“Sepertinya aku akan merindukan sayur asem ini, Ayy. karena selama seminggu ke depan mungkin aku tidak akan pulang ke rumah,” tutur Ali sambil melahap makanannya.
“Kenapa tidak pulang, mas?” tanya Ayya.
“Aku sedang memimpin penyelidikan kasus baru, jadi aku akan sangat sibuk, doakan aku supaya selalu pulang dalam keadaan selamat.”
Mereka hanya makan berdua saja karena seperti biasa Bu Lastri sudah berangkat menemani suaminya ke toko, diatar pak karman.
“Jadi, untuk seminggu ke depan, Ayya ga perlu masak sayur Asem ya, mas?”
“Tapi setelah aku pulang, kamu harus masak yang banyak,” tutur Ali
“Baiklah.” Jawab Ayya lalu kembali bertanya, “Apakah Ayah sama ibu sudah tahu, kalau mas Ali tidak akan pulang?”
“Kamu saja yang beri tahu mereka, biarpun tidak di beri tahu ibu sudah mengerti ko, karena ini bukan pertama kalinya aku
tidak pulang.”
Selesai makan, Ayya berinisiatif membawakan tas kerja Ali dan mengantarnya sampai ke depan rumah.
Ali mengambil tas kerjanya dari tangan Ayya, lalu ia mencium kening dan pipi istrinya sambil tersenyum melihat Ayya yang kaget mendapatkan ciuman tiba-tiba. Ayya memegang pipinya yang memerah sambil memandang ke kiri dan kanan seperti takut jika ada orang yang melihatnya.
“Cepatlah berangkat,” cetus Ayya sambil meraih tangan Ali dan mencium punggung tangan suaminya itu.
“Harusnya aku mencium bibirmu juga, Ayy. karena aku akan merindukanmu,” Kelakar Ali lalu tiba-tiba menarik tubuh Ayya dan memeluknya.
“Tidak perlu seperti ini mas, kamu hanya tidak pulang selama seminggu saja ko,” ucap Ayya berusaha melepaskan pelukan suaminya.
“Kamu yakin tidak akan merindukan suamimu, Ayy?” ucap Ali yang di susul dengan ciuman di bibir Ayya, “Bahkan setelah aku menciumu?” Ali menatap Ayya sambil tersenyum tipis lalu masuk kedalam mobilnya, meninggalkan Ayya yang masih berdiri mematung.
“Assalamualaikum, Ayy.”
Ali sengaja melakukan itu supaya istrinya ingat akan dirinya selama ia tidak pulang, entah apa yang membuatnya berubah menjadi semanis ini, itu pertanyaan yang ada di kepala Ayya saat ini.
Dan benar saja selama Ali tidak pulang, Ayya merasa sedikit hampa, Ah tidak! Ayya benar-benar merasa hampa, ia selalu membayangkan wajah suaminya dan tidak bisa melupakan senyuman serta pelukannya, bahkan ciuman hangatnya. Ia rindu memasak sayur asem untuk suaminya. terkadang ia gelisah dalam tidurnya hingga ia memimpikan suaminya pulang dan memeluknya di tempat tidur.
Ayya bangun di subuh hari namun ia masih merasa sedang bermimpi saat tangan suaminya melingkar di pinggangnya. Ayya membalikkan badannya sambil mengucek-ngucek matanya sampai dia yakin bahwa suaminya benar-benar sudah pulang.
“Kamu sudah pulang, mas?” bisik Ayya.
Namun Ali tidak merespon pertanyaan Ayya, mungkin karena dia sedang tidur lelap. Ayya bangun dan melepaskan tangan suaminya, karena harus bersiap-siap solat subuh.
Setelah Ayya mengambil wudhu, Ali pun bangun.
“Kenapa tidak membangunkanku, Ayy?” tanya Ali seraya meregangkan tubuhnya.
“Aku pikir Mas kecapean karena tidur sangat pulas tadi, pulang jam berapa memangnya?” Tanya Ayya sambil menggelar sejadahnya.
“Pukul dua dini hari mungkin, aku tidak melihat jam waktu itu.”
“Jadi, mau solat bareng gak, mas?”
“Tunggu sebentar, aku ambil wudhu dulu,” jawabnya.
***
“Mas bilang pergi seminggu, ternyata baru Empat hari sudah pulang?” Ucap Ayya setelah selsai sholat lalu ia membereskan mukena dan sejadahnya.
“Aku hanya pulang sebentar saja, karena nanti malam harus berangkat lagi, ada tugas di luar kota, Ayy. Kali ini pergi lebih lama, kamu siap-siap merindukanku selama satu bulan.”
