Membayar Nyawaku

"Assalamualaikum Papah....Pah, bagaimana hari ini?"

"Pah, tadi Ceri habis memeriksa kandungan. Alhamdulillah anak Ceri sehat. Cucu Papah perempuan Pah, dua bulan lagi dia lahir ke dunia. Ceri berharap Papah sudah sadar dan bisa melewati semuanya Pah." Ceri menahan tangisnya, dia tak ingin kembali bersedih di depan sang Papah.

Hingga tiga jam ke depan Ceri kembali pulang untuk menjemput Regan di sekolah. Wanita berhijab dengan gamis yang melekat di tubuhnya itu pamit dan segera meninggalkan rumah sakit.

Tak berselang lama Tio masuk keruangan tersebut. Dia memutuskan untuk mampir setelah melakukan cek up kesehatan. Masuk bersama sang mamah, mereka jalan mendekat.

"Mah, masih sama..." lirih Tio dengan rasa bersalah yang membuncah.

Mamah tak menjawab, dia hanya mampu menarik nafas dalam. Beliau pun menatap iba, pria yang menolong sang putra belum kunjung sadar. Bahkan kini tubuhnya semakin kurus saja.

"Om, maafkan Tio. Tio membuat hidup om seperti ini. Sadarlah om, Tio akan menganggap Om seperti Papah Tio sendiri." Tio menundukkan kepalanya, tak tau harus bagaimana lagi. Dokter pun tampak sudah angkat tangan dan hanya meminta pihak keluarga untuk banyak-banyak berdoa agar ada mukjizat yang datang menyembuhkan Pak Bima.

"Tio, lihat itu nak!" seru Mamah mendekat. Tio pun menengadahkan kepalanya melihat ada air mata di sudut mata beliau. Di tambah lagi jemari beliau yang mulai bergerak.

"Mah, lihatlah Mah!"

"Iya nak," keduanya memperhatikan. Hingga kedua mata Pak Bima terbuka perlahan.

"Mah, Tio panggilkan Dokter dulu ya." Tio yang panik keluar kamar dan memanggil dokter. Padahal ada tombol khusus di ruangan tersebut. Dokter segera berlari untuk memeriksa Pak Bima. Tio dan Mamah menepi saat Dokter mulai melakukan pemeriksaan.

Pak Bima masih tampak diam, mungkin ia masih menyesuaikan keadaan. Hingga dokter selesai memeriksa, Pak Bima masih diam.

"Bagaimana keadaan Pak Bima Dok?" tanya mamah.

"Belum banyak perkembangan, tapi kita harus banyak bersyukur karena Pak Bima sudah melewati masa kritisnya."

"Makasih ya Dok."

"Kalo begitu saya memeriksa pasien yang lain dulu, jika ada apa-apa dengan Pak Bima segera panggil saya."

"Baik Dok."

Tio mendekati Pak Bima, menatap wajah sendu yang mulai menatapnya. Hingga senyum Tio mengembang.

"Om, ini Tio. Tio yang sudah Om selamatkan dari kecelakaan yang menimpa Tio sebulan yang lalu. Maaf Om karena Tio, Om menjadi seperti ini. Dan Tio juga mau mengucapkan terimakasih kepada Om karena sudah menolong Tio."

Pak Bima meneteskan air mata, ia masih memandang Tio dengan perasaan yang berkecamuk di dada.

Setelah mamah Tio menghubungi sang suami, beliau segera mendekat. Mata Pak Bima membola menandakan keterkejutan saat melihat Mamah Tio.

"A..a..Arsita!"

Tio tercengang saat nama sang mamah terlontar dari bibir Pak Bima. Di tambah lagi dengan sikap mamah yang biasa saja tak terkejut sama sekali.

"Iya Pak Bima."

Air mata Pak Bima kembali menetes, matanya bergerak lemah masih tak menyangka. "Maafkan istriku Arsita, semua perlakuannya sudah terbalaskan pada putriku. Putriku yang menderita selama ini." Pak Bima berbicara dengan suara terbata.

"Aku sudah memaafkan istrimu, jangan di jadikan pikiran. Sekarang yang terpenting kamu sembuh dan bisa sehat lagi seperti sediakala."

"Makasih..."

Tio masih tak menyangka jika kedua orangtuanya memiliki masa lalu dengan Pak Bima.

"Nak..." Pak Bima menatap Tio dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Iya Om..."

"Boleh Om minta tolong padamu?" lirihnya dengan terbata.

"Katakan Om, Tio berhutang nyawa pada Om. Sebisa mungkin akan Tio lakukan," ucap Tio bersemangat.

"Tolong nikahi putriku, ia tak punya seseorang sebagai tempat bersandar jika aku tiada. Setidaknya menikahlah demi kedua cucuku."

deg

Tio tercengang mendengar permintaan Pak Bima, begitupun dengan mamahnya. Mereka berdua terdiam, hingga Pak Bima kembali berucap.

