“Ini siapa, Bu?” tanya Ayya sambil menunjuk laki-laki itu.
“Lho, bukannya dia yang kamu tanyakan pada Ibu tadi?” tanya Bu Lastri.
“Bukan, Bu! Ayya tanya laki-laki yang tadi banyak bulu di wajahnya, dia masuk ke kamar Ayya.”
Bu Lastri tertawa terpingkal-pingkal tanpa memberi jawaban.
Sedikit pun Ali tidak menghiraukan percakapan antara menantu dan mertua di depannya. Dia langsung duduk lalu memanggil pembantunya.
“Bik Nur! saya mau makan sekarang, tolong disiapkan!” perintah Ali sambil menyilangkan tangan di dadanya. Bu Lastri pun menyuruh Ayya duduk di depan Ali. Wanita paruh baya itu ikut duduk meskipun dia sudah makan duluan saat Ayya sedang tidur beberapa saat yang lalu.
Ayya masih bingung dengan dua orang laki-laki yang baru saja ia lihat di rumah ini, yang satu adalah laki-laki tua yang sangat berantakan sudah bisa dipastikan bahwa dia adalah suaminya karena dia masuk kamar yang sama dengan Ayya. Tapi, siapa laki-laki yang sedang duduk di hadapannya? dia tampan, rapi dan bersih.
“Al, ceritakanlah tentang pekerjaanmu pada Ayya, supaya dia tidak bingung,” ucap Bu Lastri yang sudah bisa membaca kebingungan yang ada di wajah menantunya.
Ali meletakan sendok dan garpunya lalu ia berdiri.
“Maaf, Bu. Ali baru ingat, ada yang harus Ali kerjakan,” ucapnya sambil buru-buru ke kamarnya.
“Sshhh, dasar anak itu!” desis Bu Lastri pelan sambil menggelengkan kepala karena kesal dengan sikap anaknya yang selalu menghindar.
Sementara Ayya hanya menundukan kepalanya. Dia bisa mengerti sikap Ali, karena seperti halnya Ayya yang sulit menerima pernikahan yang dipaksa ini, begitu pun dengan laki-laki yang saat ini menjadi suaminya, ini pasti tidak mudah.
“Maaf, Ayy. Ali memang sibuk belakangan ini, dan kamu jangan kaget jika tiba-tiba Ali pulang dengan wajah yang berbeda, itu salah satu pekerjaannya sebagai polisi, melakukan penyelidikan rahasia kadang dengan cara menyamar,” jelas Bu Lastri.
“Ohh, begitu ya Bu? Ayya sempat berpikir tadi itu ada dua orang yang berbeda, ternyata sama-sama Mas Ali.”
Bu Lastri kembali tertawa sambil berkata,
“Itu artinya, penyamaran Ali berhasil kan, Ayy?”
Ayya tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
***
Malam tiba, bahkan waktu menunjukan sudah lewat tengah malam. Ketika Ayya bangun dari tidurnya dia tidak melihat sosok suami di kamarnya.
“Ya, sudahlah. Sepertinya Mas Ali memang jarang tidur di rumah,” ucap Ayya sambil kembali tidur.
Keesokan harinya, dan keesokan harinya lagi. Ali tetap tidur di sofa. Sejak kedatangan Ayya, Ali tidak pernah tidur di kamarnya. Lama-lama Ayya mulai merasa tidak dihargai oleh suaminya sendiri. Tapi, mau bagaimana lagi pikirnya. Lambat laun mungkin waktu akan merubah sikap suaminya itu.
Pagi-pagi saat Ali akan bersiap-siap berangkat kerja, Ayya harus buru-buru keluar kamar, jika tidak dia akan kena semprot lagi. Ayya lebih memilih menunggu di meja makan untuk sarapan bersama. Meskipun wajah suaminya tetap kecut, setidaknya saat di meja makan ada mertua yang selalu siap membelanya. Namun ternyata ohh ternyata, pagi-pagi sekali mertuanya sudah berangkat.
Ali keluar tanpa baju dinas, karena ini hari liburnya. Biasanya dia gunakan waktu libur untuk mengantar Ibunya belanja kebutuhan rumah.
“Bik! Ibu kemana? bukannya hari ini jadwal Ibu belanja?” tanya Ali.
Setelah selesai makan, Bik Nur menyampaikan pesan Bu Lastri sebelum dia berangkat.
“Bapak sama Ibu berangkat pagi-pagi sekali tadi, karena mendapat telepon dari adiknya bapak yang sakit. Ibu berpesan supaya Den Ali mengantar Non Ayya belanja hari ini. Ibu bilang, mulai hari ini non Ayya lah yang akan belanja kebutuhan rumah,” terang Bik Nur.
“Bik, minta pak Karman saja yang antar Ayya belanja,” ucap Ayya yang tidak mau mengganggu suaminya.
