Kedua bandit telah sampai tepat di hadapan Hao Zhao dengan sebilah kapak yang siap mereka ayunkan, di mana tidak lama senyum muncul di wajah keduanya merasa mereka sudah menang.
“Mari kita lihat, apa kau bisa menghindari kematianmu ini!"
Keduanya berbicara serempak seolah satu pikiran, sudah amat percaya diri Hao Zhao akan meregang nyawa di bawah ayunan kapak mereka.
Slashhh!!!
Tubuh kedua bandit itu terbelah dua, menyisakan bekas senyum mereka saja yang masih terlihat bahkan setelah kematian mereka.
“Bertarung saja bisa tidak? Tidak perlu berteriak seperti itu, membuat kupingku sakit saja." Hao Zhao dengan wajahnya yang tidak menunjukan banyak perubahan ekspresi, bahkan setelah melakukan satu hal yang mungkin menurut orang lain kejam.
Hao Zhao kembali memasukan pedang di sarungnya sebelum menghampiri gadis kecil yang masih menutup matanya tidak jauh dari sana, tentu saja setelah memastikan kedua bandit itu telah benar-benar tidak bernyawa.
Hao Zhao segera mengarahkan tangannya untuk mengelus lembut kepala gadis kecil itu pelan bermaksud menenangkannya, setelah menyadari wajah harap-harap cemas yang terus gadis kecil itu tunjukan.
Gadis kecil merasakan tangan yang menyentuh kepalanya terasa familiar akhirnya membuka mata. Setelahnya tersenyum lebar jelas lega, melihat penyelamatnya baik-baik saja.
"Kak, hiks ... terimakasih," ucap gadis kecil seraya membungkuk cukup lama dengan air mata yang telah berlinang.
“Tidak perlu berterimakasih seperti itu, lagipula kakak hanya kebetulan lewat saja saat melihatmu dikejar oleh dua orang jahat tadi," ucap Hao Zhao yang entah mengapa mulutnya terasa gatal setelah mengatakan kakak untuk menyebut dirinya sendiri.
“Tetapi tetap saja, jika tidak ada Kakak pasti aku sudah disakiti oleh dua orang jahat itu.... Eh?" Gadis kecil sempat menunjuk kedua bandit yang telah kehilangan nyawa, sebelum terkejut akan bagaimana kondisi jasad keduanya.
Sama sekali tidak layak untuk dilihat memang kedua jasad bandit itu, membuat si gadis kecil jelas tidak tahan melihat semua hal tersebut.
“Jangan lihat, sekarang biar kakak antar kamu pulang ke rumah." Hao Zhao dengan sigap segera menutup mata gadis kecil itu sebelum menggendongnya untuk dirinya bawa menjauh dari sana.
Gadis kecil sendiri baru diperbolehkan membuka matanya setelah Hao Zhao merasa sudah cukup aman untuk gadis kecil itu melakukan hal tersebut.
Di mana tepat setelah terbukanya mata gadis kecil tersebut, segera terkejut gadis kecil itu melihat Hao Zhao yang bergerak seolah melayang di udara pada setiap langkahnya.
“Kak, apa kakak merupakan seorang pendekar?"
Gadis kecil di gendongan Hao Zhao, menatap wajah Hao Zhao penuh kekaguman.
Hao Zhao hanya mengangguk pelan, tidak terkejut sama sekali dengan bagaimana gadis kecil itu bereaksi.
Seorang pendekar memang amat di anggap tinggi keberadaannya oleh setiap orang di benua itu, di mana setiap kisah pendekar kebanyakan di jadikan acuan untuk rakyat biasa agar anak atau keturunan mereka dapat menjadi salah satunya.
Menjadi pendekar berarti hidup makmur, itulah yang ada di pikiran orang awam yang ingin mengangkat standar kehidupan mereka untuk menjadi lebih baik. Meski ancaman menghilangnya nyawa hampir selalu menghantui seorang pendekar, tetapi pendapatannya yang terhitung besar bahkan untuk pendekar tingkat rendah, membuat kebanyakan dari mereka menghiraukan semua ancaman itu.
Meski tidak semua orang bisa menjadi pendekar karena untuk menjadi pendekar di butuhkan satu hal yang dinamakan bakat, hal tersebut tidak memutus harapan bagi setiap orang di benua itu khususnya para generasi muda untuk bisa menjadi salah satunya.
Untuk jelasnya, Hao Zhao sendirilah salah satu dari para generasi muda nyang dahulu memegang keinginan itu. Kini dirinya sudah berhasil mencapai semua harapannya bahkan melebihi itu semua, walau bersamaan dengan itu Hao Zhao harus menghadapi kenyataan yang tidak semanis bayangannya.
Banyak rekannya meninggalkannya baik itu karena kehilangan nyawa atau berkhianat darinya, membuat Hao Zhao lebih memilih berdiri teguh di bawah kakinya sendiri. Hal itulah yang membuat nama Hao Zhao bisa begitu besar, yaitu tekad kuatnya menghentikan semua omong kosong di dunia persilatan bernama peperangan.
Di mana inilah yang terus Hao Zhao pegang sebagai acuannya untuk dapat menjadi lebih kuat, adalah untuk menghentikan semua peperangan terkait perebutan sumber daya yang selalu kekaisaran juga para sekte bela diri lakukan.
“Tunggu, bukankah bandit berkepala plontos mengatakan sumber daya bukan lagi hal yang langka sekarang? Kalau begitu bagaimana dengan perangnya?" gumam Hao Zhao dalam diamnya, di mana lebih asik larut dalam pikirannya sendiri sebelum sadar kalau si gadis kecil terus berusaha memanggilnya sedari tadi.
“Kakak! Apa kau tak apa?" teriak gadis kecil ketika Hao Zhao terus saja tidak menanggapinya membuat gadis kecil itu khawatir.
“Oh, ada apa?" Hao Zhao yang entah mengapa merasa bersalah karena sempat menghiraukan gadis kecil itu.
Jujur saja Hao Zhao memang sudah begitu terbiasa melakukan perjalanan seorang diri selama ini, membuat Hao Zhao sempat melupakan fakta bahwa dirinya juga membawa gadis kecil itu bersamanya.
“Desaku sudah terlewat beberapa waktu lalu, apa kakak ingin menculikku?" Gadis kecil dengan sorot mata menyelidik, nampak mengembungkan pipinya tanda kesal.
“Eh? Apa? Tentu saja tidak." Hao Zhao cukup terkejut tentu saja menerima tuduhan yang tidak-tidak dari gadis kecil itu, walau memang rasa terkejutnya tidak diikuti ekspresi wajah yang senada, sebab Hao Zhao tetap memasang wajah tanpa ekspresinya.
“Hehe, aku hanya bercanda. Aku percaya pada Kakak, lagipula Kakak yang menyelamatkanku." Gadis kecil itu tertawa kecil, merasa puas karena sudah berhasil mengerjai Hao Zhao.
Hao Zhao sendiri setelahnya dengan segera bergerak ke tempat yang gadis kecil itu maksud, sebelum benar saja tidak jauh dari sana memang ada sebuah desa kecil yang di sekitar rumah warganya masih ada cukup banyak ladang.
Hao Zhao melihat itu semua jelas terkejut, tidak ingat dirinya kalau ada satu pun desa yang masih bisa tetap berdiri di tengah perang antara kekaisaran dengan kumpulan sekte bela diri.
Di mana hampir seluruh desa di kekaisaran seingat Hao Zhao, tidak ada satupun yang masih bisa utuh atau tidak terkena imbas dari pertempuran panjang tersebut.
Entah itu rata dengan tanah atau rumahnya yang kebanyakan telah usang akibat di tinggal pemiliknya melarikan diri, seharusnya menjadi pemandangan umum jika Hao Zhao melihat sebuah desa yang masih ditinggali.
Kini Hao Zhao melihat desa yang kebanyakan penduduknya masih bisa beraktifitas normal bahkan hingga bertani juga berkebun, tentu sama sekali bukan hal biasa di mata Hao Zhao yang telah terbiasa melihat penderitaan di mana-mana.
“Ada apa sebenarnya dengan semua ini? Kenapa semakin lama aku merasa semakin tidak mengerti terkait apa yang sebenarnya tengah terjadi?" gumam Hao Zhao, di mana setelahnya segera kembali larut dalam pikirannya sendiri.
“Di mana perangnya? Di mana juga sumber daya langkanya? Kenapa hanya ada situasi aneh tidak dapat dimengerti seperti ini yang aku temui di desa pertama yang aku kunjungi?" Hao Zhao dengan kepalanya yang entah kenapa mulai terasa sakit, membuat wajahnya yang sudah pucat menjadi semakin pucat karena rasa sakit itu.
“Tidak ... kenapa harus sekarang?" Hao Zhao yang mulai merasakan tanda-tanda kambuhnya luka dalam yang selama dideritanya.
Brukkk!!!
Hao Zhao harus ambruk tidak sadarkan diri setelah tidak mampu lagi menahan rasa sakit dari luka dalamnya. Membuat gadis Kecil yang awalnya tengah tersenyum lebar seraya menarik tangan Hao Zhao untuk mengajak Hao Zhao ke rumahnya, dengan segera merasa panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Haikal Akbar
Siipp
2023-02-02
2