Mengganti Popok

Setelah selesai menuntaskan hajatnya, Ceri di bantu kedua perawat kembali ke ranjang. Sempat melirik Tio yang kemudian beranjak dari duduknya dan menghampiri. Kesal, tapi apa yang Tio lakukan ada benarnya. Ia menjaga walaupun dalam keadaan darurat.

"Udah Sus, nich gue mah Baek!" Tio memberikan dua lembar uang kertas berwarna merah pada satu persatu karyawan tersebut.

Ceri melihatnya hanya menggelengkan kepala, hanya membantu ke toilet saja di kasih uang segitu banyak.

"Waaahhhh makasih loe mas ganteng, besok kalo butuh apa-apa lagi panggil kita berdua aja ya."

"Keenakan loe! udah sono balik kerja, jangan kelamaan disini gabut loe berdua!" celetuk Tio.

Keduanya segera keluar dari kamar Ceri, sempat mengucapkan terimakasih pada Ceri dan mendoakan untuk kelangsungan rumah tangga mereka.

"Udah malam, tidur sana! Nanti kalo anak loe bangun, loe gue bangunin."

"Hhmm....." Ceri segera merebahkan tubuhnya. Ia sangat lelah hingga tak butuh waktu lama sudah tertidur lelap.

Tio kembali membuka laptop, meneruskan pekerjaannya yang tadi sempat terjeda. Hingga jarum jam menunjukkan pukul 1, ia melirik ke arah boks bayi. Bayi yang belum sempat di beri nama ini begitu gelisah. Tio yang penasaran segera mendekat.

"Kenapa baby? mau nen? apa mau pipis?" Tio mengusap lembut pipi gembulnya hingga gemas dan mengecup dengan menahan geregetan.

"Lucu banget sich kamu kayak Abang kamu!"

Tio kembali memperhatikan gerakan bayi itu yang terlihat tidak nyaman. Kemudian ia mengecek kondisi bedongnya yang ternyata sudah basah.

"Ouw kamu pipis, minta di ganti ya! bentar Om minta tolong mamah dulu ya."

Tio menoleh ke arah Ceri yang masih tertidur nyenyak, ingin membangunkan tetapi tak tega. Ceri baru tidur 2 jam, dan kini sedang nyenyak-nyenyaknya.

"Sama Om aja dech ya, tapi diem jangan pecicilan. Nanti om kesulitan, malah jadi bangunin mamah, kan kasian seharian berjuang ngeluarin kamu!"

Tio membuka pintu boks bayi tersebut agar lebih mudah menggantikan popoknya. Membuka gedongan yang membungkus tubuh bayi itu dan menarik tali popok kain yang mengikat di pinggulnya.

"Lepek banget ya, berapa liter ini pipisnya?"

Tio meringis saat meraih popok yang basah kemudian memasukkan ke dalam ember kotoran.

"Ya Allah dek, ini baju ngapa basah semua begini. Kamu mandi pipis? ini om bongkar semua, tapi nanti pas pakeinnya harap kerja sama dengan baik ya!"

Tio membuka kancing baju dan kembali memasukkan baju kotor itu ke ember. Mengambil waslap yang ia beri sedikit air untuk membersihkan tubuh dan tidak lupa memberikan minyak telon.

"Eh diem! Om lap dulu bentar, ntar bobonya gatel donk kalo nggak di lap. Jangan jorok dech masih kecil!"

"Dingin kali ini lap ya, makanya nggak bisa diem dianya. Tapi pinter sich nggak nangis, sabar ya nanti om kasih minyak angin biar anget. Eh salah minya telon dek, sorry-sorry di kata mau kerokan ya dek pake minyak angin."

Setelah wangi kembali Tio memakai kan baju yang baru. Memasukkan satu persatu tangannya dengan hati-hati dan tak ketinggalan gumaman demi gumaman terus keluar dari bibirnya.

"Tangannya satu lagi gimana ya, aduh ini anak masih lembek banget lagi mau di angkat polosan begini. Gue ngeri salah urat pas mindahin posisinya. Miring bentar ya dikit aja biar Om bisa geser bajunya. Oke!"

Tio berusaha keras, dia juga hati-hati takut menyisakan nyeri di tubuh bayi itu. Pengalaman pertama dan mungkin latihan menjadi ayah siaga. Berhasil memakaikan baju, kini ia beralih ke popok kain yang mengharuskan dirinya memindah si bayi sedikit.

"Hiiihh ngeri amat, sampe ngilu gue. Beda kalo lagi di bungkus, udah kayak kepompong. Diem-diem ye.....loe jatuh gue di salahin banyak orang ntar!"