Beliau kembali meneteskan air mata, "dia seorang janda yang ditinggal mati suaminya. Anaknya masih kecil. Hanya aku yang ia miliki. Om mohon nak!" ucap Pak Bima semakin lemah.

Tio menatap sang mamah, ia tak tau harus bagaimana. Kecelakaan yang membuatnya harus berhutang nyawa dan kini ia di minta untuk menikahi seorang janda yang sama sekali ia tak kenal.

Melihat Pak Bima dengan air mata yang terus menetes membuat Tio tak tega, apa lagi sorot matanya mengisyaratkan banyak beban yang ia pikirkan.

"Nak...."

Tio menarik nafas dalam, menoleh ke arah sang mamah yang juga menangis menatap iba. "Ikuti kata hatimu nak."

Berat bagi Tio untuk memutuskan, hingga ia tak sanggup menatap masa depan jika harus menikahi putri pak Bima.

"Nak, anggaplah ini cara kamu untuk membayar nyawaku."

Mata Tio membola mendengar ucapan Pak Bima. " Om..." Tio menatap Pak Bima yang sudah semakin lemah. Bahkan suaranya pun semakin lirih terdengar.

Pria itu memejamkan mata sebelum akhirnya menjawab. "Iya Om, Tio akan menikahi putri Om. Tapi bertahanlah om..."

"Gue pikir Pak Bima nggak punya siapa-siapa, setiap gue kesini nggak pernah ada keluarga yang menjaga. Tapi ternyata beliau mempunyai seorang putri, siapa anak yang tega membiarkan Papahnya sendirian di rumah sakit...."

Pak Bima menyunggingkan senyum, dengan air mata haru ia mengucapkan terima kasih. Hingga suara pintu terbuka membuat mamah dan Tio tercengang. Sang Papah datang bersama dengan wanita yang sedang hamil. Yang ternyata ia kenal dan tadi pagi sempat bersinggungan.

"Papah...." Ceri mendekat dengan langkah susah payah, hingga Arsita yang tak tega meraih lengannya dan mengantar untuk mendekat.

"Alhamdulillah Papah sudah sadar Pah." Ceri menangis di dada sang Papah, ia memeluk Pak Bima dengan tubuh yang bergetar.

"Jangan menangis nak, kasian anakmu. Kalian harus sehat," lirih Pak Bima.

"Iya Pah, Papah Ceri minta maaf tadi saat Papah membuka mata Ceri tak ada di sisi Papah. Ceri menjemput Regan di sekolah Pah."

Pak Bima tersenyum, dia bersyukur masih di beri kesempatan untuk melihat putrinya. "Sampaikan salam dari Papah untuk Regan."

"Iya Pah..." Ceri merenggangkan pelukannya, mengusap lembut air mata Papah yang masih menetes. "Papah jangan sedih, papah akan sembuh dan kita bisa sama-sama lagi."

"Nak, menikahlah!"

Ceri terpaku mendengar ucapan Pak Bima. "Maksud Papah?"

"Waktu papah tak akan lama lagi nak, Papah minta kepadamu menikahlah agar nanti ada pria yang akan menjaga putri dan cucu papah."

Ceri dengan cepat menggelengkan kepala, air matanya kembali terurai mendengar ucapan sang Papah.

"Papah akan sembuh, Ceri janji akan menjaga dan merawat Papah. Papah nggak boleh bicara seperti itu Pah."

"Nak, Papah mohon...." lirih Pak Bima. Dadanya mulai sesak, membuat nafasnya tersengal dan begitu berat.

"Pah, Papah harus banyak istirahat. Jangan bicara seperti itu lagi ya."

"Nak, Papah mohon. Ini permintaan terakhir Papah. Menikahlah dengannya nak. Dia pemuda yang Papah tolong dan mungkin dia adalah orang yang Allah kirim untuk putri Papah."

Ceri menegakkan tubuhnya, Ia belum sadar jika sejak tadi Papah tidak sendiri. Ceri melihat satu persatu orang yang ada di kamar inap Papahnya, mulai dari Pak Juna yang tadi menyempatkan diri untuk memberi kabar jika Papahnya sudah sadar. Kemudian pandangannya melihat ke arah mamah Tio yang menatapnya dengan tatapan sendu. Dan berakhir pada seorang pemuda yang ia kenal.

"Tio..."

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

let flow

2023-02-08

1

Azzahra Asyilla

Azzahra Asyilla

almarhum suaminya hanya mencintai sella,sekarang d jodohkan dengan Tio juga yang begitu mencintai sella,,aku jadi deg²an nih ceri yang d suruh nikah aku yang takut,takut ceri hidupnya menderita lagi seperti pernikahan sebelumnya

2023-01-04

1

Farfadh

Farfadh

tolong thor jgn bikin aku bingung mau ngegift yg mana. semua ceritanya bagus🤐

2023-01-03

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!