Bab 8

"Aaarrrkkkhh.. OMG! Ka-kamu sudah pulang Rey?" Naya mencoba untuk menutupi tubuhnya dengan kedua tangan. "A-apa yang sedang kamu lakukan disini Rey? Tolong jangan melihatku seperti itu".

Reyhan mendengus, "Lalu bagaimana dengan mu? Apa yang kamu lakukan disini? Kamu pikir ini hanya milik mu saja?".

Deng!

Jawaban Reyhan terdengar kasar membuat hati Naya terluka.

"Akh, maafkan aku. Kalau begitu, boleh kamu belakangi aku sebentar saj..." Reyhan pergi begitu saja meninggalkan kamar mandi. Naya lalu naik dari atas air membersihkan tubuhnya. Setelah itu ia membaluti tubuhnya dengan handuk kering segera keluar dari dalam kamar mandi melihat Reyhan menunggu di depan pintu.

"Aku sudah selesai Rey, kamu bisa mandi".

Tanpa menjawabnya, Reyhan pun langsung masuk ke dalam.

Sedangkan Naya, begitu ia melihat Reyhan masuk ke dalam. Ia sempat melirik kepadanya sampai pintu itu benar-benar tertutup rapat baru ia memakai pakaiannya.

Sesudah ia selesai memakai pakaiannya, ia lagi-lagi melirik kearah kamar mandi belum melihat pintu itu terbuka.

"Kenapa dia lama sekali?" gumam Naya.

Hingga akhirnya ia pergi keluar dari dalam kamar. Di lantai bawah, ia melihat Mirna dan Lukman menunggu diruang keluarga, sepasang suami istri ia lihat asik berbincang satu sama lain.

"Seandainya aku juga bisa seperti mereka, tapi" Naya tersenyum dalam hati. "Aku terlalu berharap juah. Mana mungkin kami juga bisa seperti mereka" lalu ia menghampiri mereka, sepasang suami istri itu melihat kepadanya. "Reyhan masih mandi ma" ucapnya memberitahu.

"Iya sayang, kita tunggu sebentar lagi" Mirna mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. "Coba kamu makan ini sayang, ini obat herbal penyubur rahim yang sangat ampuh. Dari dulu ini sangat laris sekali, banyak orang yang mencari herbal ini".

Naya tersenyum kaku, bagaimana bisa ia menerima obat herbal penyubur rahim tersebut sedangkan Reyhan melihatnya saja enggan, apalagi menyentuhnya.

"Ayo sayang di makan. Ini loh mama pesan dari teman mama yang dari Cina sampai mama pergi meninggalkan kamu".

Naya pun akhirnya memakan obat herbal tersebut, ia lalu mengunyah beberapa kali kunyahan sampai ia telan.

"Bagaimana rasanya? Enak kan?".

Tersenyum, "Iya ma, rasanya ada manis pedas. Aku suka".

"Bagus deh kalau kamu suka. Dan ini, setiap kali kamu mau tidur jangan lupa memakannya yah. Reyhan juga boleh".

"Apa?" ucap Reyhan dari belakang.

Mirna kemudian melihat kepadanya, "Kamu sudah turun Rey? Ini mama memberikan obat herbal yang dulu mama kasih sama almarhum istri kamu. Mama ingin sekali kalian berdua segera memiliki keturunan, biar mama bisa gendong cucu".

Naya lalu melirik Reyhan, anak itu sama sekali tidak tertarik mengenai perkataan ibunya, ia hanya diam dengan wajah datar.

"Ma pa, ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengan kalian".

Sepasang suami istri langsung terdiam melihat dirinya.

"Ada apa Rey?" tanya Lukman.

"Aku ingin kembali kerumah ku".

"Apa?" mereka terkejut. Mirna lalu berkata, "Sayang, untuk beberapa bulan ini kalian berdua dirumah ini saja. Mama tidak bisa yakin kalau kamu...

"Keputusan ku sudah tepat ma. Aku rasa dia juga tidak keberatan" ucap Reyhan melihat Naya membuat ia terpaksa mengiyakan perkataan Reyhan. "Mama dengar sendiri kalau dia juga tidak keberatan".

