Hao Zhao baru kembali ke rumah kepala desa setelah selesai mengitari desa yang seperti sudah menjadi kebiasaan sehari-harinya selama tinggal di sana.
Suasana desa yang tentram serta damai memang menjadi salah satu alasannya hingga Hao Zhao bisa merasa amat nyaman, belum lagi warga desa yang begitu baik serta ramah kepadanya membuat Hao Zhao merasa begitu diterima kedatangannya oleh mereka.
Meski memang kenyataan terkait dirinya yang baru sadar dari meditasi setelah dua ratus tahun masih mengganggu Hao Zhao, hal itu tidak terlalu membuat Hao Zhao terlarut. Memilih untuk lebih dahulu saja menikmati apa yang ada di hadapannya sebelum mencari kebenaran hal itu lebih jauh.
“Kedamaian desa ini sudah lebih dari cukup sebagai buktinya, kalau aku memang baru terbangun dari meditasi setelah begitu lama. Jika di tambah dengan informasi terkait sumber daya yang sudah tidak begitu langka sekarang, semuanya menjadi semakin masuk akal," ucap Hao Zhao.
Hao Zhao hanya berdiri di dekat jendela kamar tempat tinggalnya untuk merasakan terpaan angin menyentuh lembut wajahnya. Semuanya terasa begitu menyegarkan bagi Hao Zhao karena tidak perlu lagi mencium bau anyir darah yang terbawa angin, di mana hal tersebut merupakan apa yang selalu dirasakannya dahulu setiap kali menarik napas.
“Sebelum itu, desa ini meski tampak tenang dan tentram kenyataannya tidak seperti itu," gumam Hao Zhao, tiba-tiba teringat akan masalah bandit yang tengah menimpa desa tersebut.
Meski memang masyarakat desa seperti tidak terlalu memusingkan hal itu dan tetap menjalani kehidupan normal mereka, Hao Zhao bisa pastikan di lubuk terdalam hati mereka pasti tetap khawatir akan hal tersebut.
Belum lagi Informasi terkait Rong cucu kepala desa yang beberapa hari lalu sempat ingin di culik oleh para bandit telah tersebar di antara warga desa, yang mana hal itu pasti menimbulkan kekhawatiran akan sesuatu serupa yang mungkin akan kembali terjadi.
Di mana bersamaan dengan itu kabar mengenai Hao Zhao yang merupakan seorang pendekar juga pasti telah ikut tersebar bersamaan dengan informasi tersebut, membuat warga desa pastilah mengharapkan bantuannya untuk membantu situasi mereka.
“Mereka tidak berani menyinggung hal ini bisa jadi karena takut aku merasa kerepotan, tetapi jika sudah seperti ini ... biar aku bantu kalian meski kalian tidak sama sekali memintanya," ucap Hao Zhao, jelas merasa memiliki tanggung jawab akan apa yang tengah menimpa desa tersebut.
Di tambah Hao Zhao merasa berhutang pada warga desa, terkait kebaikan mereka yang membuat Hao Zhao bisa sekali lagi merasakan kehangatan serta keramahan setelah sekian lama.
“Untuk Rong dan Gao juga, ini untuk kalian."
Hao Zhao yang sudah merasakan sendiri kesan keluarga dari kakek dan cucu itu selama tinggal di sana, membuat Hao Zhao tidak bisa pergi begitu saja jika belum memastikan keduanya telah benar-benar aman.
Hao Zhao sendiri dengan segera mengambil pedang yang beberapa hari terakhir selalu di simpannya di dalam cincin yang selalu dirinya kenakan di jari manisnya, cincin itu tampak mewah juga elegan dengan warna biru muda berkilau.
Cincin Ruang namanya, di mana di dalam cincin tersebut seorang pendekar dapat menyimpan apapun ke dalamnya sesuai dengan kapasitas yang tersedia dari cincin Ruang itu sendiri.
Tidak banyak pendekar yang bisa memiliki cincin Ruang bahkan saat Hao Zhao masih dikenal sebagai Pendekar Pedang Harimau Surgawi dahulu, membuat keberadaannya begitu bernilai dan sering kali menjadi rebutan bahkan sumber awal perselisihan.
“Aku harap cincin ini tidak terlalu menarik perhatian di masa sekarang." Hao Zhao yang seperti sudah mulai berangsur menerima kenyataan, kalau dirinya memang sudah tidak lagi hidup pada zaman yang dikenalnya.
Hao Zhao sesaat setelahnya memutuskan segera keluar melalui jendela, berniat mencari markas bandit yang selalu menjadi ancaman untuk warga desa.
Hao Zhao memang sama sekali tidak memiliki maksud untuk lebih lama lagi tinggal di sana, sehingga ingin menyelesaikan semua masalah yang menimpa desa itu secepatnya.