“begitu, ya.”
“Kenapa, Ayy? kamu jangan pasang muka sedih seperti itu, nanti aku tidak bisa berangkat,” kelakar Ali.
“Aku gak sedih!” kilah Ayya.
“Baguslah! karena menjadi istri seorang Abdi negara itu harus siap di tinggal kapan pun, bahkan harus siap jika suaminya pulang hanya tinggal nama saja.” tutur Ali.
Sementara Ayya tidak menjawab apa pun, hanya berpura-pura sibuk membereskan tempat tidurnya. Dia baru menyadari bahwa dengan menjadi istri seorang Ali, hidupnya mungkin akan sangat berat, tapi bagaimanapun dia harus menjadi penyemangat buat suaminya.
“Kenapa diam saja? apa kamu menyesal telah menikah denganku?” Tukas Ali sambil mengamati wajah Ayya yang hanya menunduk sedari tadi.
“Aku sudah tahu itu! kemungkinan seburuk apa pun aku akan terima, bahkan jika suatu hari kamu kembali pada istrimu pun aku akan terima.”
“Apa? kamu akan membiarkanku kembali pada Vina begitu saja?” tanya Ali sambil menyilangkan tangan nya di bawah dadanya.
“Memangnya apa lagi yang bisa aku lakukan?” jawab Ayya sambil menghela nafas.
“Aku tahu, seorang wanita yang pintar tidak akan pernah memilih seorang polisi untuk di jadikan sebagai suaminya, karena selain gaji yang tidak seberapa, profesi seorang polisi juga sangat berisiko besar terhadap keselamatan jiwa dan raganya.
Jika aku menjadi wanita sepertimu mungkin aku akan memilih pengusaha seperti Ibra untuk menjadikannya suami yang ideal.
Bahkan Menjadi seorang istri polisi itu sangat tidak bebas karena dituntut untuk berpola hidup sederhana dan dilarang keras pamer gaya hidup mewah dan aku mengerti kamu pasti merasa terjebak dengan pernikahan ini, sehingga kamu tidak bisa berbuat apa-apa sekarang.”
“Aku bukan wanita seperti itu!” sahut Ayya sambil mendongak ke arah Ali, “bagi ku pengabdian lebih penting dari sekedar bergaya hidup mewah macam wanita sosialita, yang aku lakukan saat ini pun adalah bentuk pengabdian, terhadap orang tua, terhadap suami dan juga keluarga suamiku,” tutur Ayya menggebu-gebu.
“Hanya saja ....” ucap Ayya yang terpotong
“Hanya saja, apa?” tanya Ali penasaran.
“Statusmu sebagai suami wanita lain dan juga perlakuan kasarmu, membuatku merasa sangat buruk.”
“Jangan mengungkit masa lalu, karena itu semua tidak ada artinya lagi, aku ingin memulai hidup yang baru, aku ingin melakukan kewajibanku sebagai seorang suami, bagaimana denganmu?” cetus Ali sambil mendekati Ayya pelan-pelan.
“A-apa yang ingin kamu lakukan, Mas?” Ayya mundur beberapa langkah hingga jatuh terduduk di atas sofa.
“Pengabdian, Ayya! kamu mengatakannya seperti itu tadi, ada bentuk pengabdian yang dilakukan di tempat tidur tapi kenapa kamu belum melakukannya? padahal aku sangat ingin melakukannya.” Sambil menekuk lututnya di atas sofa lalu meletakan kedua tangannya di samping kiri dan kanan Ayya, bibirnya mencium pucuk kepala Ayya.
Tiba-tiba perut Ali berbunyi Kruyuk-kruyuk. Membuat Ayya menutup mulut dengan telapak tangannya karena menahan tawa.
“Mas! Mau aku masakin sayur asem gak untuk sarapan?” Ayya mengerti kalau suaminya sedang kelaparan. Ali menarik tangan Ayya yang masih duduk terjerembab di atas sofa.
“Aku gak perlu jawab. Perutku udah ngomong barusan.”
“Baik Mas. Tunggu sebentar, ya. Nanti ku panggil kalau makanan sudah siap.” Sambil mengenakan jilbab instan, lalu keluar dari kamarnya.
BERSAMBUNG ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
keadaan ini emang g adil buat ayya se 😲
2023-02-01
0
Devi Triandani
klo begitu, knp sampai skrg Ali blm menceraikan istri pertamanya? Apa slamanya ayya cuma jd istri siri trus?
2022-10-15
0
Taurusgirl
knapa setiap pembahasan Vina jawabn Ali kaya ga ada kepastian gitu sih?! sllu teralihkan ke dialog lain😁
2022-06-18
0