"Tapi Rey... Jujur mama sangat keberatan sekali kalau kalian berdua pindah kerumah itu. Mama tidak bisa jamin kalau kamu bakalan bisa melupakan kenangan kamu dengan Yolanda. Kamu tau sendiri kan kalau kamu sudah menikah lagi, jadi kamu harus menghargai Naya Rey".

Mendengar itu, Reyhan mendengus kesal, ia akan tetap pada keputusan untuk kembali ke rumah itu apapun yang terjadi.

"Tidak apa-apa ma, lagian Reyhan akan sibuk di kantor ma. Dan begitu ia pulang dari kantor ia akan kelelahan hingga istirahat, jadi aku rasa Reyhan tidak akan punya waktu untuk bersedih. Iyakan Rey?".

Tidak ada jawaban darinya.

"Jadi mama dan papa tidak usah khawatir. Aku akan menjaga dia dan berusaha membantu dia untuk melupakan kenangannya dan juga rasa trauma ya".

Mirna dan Lukman melihat kepadanya, "Kamu yakin sayang? Yang mama khawatirkan disini adalah kamu sayang. Bukan Reyhan".

"Iya ma, mama percaya saja kepada ku".

Hingga beberapa menit lamanya keempat orang itu terdiam.

"Jadi kamu benar-benar akan pindah lagi kerumah itu Rey?" tanya Lukman untuk memastikan kalau Reyhan benar-benar pada keputusannya. "Seperti yang mama kamu khawatirkan, papa juga berpikir seperti itu. Bukan kamu, tapi menantu kami Naya. Papa sedikit tau, kalau kalian kembali kerumah itu, kamu pasti akan terbayang-bayang terus dengan almarhum istri kamu".

"Papa tidak usah khawatir" jawab Reyhan singkat.

"Baiklah jika itu keputusan kalian berdua. Papa sama mama tidak bisa melarang, jadi kapan kalian akan pindah?".

"Besok pagi Pa".

"Ya sudah".

_

Pagi harinya seperti yang Reyhan katakan, kini mereka telah berada di depan mobil. Lukman dan Mirna menatap kepergian mereka dengan sedih, sedangkan Naya ia hanya bisa tersenyum sedih melihat kedua mertuanya itu.

"Naya, kalau ada apa-apa. Cepat kamu beritahu mama ya sayang. Kamu tidak boleh menahannya".

"Iya ma, aku akan memberitahu mama sama papa. Kalau begitu kami pergi dulu ya ma, sekali seminggu kami akan kemari".

"Iya sayang, kalian hati-hati di jalan yah".

Keduanya lalu masuk ke dalam mobil, namun sebelum mobil itu pergi meninggalkan istana keluarga Dirgantoro. Naya membuka jendela kaca mobil menyempatkan diri melambaikan tangan kepada mereka.

Setelah jauh, baru ia menutup kembali. Dan di dalam mobil tersebut keduanya sama sekali tidak ada yang membuka suara, baik itu Naya dan juga Reyhan. Suasana mobil benar-benar sangat hening.

Hingga 30 menit lamanya perjalanan di dalam mobil tersebut masih belum ada yang membuka pembicaraan diantara mereka dan rasanya mereka seperti berada di kuburan.

Reyhan kemudian melihat jalanan sedikit macet, ia merasa bosan berlama-lama di dalam mobil, ditambah ia sekarang ini bersama dengan Naya, itu membuatnya merasa semakin bosan.

Mengetahui hal itu, Naya melirik menggunakan ujung matanya. Ia tahu kalau Reyhan sangat bosan disaat ia mendengar Reyhan beberapa kali mendengus kesal.

Lalu ia membuka jendela kaca mobil tanpa seizin Reyhan.

Pria itu mengernyitkan dahi, "Apa yang sedang kamu lakukan?" tanyanya.

"Menghirup udara segar".

"Kamu sudah gila?".

Naya melihatnya.

"Kamu tidak melihat jalanan macet?".

Naya terdiam.

"Bagaimana bisa kamu berkata menghirup udara segar di tempat jalan umum seperti ini?".

Hingga akhirnya Naya menutup kaca itu kembali, kemudian ia mendengar Reyhan berdecak kesal kepadanya. Tidak berani menjawabnya, ia pun memilih diam dari pada menjawabnya yang akan menimbulkan permasalahan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!