Berteman

"Mamah...." Regan berlari saat melihat sang mamah yang masuk kerumah dengan di bantu oleh Tio dan mamahnya. Bocah 5 tahun itu masih bingung dengan keadaan rumah yang tiba-tiba ramai dan seseorang yang tertidur di tengah-tengah ruangan sama persis dengan sang Papah.

"Regan...." Ceri bersimpuh di depan sang putra, kakinya melemah saat melihat wajah polos itu menatapnya.

"Mamah kenapa menangis?"

"Nggak apa-apa sayang. Regan sudah makan?" lirih Ceri.

"Sudah Mah, itu siapa? kenapa sepelti Papah dulu? Tidur di tengah-tengah sepelti itu, banyak olang-olang datang, kenapa mah?"

Ceri memejamkan mata, ia tak sanggup untuk berucap. Tubuhnya bergetar, Isak tangis yang ia tahan sungguh menyesakkan.

"Mah..."

"Regan boleh lihat sendiri nak..." Ceri tak sanggup menjelaskan, Regan juga tak akan berhenti bertanya andai belum juga mendapatkan jawaban.

Bocah kecil itu mendekati jenazah Opanya, melangkah perlahan dan membuka kain penutup muka. Matanya melebar dengan tangis yang pecah.

"Opa......"

"Opa bangun Opa, bangun! jangan bobo sini Opa. Nanti Opa sepelti Papah nggak balik lagi pulang kelumah Opa. Ayo main sama Legan aja."

Semua yang ada di sana menangis melihat anak kecil itu begitu sedih berteriak dan menangis memanggil Opanya yang sudah tiada. Hingga Ceri pun tak kuasa dan kembali tak sadarkan diri.

Tio yang sudah melangkah mendekati Regan di buat bingung harus menolong siapa di antara keduanya. Dia sendiri tidak tega dengan bocah yang masih menangis meminta Opanya untuk bangun dan bermain.

Tio mendekati Regan saat melihat sang Papah menolong mamah yang sedang membawa Ceri menepi di pinggir ruangan agar tak mengganggu orang-orang yang akan bertakziah. Pria itu merangkul bocah 5 tahun dengan sayang. Rasa bersalah semakin terasa di jiwa, karena dirinya membuat ibu dan anak semakin menderita.

"Namanya Regan ya?"

Regan menoleh ke arah Tio, "iya Om."

"Kenalkan nama Om, Tio!" Tio mengulurkan tangannya dengan ukiran senyum di wajah. Regan menyambut tangan Tio di sela Isak tangisnya.

"Mau berteman nggak sama Om?"

"Om olang baik apa olang jahat?" tanyanya lagi.

Tio ingin tertawa, batu pertama dekat sudah buat gemas. "Orang baik donk, Om temannya mamah kamu. Ini siapa?"

"Kalo gitu Legan mau, ini Opa Legan. Opa Legan kayak Papah. Nanti bobonya nggak bangun-bangun. Lumahnya jauh nggak disini lagi. Legan tinggal beldua aja sama mamah, nanti kalo mamah sakit Legan nggak bisa bawa mamah ke lumah sakit kalna badan Legan masih kecil." Anak itu semakin menangis hingga Tio menggendongnya dan membawa keluar rumah.

"Jangan nangis lagi ya, kalo mamah sama Regan kesusahan kan ada Om Tio. Regan bisa hubungi om Tio."

"Memang Om Tio mau bantu Legan sama mamah?"

"Mau donk, kan kita udah berteman. Regan bisa telpon Om. Tapi ada syaratnya!"

"Apa om?"

"Regan nggak boleh sedih lagi, nanti setiap Om libur Regan Om beliin es krim. Gimana?"

"Iya Om, Legan mau." Regan begitu antusias dan berhenti menangis.

" Terus Regan harus belajar ucap huruf R".

"L."

"R."

"Erl." Tio tertawa melihat Regan yang lucu dengan ekspresinya.

Pemakaman sore ini diliputi kesedihan yang mendalam, Ceri yang di minta oleh mamah Tio untuk tetap di rumah karena kondisinya yang lemah bersikeras untuk tetap ikut.

Mencoba untuk tetap kuat, Ceri menyaksikan prosesi penguburan sang Papah. Untuk ketiga kalinya Ia kehilangan orang yang ia sayang. Dan untuk ketiga kalinya ia melihat jelas prosesi penguburan secara nyata. Sesak di dada ia coba untuk bertahan. Sejak tadi mamah Tio berada di sampingnya mengusap punggung Ceri memberi ketenangan.

Sedangkan Tio dan Papahnya berada di belakang mereka dengan Tio yang menggendong Regan.

Di atas batu nisan dan tanah yang masih basah, Ceri menumpahkan segala pilu di hatinya. Hati yang patah semakin hancur kala penguat hidup telah tiada. Orang yang selama 15 tahun lebih menjadi sosok ibu dan ayah. Orang yang selalu menghangatkan suasana dan orang yang begitu kuat menahan sedih kala melihat sang buah hati mengalami kepahitan. Kini tinggal kenangan.

Langit semakin gelap, tapi tak membuat Ceri ingin beranjak. Hingga Tio yang kembali setelah menidurkan Regan di mobil merasa sesak melihat kekalutan Ceri.

"Ayo pulang!"

"Aku bisa pulang sendiri."

"Loe udah jadi tanggung jawab gue Ceri, gue udah janji sama almarhum Pak Bima. Jadi jangan buat gue semakin merasa bersalah. Ayo pulang, Regan udah tidur di mobil."

Ceri memejamkan mata, ia lupa akan janjinya dengan Papah. Melirik Tio sekilas, kemudian beranjak dari sana.

Kedua orang tua Tio sudah kembali kerumah Ceri sejak tadi, ia ingin membantu acara pengajian nanti bada isya. Kini keduanya sudah dalam perjalanan pulang, Ceri diam dengan air mata yang sudah mengering. Sedangkan Tio diam dengan pikirannya sendiri.

Hingga mobil sampai di halaman rumah Ceri dan berhenti dengan sempurna di sana. Tio turun dan segera mengangkat tubuh Regan yang masih terlelap untuk ia pindah ke kamarnya.

"Dimana kamar Regan?"

"Ada di atas di sebelah kamarku."

Tio merebahkan tubuh mungil Regan di atas ranjangnya kemudian keluar kamar setelah mengusap lembut kepala bocah kecil itu.

Ceri naik ke atas ingin beristirahat setelah tadi mamah Tio memintanya untuk ke kamar karena Ceri yang tampak pucat. Sempat bertemu dengan Tio saat berjalan di undakan tangga, Ceri yang hanya diam membuat Tio pun segan untuk menyapa hanya menghentikan langkahnya sampai suara pintu kamar Ceri terdengar.

Bada isya di rumah besar peninggalan sang Papah ramai dengan para tetangga dan kerabat yang berbondong-bondong datang untuk mengikuti pengajian. Hati Ceri semakin sesak kala nama sang Papah di sebut dengan awalan almarhum. Hingga berulangkali ia menarik nafas dalam agar tangisnya tak kembali pecah.

"Ceri, Tante dan Om pulang dulu ya. Besok kami kesini lagi, kamu istirahatlah kasian bayi kamu seharian ini merasakan mamahnya yang bersedih."

"Iya Tante terimakasih atas perhatiannya. Dan terimakasih sudah membantu Ceri mengurus semuanya."

"Sudah kewajiban kami sebagai calon mertua kamu nak!"

Ceri menundukkan kepala, ia masih merasa seperti mimpi memiliki calon mertua serta calon suami dalam waktu kurang dari 24 jam.

"Makasih Tante."

"Apa mau di temani Tio?" tanya Om Juna.

"Tidak usah Om, terima kasih."

Setelah kedua orang tua Tio masuk ke dalam mobil. Kini tinggal menyisakan Tio yang sejak tadi menatap Ceri dari jauh.

"Gue balik."

"Iya."

"Sekali lagi gue minta maaf." Tio kembali meminta maaf dan dijawab anggukan oleh Ceri.

Ceri menarik nafas dalam setelah melihat mobil Tio sudah pergi. Tak ada niat untuk menikah lagi apa lagi harus bersuamikan teman SMA yang dulu juga mengenalnya. Masa lalunya yang buruk membuatnya takut jika nanti akan di rendahkan kembali oleh suaminya.

Terpopuler

Comments

Samsia Chia Bahir

Samsia Chia Bahir

😭😭😭😭😭😭😭😭😭

2024-03-05

0

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

nysek ah,mnguras jiwa dan air mata

2024-02-26

0

Ika Ratna

Ika Ratna

aq benci part ini.. tp aq nangis di bagian ini😭😭😭

2024-01-26

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!