Menikahi Janda

Menikahi Janda

Kecelakaan

POV Tio

Melihatnya bahagia bersanding di pelaminan membuatku pun ikut tersenyum senang. Walaupun ada sudut hati yang terluka karena harus kembali memendam rasa bahkan di wajibkan menguburnya dalam-dalam.

Langkahku gontai keluar dari hotel tempat mereka melaksanakan resepsi. Bohong jika kini aku baik-baik saja. Setelah bertahun-tahun memberi perhatian bahkan selalu dekat walaupun jarak memisah, hingga kedua anak kembar yang memanggilku dengan sebutan Daddy sudah seperti darah dagingku sendiri dan kini tumbuh besar dalam pengawasanku sejak lahir.

Dan di hari ini, hatiku yang aku kira kuat. Bahkan sudah ku persiapkan beberapa hari lalu untuk menghadiri undangan pernikahan. Harus kembali patah melihat Sella berdiri melingkarkan tangannya pada lengan pria yang sejak awal ia cinta.

"Balik, nggak bisa gue berdiri terus disini."

Setelah mengucapkan selamat dan menyempatkan diri bertemu dengan si kembar. Aku segera keluar gedung dan masuk mobil untuk kembali ke apartemen, tempat dimana aku berkeluh kesah, tempat dulu Sella tinggal saat menghindar dari kakak iparnya.

Sepanjang perjalanan hanya ada wajah Sella dan segala harapan yang telah aku rangkai saat aku menimba ilmu di negeri orang. Cuaca pun mendukung hancurnya hatiku, gerimis membasahi ibu kota hingga jalanan begitu sepi senyap dan aspal yang basah begitu licin. Apartemen yang berlokasi jauh dari Jakarta membuatku harus memakan waktu untuk sampai di sana. Fokusku menurun tapi tak membuatku memutuskan untuk pulang kerumah kedua orang tuaku.

Dan bodohnya aku, terlalu larut hingga aku tak menyadari ada pengendara motor yang tiba-tiba memotong jalan. Aku yang terkejut membanting setir dengan kencang tanpa aku tau di depanku ada jurang yang sedang di kerjakan oleh para kontraktor untuk proyek pembangunan.

Tapi entah dari mana, ada sebuah mobil menghadang agar aku tak melewati pagar pembatas dan terjun sia-sia. Akan tetapi karena kebaikan sang pengendara, mobil orang itu harus ringsek tertabrak mobilku. Bahkan bagian depan membentur pagar pembatas hingga hampir loncat ke jurang.

Aku masih sadar kala itu, bahkan aku melihat jelas kejadian tabrakan akan ulahku yang tak hati-hati. Tapi sesaat kemudian kesadaranku menurun karena benturan di kepala yang cukup keras mengenai stir mobil hingga aku tak sadarkan diri.

Sempat mendengar keramaian dari luar dan ada yang mengetuk kaca mobilku sebelum aku benar-benar pingsan. Indera penciumanku juga begitu tajam merasakan asap yang mengisi rongga dada hingga aku tak kuat menahan sesak.

...----------------...

Malam itu malam yang tak terduga bagi Tio, kecelakaan yang menyeret orang lain hingga masuk ke UGD. Keduanya tak sama-sama mengenal tapi jika Tio sadar mungkin dia akan sangat berterima kasih karena orang tersebut telah menyelamatkan nyawanya.

Tapi akibat menyelamatkan sebuah mobil yang begitu kencang membanting setir dan lepas kontrol. Seorang paruh baya yang kebetulan baru pulang dari dinas luar kota tersebut harus koma bahkan di nyatakan kritis. Kakinya terjepit body mobil akibat hantaman mobil Tio dan kepalanya luka-luka akibat pecahan kaca mobil yang berhambur memenuhi wajah beliau. Belum lagi dada pria paruh baya tersebut terhantam stir mobil begitu kencang hingga banyak mengeluarkan darah.

Tio sudah di pindahkan di ruang VIP sesuai permintaan kedua orangtuanya. Sedangkan pria paruh baya itu di bawa keruangan khusus karena membutuhkan penanganan yang intensif. Mereka terpisah lantai dan ruangan. Tapi pihak keluarga sudah datang untuk memastikan dan menemani kedua korban kecelakaan tersebut.

"Papah..." seorang wanita datang dengan langkah berat, tubuhnya yang harus membawa beban tak membuatnya bisa berjalan cepat. Air mata terus mengalir sejak mendapat kabar jika sang papah kecelakaan dan kondisinya kini kritis. Wanita itu masuk ke dalam ruangan yang hanya di tempati sang papah dengan berbagai alat medis yang ada di sana dan menempel di tubuh pria paruh baya tersebut.

"Papah...." Isak tangis begitu pilu hingga tubuhnya bergetar mencengkeram sisi ranjang sebagai tumpuan tubuhnya yang begitu lemas. Melihat raut wajah sang papah yang begitu banyak bekas luka dan lilitan perban di kepala dan kaki membuat dadanya begitu sakit. Hanya papah yang ia punya, tapi kini sang papah tengah kritis bertaruh nyawa.

"Kenapa bisa begini Pah? papah harus kuat, bertahan demi Ceri Pah, Ceri sudah tak punya siapa-siapa lagi selain papah. Papah semangat sembuh ya Pah..." Lirihnya dengan suara tercakat.

Dunia Ceri seakan runtuh untuk yang ke dua kalinya, pertama meninggalnya suami yang baru beberapa bulan lalu meninggalkan satu anak laki-laki dan seorang anak yang ia kandung saat ini. Sekarang harus melihat sang papah yang tengah terbujur lemah di ranjang rumah sakit dengan luka yang hampir memenuhi tubuh beliau.

Cobaan apa lagi yang harus ia terima, begitu sulit hidupnya untuk tenang dan merasakan bahagia. Selalu ada saja yang membuatnya menangis terluka.

Ceri yang seorang single mother, harus segera pulang saat pagi menjelang. Dia menitipkan sang papah pada perawat yang berjaga di pagi ini. Sebelumnya Papah juga sudah di periksa oleh dokter yang mengatakan jika kondisinya belum ada kemajuan.

Sudah tentu kekhawatiran terus melekat, ia menatap sang papah, kemudian mencium kening beliau.

"Ceri pulang dulu ya Pah, kasian Regan di rumah pasti mencari-cari kita tak ada Pah. Papah segera sadar ya, nanti Ceri akan datang lagi. Tapi Ceri mohon, ketika Ceri datang papah sudah bangun ya Pah."

Ceri tersenyum tipis, dia tau kemungkinan sang papah cepat sadar itu tipis. Tapi harapannya begitu besar hingga membuatnya tak putus semangat.

Ceri melangkah keluar dengan langkah gamang, sesekali ia menoleh ke belakang dimana sang papah masih setia dalam lelapnya. Begitu berat meninggalkan, tapi tak ada pilihan lain, ia mengingat bocah lima tahun yang akan berangkat sekolah. Jika tak ada dirinya, sudah pasti akan merajuk dan tak tak mau pergi.

Sesaat setelah Ceri pergi, dua pasang suami istri masuk keruangan tersebut. Mendengar penjelasan dari beberapa saksi dan keterangan polisi yang mengatakan jika sang anak di selamatkan oleh sebuah mobil yang tumpangi seorang pria paruh baya. Kini mereka ingin melihat kondisi beliau yang ternyata koma.

"Pah," sang mamah menatap Iba pria paruh baya dengan banyak luka.

"Kasian mah, tapi jika tidak ada bapak ini mungkin putra kita satu-satunya yang akan mengalami ini semua, bahkan mungkin lebih. Tapi papah seperti pernah liat orang itu mah, dimana ya..."

Kedua orang tua Tio saling beradu pandang, mereka mencoba mengingat-ingat. Agak sulit karena wajah yang terkena serpihan kaca meninggalkan luka. Terus mengingat karena keduanya yakin pernah bertemu.

"Mah, dia Bima Nugraha..."

Sang mamah menutup kedua tangannya, seketika ingatannya berlari ke masa 25 tahun yang lalu, mengingatkan kepahitan tentang hidupnya yang sempat di usik oleh seorang wanita.

"Papah yakin?"

Papah menganggukkan kepalanya, "hhmm...papah ingat betul siapa dia, walaupun sudah lama tidak berjumpa. Kita berhutang nyawa padanya mah, dia orang baik, dia telah menyelamatkan keluarga kita dan nyawa anak semata wayang kita."

Mamah hanya diam, tak menyangka jika yang menolong anaknya adalah orang yang ia kenal dulu dan juga menolong keluarga dari ancaman keretakan rumah tangga.

...****************...

Hai ...hai... di awal cerita aku kasih POV dari Tio dulu ya, biar kalian yang sudah membaca cerita Jangan Salahkan Suamimu Mencintaiku mengingat kembali dengan sosok Tio yang mencintai Sella.

Jangan lupa like, coment, dan vote 🤗

Terpopuler

Comments

Susi Lawati

Susi Lawati

mau lnjut dulu

2024-07-30

0

Wy Ky

Wy Ky

ok

2024-06-06

1

Yani

Yani

Mampir ah...

2024-06-04

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!