.
“Pada akhirnya memilih lari?" Hao Zhao menaikan alisnya, tidak berpikir sama sekali untuk melepaskan satupun dari mereka termasuk kedua bandit yang mencoba kabur tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
mbah bin aja
bingung sama matematikanya thor, sekitar 2, kalau sekitar 20 orang masuk akal gak bisa ngitung cepat ,tapi kalau 2 , 3 orang gak usah pakai kata sekitar
2023-04-21
0
Ꮩווⲛⲛ࿐
mantap
2023-02-20
1
Banefoius_56
klo mo tempur dialognya lebih di sederhanain lagi Thor biar kesannya ga bertele-tele, saran aja sii
2023-02-18
1