Julio nampak terkejut mendengar perintah yang diberikan Vladimir, begitu pula dengan burung gagak peliharaannya yang tiba-tiba bersuara nyaring.
"Anda yakin saya harus...menghabisi Pangeran Duncan?" tanya Julio memastikan.
"Dia bukan pangeran! Keberadaannya tidak pernah diakui di kerajaan vampir. Dia tidak layak mendapatkan gelar itu."
"Maafkan saya, Pangeran. Lalu kapan saya harus berangkat ke dunia manusia?" tanya Julio memastikan.
"Detik ini juga. Gunakan seluruh kemampuanmu dan burung gagak itu untuk melacak keberadaan Duncan. Kalau kau sudah berhasil, segera laporkan kepadaku."
"Baik, Pangeran."
Vampir yang terkenal sebagai pembunuh sadis itu pun berubah menjadi pusaran angin, lalu berputar cepat meninggalkan Vladimir. Seiring dengan kepergiannya, tubuh Vladimir juga perlahan-laham menghilang. Ia hanya menggunakan tubuh pengganti untuk menemui Julio, sedangkan tubuh aslinya bersemayam di dalam kastil.
Begitu selesai bicara dengan Julio, Vladimir langsung membuka mata. Tubuh bagian atasnya yang dipenuhi otot sedikit menghangat, tidak dingin seperti biasanya.
Ketika ia mengakhiri meditasi, terdengar suara seseorang memanggilnya dari balik pintu.
"Pangeran, semua sudah hadir dan menunggu Anda di ruang pertemuan."
"Baiklah, aku akan ke sana sekarang," ujar Vladimir menyambar kemejanya yang tersampir di kursi.
Setelah mengenakan baju dan jubah, pangeran vampir itu berjalan keluar. Derap langkahnya terdengar menggema, memenuhi seluruh dinding dan lorong kastil.
Diikuti sang pelayan, Vladimir memasuki ruang pertemuan yang sudah dipenuhi oleh puluhan vampir. Rata-rata mereka berasal dari kalangan bangsawan dan ksatria. Namun, ada juga yang merupakan vampir ganas dari luar istana. Sontak mata mereka semua tertuju kepada Vladimir, apalagi saat ia duduk dengan gagah di kursi kebesarannya.
Mereka pun membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada calon raja muda tersebut.
"Terima kasih atas kehadiran kalian. Aku menganggap semua yang hadir di sini sepemikiran denganku. Kita membutuhkan raja baru yang mampu membangkitkan kekuatan klan vampir. Sudah ribuan tahun kita mengalah dan menyembunyikan diri dari manusia," ucap Vladimir mengawali pertemuan mereka.
Para vampir itu mengangguk tanda setuju. Mereka semakin kagum dengan sepak terjang Vladimir yang dominan, tangguh dan ambisius. Klan vampir pasti akan berjaya jika dipimpin oleh raja seperti Vladimir.
"Aku bersedia memimpin kalian untuk mewujudkan mimpi besar itu. Akan tetapi aku butuh dukungan kalian agar Yang Mulia Ratu bersedia menobatkan aku menjadi raja," tukas Vladimir.
"Bagaimana caranya agar kami bisa mendukung Anda, Pangeran?" tanya Oslan, salah satu vampir dari kelompok ksatria.
"Buat petisi kepada Yang Mulia Ratu agar segera melaksanakan amanat terakhir Lord Anthony. Takhta kerajaan sudah seharusnya menjadi hakku. Karena itu, penobatanku tidak boleh ditunda lagi," ucap Vladimir penuh percaya diri.
"Lalu bagaimana dengan desas-desus mengenai adik Anda yang setengah manusia. Dia bisa menjadi penghalang bagi Anda untuk menjadi raja," tanya Elton, vampir yang memiliki racun mematikan dalam darahnya.
"Aku tidak merasa punya adik. Apa ada di antara kalian yang pernah bertemu dengan dia, atau sekadar melihat wajahnya?"
Mendengar pertanyaan Vladimir, semua vampir itu terdiam sambil menundukkan kepala.
"Kalau wujudnya saja tidak ada yang tahu, bagaimana mungkin dia bisa menduduki takhta?" tanya Vladimir dengan nada sarkas.
...****************...
Usai pulang dari taman hiburan, Duncan mengantarkan Daphne ke restoran Oliver Kitchen untuk menjemput Kakek James. Suasana sudah lengang karena restoran sebentar lagi akan tutup. Hanya tersisa Xin Fei dan Noel yang terlihat sibuk mengelap meja dan kursi.