Berhasil memindah walaupun dengan tangan gemetar, hingga keringat di dahi bercucuran. Pengalaman yang mendebarkan bagi Tio, mengalahkan saat berusaha memenangkan tender.

"Giliran di gedong, terus gimana ini gue kagak ngarti!" Tio tampak berpikir, di bungkus ngasal tapi nanti hasilnya nggak rapi. Mau rapi tapi dia tidak tau caranya. Hingga pilihan terakhir, membuka YouTube dan melihat tutorial disana.

"Jadi Ibu seribet ini ya, tau gitu gue dari kecil nurut nggak bantah mamah."

Tio terus berusaha hingga gedong membungkus bayi itu dengan rapi, senyuman terbit dari bibirnya melihat pekerjaanya selesai dengan hasil yang memuaskan.

"Perfect! nah bobo lagi ya. Udah anget kan? udah lah masak belum, udah kayak lemper begini. Sini om Tio gendong, kalo gini kan enak gendongnya...."

Tio menidurkan kembali bayi itu dengan sayang, ada getaran di hati saat melihat wajah yang sekilas mirip dengan mamahnya. Sempat melirik ke arah Ceri yang tertidur begitu pulas. Anak-anak yang akan dekat dengannya. Tapi tak untuk mereka berdua yang masih kokoh berdiri di belakang tembok penghalang yang mereka bangun sendiri.

Hampir subuh Ceri terbangun dari tidurnya. Menoleh ke arah boks bayi dengan senyum mengembang. Ia turun dari ranjang, sempat heran kenapa semalam anaknya tak menangis dan membangunkan dirinya.

"Loh, kok ganti bukannya semalam pakai warna pink ya.." Ceri melirik ember kecil yang ternyata sudah ada isinya. Pakaian kotor si kecil yang di pakai semalam. Kemudian Ceri menoleh ke arah Tio yang tertidur di sofa.

"Dedek di gantiin Om Tio ya, maaf ya mamah semalam nggak bangun. Habis ini kita mimik susu, mamah mau mandi dulu sebentar ya."

Setelah membersihkan diri kemudian di bantu suster memandikan si kecil kini Ceri duduk di kursi memberi ASI. Rasa syukur ia ucapkan di setiap hisapan yang menimbulkan rasa perih di ujung sumber kehidupan si kecil.

Hingga dokter masuk untuk memeriksa dan memberikan hasil yang selama ini Ceri tunggu-tunggu.

"Dok...."

"Iya, di letakkan dulu aja bayinya di dalam boks."

"Iya Dok," Ceri merebahkan tubuh si kecil kedalam boks kemudian ia kembali ke ranjangnya untuk melakukan pemeriksaan.

"Sudah sehat semua ya, bayinya juga sehat. Nanti akan di beri imunisasi pertama. Kemudian untuk Ibunya juga sudah sehat. Tinggal pelan-pelan penyembuhan luka jaitan."

"Iya Dok makasih, lalu bagaimana hasilnya dok? apa sudah ada?"

Dokter menganggukkan kepala, memberi amplop hasil laboratorium yang Ceri tunggu-tunggu selama ini.

Ceri menerima amplop itu dengan tangan gemetar, hidup dia dan bayinya di tentukan dari hasil pemeriksaan yang ada di dalamnya.

"Jangan tegang begitu, rileks saja. Di buka dan di baca pelan-pelan, saya tau gimana perasaan kamu. Ini sesuatu yang kamu nantikan dan yang kamu takutkan selama ini."

"Iya Dok," lirih Ceri.

"Saya tinggal dulu ya, saya mau periksa pasien yang lain. Jika sudah benar-benar sehat nanti sore kamu sudah bisa pulang."

"Baik, makasih Dok."

Sepeninggal Dokter, Ceri mencoba tegar. Ia membuka amplop tersebut dengan perasaan gamang. Memejamkan mata saat lipatan kertas di dalam amplop itu ia buka.

"Kuat....kuat... bismillah.." Ceri membuka mata, membaca setiap kata yang tertulis hingga air matanya luruh setelah tau hasil dari kesehatan keduanya. Tubuh Ceri bergetar menahan Isak tangis. Hingga suara Tio membuatnya terkejut dan memasukkan kembali kertas itu kedalam amplop.

"Kenapa nangis?"

Terpopuler

Comments

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

negatif

2024-02-26

1

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

Masya Allah tio sbnrnya hti kmu baik dan pnyanyang

2024-02-26

0

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

M⃠𝓦⃟֯𝓓🍁Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❣️Ꮶ͢ᮉ𓆌

emg ngeri sih mgg bayi bru lhir,tkt tlangny patah/Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-02-26

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!