“Pak Karman belum pulang mengantar Ibuk dan Bapak, Non.”
Ali kembali menaruh sendok dan garpunya dengan kasar di meja makan seperti biasa. Lalu pergi keluar menuju mobilnya.
“Non, cepet susul Den Ali. Dia tidak suka menunggu,” ucap Bik Nur.
“A-apa yang harus Ayya lakukan Bik?” tanya Ayya pada Bik Nur.
“Ya belanja, Non. Langsung naik ke mobil aja sebelum Den Ali marah besar, cepetan Non!” ucap Bik Nur sambil mendorong tubuh Ayya keluar.
"Bentar, Bik. Ayya ambil tas dulu di kamar," ucapnya.
Ayya berjalan ke luar dengan ragu-ragu, sambil menarik napas ia memejamkan matanya sebentar lalu membuka pintu belakang mobil Ali yang sudah siap berangkat, belum sempat ia membenahi duduknya, Ali sudah melajukan mobilnya dengan cepat.
“Astagfirullahhaladzim! apa seperti ini cara seorang polisi mengemudikan mobilnya?” ucap Ayya kaget sambil memegang keningnya yang kepentok sandaran jok depan.
“Mas! kenapa tidak menunggu pak Karman saja biar dia yang mengantar Ayya belanja, dari pada harus mati konyol dengan cara seperti ini?” ucap Ayya yang mulai kesal, karena bukannya menggubris Ali malah semakin menjadi-jadi.
Ali langsung menghentikan mobilnya lalu menyuruh Ayya keluar
“Kalau begitu, keluarlah dari mobilku sekarang juga!” perintah Ali.
“Mas, kamu jangan bercanda ya, kamu tidak bisa menurunkanku di tengah jalan seperti ini,” ucap Ayya.
“Kalau begitu, tutuplah mulutmu dan jangan banyak bicara,” ucap Ali sambil melajukan kembali mobilnya.
Ayya pun langsung diam, menurut pada suaminya karena takut di tinggalkan di tengah-tengah kota yang sangat besar dan belum di kenalnya ini.
Ali menghentikan mobilnya di depan supermarket langganan Ibunya.
“Belilah hanya barang-barang yang penting saja, dan gunakan waktumu sebaik mungkin karena aku tidak bisa menunggu lama-lama, jika kamu menghabiskan waktu lebih dari 30 menit, maka pulanglah sendiri naik taxi,” ucap Ali sambil menoleh ke arah Ayya, “Ayo! Cepatlah Keluar!” perintah Ali.
“Baik.” ucap Ayya seraya membuka pintu mobilnya. Masuklah ke sebuah supermarket besar dan mulai memilih-milih barang yang diperlukan, setelah dirasa cukup, Ayya melakukan pembayaran di kasir lalu berjalan secepatnya menuju pintu keluar, akan tetapi pandangannya tertuju ke arah kue-kue yang terpajang dan sangat menarik.
Ayya tergoda untuk membuatnya di rumah lalu ia masuk kembali untuk sekadar membeli bahan-bahan yang dibutuhkan. Sepertinya Ayya lupa kalau waktu yang dimilikinya cuma 30 menit.
Pikirnya ini adalah kesempatan untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan, supaya di rumah ada kegiatan yang bisa dikerjakan dengan barang itu.
Namun sialnya dia membelanjakan uangnya sampai habis dan ketika keluar dari supermarket, Ayya sudah tidak melihat lagi mobil suaminya terparkir di sana. Ia pun baru menyadari bahwa handphonenya tertinggal di meja makan karena terburu-buru.
Ayya menghela napasnya, rasanya ia ingin menangis karena tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Di tangannya hanya ada sisa beberapa lembar uang dua ribuan saja, mana cukup untuk ongkos taxi. Mau berjalan pun dia lupa arah menuju ke rumah.
Jakarta ini benar-benar asing buat Ayya. Dia mencoba mengingat-ingat arah rumah lalu berjalan dengan membawa kantong belanjaan di tangannya. Saat dirasa tangannya mulai sakit dia berhenti sejenak, melepaskan kantong-kantong belanjaan yang dibawanya, lalu ia ambil kembali dan melanjutkan perjalanan. Ayya lakukan berulang-ulang sambil berjalan.
BERSAMBUNG ...
pertama tekan like 👍, terus tekan love ❤️ supaya dpt notif kalau eps baru sudah up, selanjutnya boleh komen positif, kasih bintang 5 dan vote juga, makasih 😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
💞Eli P®!w@nti✍️⃞⃟𝑹𝑨🐼🦋
tega bgt si ali ini ya,kasihan kamu ayya 😢
2024-08-07
0
Diah Darmawati
kbngeten
2023-09-04
0
Vera Anzani
wah Ali mh si raja tega,,sangat salah memperlakukan seorang istri
2023-08-16
0