Tidak berapa lama Hao Zhao melangkah dengan kecepatannya membuat Hao Zhao sudah keluar dari area desa dalam waktu cukup singkat, walau setelahnya langkah Hao Zhao harus terhenti sebab mendengar suara riuh dari dalam desa.
Itu masih pagi, di mana seingat Hao Zhao tidak pernah ada terjadi hal seperti itu di desa tersebut jika tidak ada hal buruk yang kemungkinan muncul sebagai pemicunya.
“Apa para bandit itu menyerang desa?" Hao Zhao dengan segera menggunakan tenaga dalamnya yang di sebar untuk memeriksa bagian dalam desa.
Benar saja, Hao Zhao merasakan beberapa orang tidak jauh dari posisinya memiliki tenaga dalam di tubuh mereka, yang mana jelas bukan warga desa sebab seluruh orang yang tinggal di desa tersebut merupakan orang biasa.
“Tamat riwayat kalian karena berani membuat masalah di desa ini."
Hao Zhao segera melesat cepat kembali ke desa, sebelum tidak berapa lama segera sampai di dekat tempat sumber keriuhan yang didengarnya.
Banyak warga desa dari mulai anak-anak hingga orang dewasa berhamburan untuk bersembunyi di rumah mereka. Anak-anak sebelumnya sempat asik bermain, sementara yang dewasa sedang bekerja di ladang saat menerima kabar kalau ada bandit yang datang.
Hao Zhao yang mulai familiar dengan keseharian warga desa di sana, jelas merasa terganggu dengan keberanian para bandit itu mengacaukan semua hal tersebut.
“Damai maka damai saja, itulah yang seharusnya. Bukan sedang damai malah kalian buat kacau." Hao Zhao dengan segera menyapu pandangnya untuk mencari letak pasti keberadaan para bandit itu dari atas sebuah rumah.
“Di sana." Hao Zhao sesaat setelahnya segera melesat ke arah dirinya melihat keberadaan para bandit.
***
Gao tengah berdiri di hadapan sekitar delapan orang dengan kapak di tangan mereka, di mana Gao ketahui kalau kedelapan orang itu merupakan bandit yang hampir selalu mengganggu ketentraman desanya dengan kekejaman mereka.
Gao meski takut tetap tidak memiliki pilihan lain, dengan ditemani cukup banyak warganya yang seluruhnya merupakan pria dewasa, Gao menghadang kedelapan bandit tersebut.
Maksud Gao melakukan itu adalah untuk mempertanyakan maksud kedatangan mereka, di mana jika ada sesuatu yang para bandit itu inginkan bisa Gao pertimbangkan untuk berikan asal tidak ada warganya yang harus menjadi korban.
“Hey, Pria tua. Menyingkir dari jalan kami jika tidak ingin terpenggal kepalamu itu!" seru salah satu dari kedelapan bandit tersebut.
Gao menerima ancaman sejenis itu dengan segera tentu merasa takut, mengetahui jika seorang bandit tidak pernah ragu melakukan apa yang dikatakannya membuat Gao memutar otak agar bisa meredam amarah para bandit itu.
“Kalian, mohon jangan bertindak seenaknya terlebih dahulu. Katakan apa yang kalian inginkan maka akan aku berikan, asal kalian berjanji untuk tidak mengacau lagi di sini," ucap Gao berusaha terlihat tenang.
“Hahaha!" tawa keras terdengar dari kedelapan bandit itu serempak, membuat suasana entah mengapa terasa semakin mencekam untuk Gao juga warga desa yang lain.
“Kau ingin memberikan apapun yang kami minta? Kalau begitu kumpulkan setiap wanita dan anak-anak yang tinggal di sini, berikan mereka pada kami!" seru salah satu dari kedelapannya, di mana sisanya hanya mengangguk setuju dengan senyum di wajah mereka.
“Tidak masuk akal!"
“Kalian pikir kami akan membiarkan hal itu terjadi!"
“Bandit biadab! Lebih baik kami mati dari pada harus melakukan apa yang kalian minta!"
Suara-suara tidak terima terdengar dari setiap warga desa, jelas alasannya kalau mereka tidak ingin ada hal buruk terjadi pada istri juga anak-anak mereka yang kebanyakan tengah bersembunyi di dalam rumah.
“Kalau begitu biar kami lakukan itu sendiri, setelah menghabisi nyawa kalian tentu saja," ucap salah satu bandit.
Kedelapan Bandit secara serempak bergerak setelahnya, ingin menikam setiap warga desa yang menghadang dengan kapak mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
mbah bin aja
200th tdk berubah fisik 🤔🤔🤔🤔🤔
2023-04-21
0
Haikal Akbar
Siipp
2023-02-02
2
Sandra Siregar
gak selesai2 masalah banditnya
2023-01-23
1