"Kakek," panggil Daphne langsung menuju ke dapur. Pria renta yang sedang memotong sayuran itu pun menoleh.
"Daphne, kenapa kau mampir ke sini, bukannya pulang ke rumah? Apa tugas kuliahmu sudah selesai?" tanya Kakek James.
"Aku sedang rindu pada Kakek. Aku ingin menjemput Kakek pulang," rengek Daphne memeluk bahu kakeknya dari belakang.
"Gadis manja. Kakek akan pulang diantar Xin Fei setelah menyiapkan bahan masakan untuk besok. Piring dan gelas juga belum selesai dicuci, Sayang," tunjuk Kakek James ke tumpukan piring, gelas, dan sendok yang kotor.
"Biar saja saya yang melakukannya, Kek," potong Duncan mendekati Kakek James.
Tanpa ragu, pria itu berjalan ke bak cuci piring. Ia mengambil satu per satu peralatan makan bekas tamu, lalu mengusapnya dengan spons. Gerakan tangan Duncan begitu cepat dalam menyabun dan membilas dengan air, sehingga dalam waktu singkat pekerjaannya telah selesai. Daphne dan Kakek James sampai melongo melihat hasil kerja Duncan.
Xin Fei dan Noel yang baru saja datang, ikut keheranan melihat bak cuci piring tampak kosong dan bersih.
"Kakek, saya sudah selesai mencuci. Sekarang saya akan membantu Kakek untuk memotong sayur dan daging. Tolong ajari bagaimana caranya," pinta Duncan mendekati Kakek James.
Pria tua itu menepuk bahu Duncan dengan senyuman lebar.
"Xin Fei yang akan mengajarimu, karena dia koki di restoran ini. Xin Fei, cepat ajari Duncan."
"I-iya, Tuan," jawab Xin Fei tersentak kaget.
Dengan sigap, ia pun mengambil pisau dan menunjukkan keahliannya dalam memotong sayuran dengan kecepatan tinggi. Duncan lantas meniru gerakan koki handal itu tanpa merasa kesulitan sedikitpun, seolah ia sudah sering melakukannya.
"Wah, hebat sekali Duncan. Dia bisa menjadi asisten koki," puji Noel berdecak kagum.
"Betul, anak muda itu rajin dan serba bisa. Pilihanku memang tidak pernah salah," timpal Kakek James senang.
Kakek James lalu mengajak Daphne meninggalkan dapur. Mereka duduk berhadapan di kursi yang biasa dipakai para tamu.
"Bagaimana kegiatanmu seharian ini bersama Duncan? Apa dia menjagamu dengan baik? Kalian pergi berduaan ke mana saja?" tanya Kakek James penuh selidik.
Wajah Daphne langsung merona mendengar pertanyaan kakeknya.
"Kami mampir sebentar ke taman hiburan Magic Park setelah pulang dari kampus. Itu karena...aku ingin berterima kasih kepada Duncan, Kek. Dia sudah menyelamatkan aku dari seorang lelaki maniak."
"Lelaki maniak?" tanya Kakek James terperanjat.
"Iya, Kek. Tadi ada pria yang mau melecehkan aku ketika aku sedang sendirian."
"Makanya, Sayang, kamu harus selalu didampingi Duncan supaya tidak ada orang jahat yang berani mengganggumu. Bila perlu kalian segera menikah saja."
"Kek, jangan mulai lagi," ucap Daphne tersipu.
Sementara itu, Duncan sudah selesai dengan pekerjaannya. Ia membantu Xin Fei menyusun bahan masakan di kulkas, lalu mematikan lampu dapur. Namun tiba-tiba saja, Duncan merasa kepalanya pusing. Denyut jantungnya juga berdegup lebih cepat, seperti orang yang selesai melakukan lari maraton.
"Duncan, terima kasih karena...."
Xin Fei berhenti bicara karena melihat Duncan berpegangan pada pinggiran meja. Paras pria itu juga tampak pucat seperti orang yang kekurangan darah.
"Duncan, kamu sakit? Tunggu di sini, aku akan memanggil Daphne dan Kakek James," kata Xin Fei bergegas keluar dari dapur.
Duncan berusaha menetralkan napasnya yang memburu. Ia mulai merasakan serangan hawa dingin yang menjalar ke seluruh jaringan nadinya. Hal ini membuat Duncan teringat akan sesuatu yang penting.
'*A*ku sampai lupa kalau sekarang adalah hari ke tujuh semenjak aku berpuasa darah. Malam ini juga aku harus berburu atau aku akan lepas kendali,"
gumam Duncan di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments