Chapter 20

Selama perjalanan ke restoran untuk makan malam, Tari begitu gelisah. Dia tidak tenang. Dia terus memikirkan apa sebenarnya rencana Renald. Di dalam mobil juga tidak ada yang berbicara. Semua sibuk dalam pemikiran masing-masing. Mobil berhenti di depan restoran yang cukup terkenal dan mahal tentu. Renald turun dari mobil, sementara parking valet membuka pintu mobil buat para ladies. Marisol dan yang lain hanya bisa diam di tempatnya. Mereka tidak pernah makan di tempat sebagus dan semahal ini yang akhirnya hanya bisa bengong. Begitu juga Tari. Rencana mereka yang hanya makan di kaki lima mendadak berubah di restoran bintang lima.

"Ayo masuk. Kenapa diam saja? Aku sudah memesan tempat." kata Renald.

"Secepat itu?" tanya Tari. Dia terkejut Renald bisa dengan mudah dapat tempat. Biasanya restoran seperti itu harus di pesan terlebih dahulu sehari bahkan seminggu sebelum datang dan dia sudah bisa dapat tempat?

Renald hanya bisa tersenyum. Satu pelayan mendatangi mereka dan bertanya nama pemesan. Renald yang berbicara dengan pelayan itu. Lalu dengan senyuman hangatnya, pelayan itu membawa mereka ke lantai dua. Mereka duduk di salah satu tempat duduk VVIP. Awalnya mereka ragu untuk duduk, bahkan bertanya-tanya mungkin mereka salah di beri tempat duduk. Tidak mungkin di tempat duduk yang berlabel VVIP. Tapi melihat Renald mempersilahkan mereka duduk, mereka akhirnya duduk dengan kikuk dan raut kebingungan di wajah mereka. Satu pelayan mendatangi mereka membawakan mereka buku menu.

"Oh Dios mío..." Marisol menutup mulutnya dengan tangannya. Dia dan Olivia saling menatap. Mereka melihat harga makanan yang tertera di sana. Cindy bahkan hanya melihat sekilas lalu meletakkan buku menu di atas meja. Tari yang bingung melihat kelakuan teman-temannya ikut melihat buku menu. Sedetik berikutnya matanya mulai melebar dan mulutnya terbuka.

"Whoah!" hanya itu komentar yang bisa Tari katakan.

"Ini sebenarnya harga makanan atau gaji sebulan?" tanya Marisol.

"Sekali makan disini, gaji kita sebulan langsung habis. Anakku tidak akan bisa makan selama sebulan." bisik Olivia pada Marisol di sambut anggukan kepala Marisol.

"Kalian bisa memesan yang kalian mau." kata Renald yang melihat raut wajah para wanita yang duduk bersamanya.

"Kalau begitu aku pesan yang paling mahal." kata Olivia disambut Marisol yang menegurnya dengan sikutnya. "Aww! Tenanglah! Aku hanya bercanda."

"Tidak masalah. Pesanlah yang kalian mau. Jangan permasalahkan harganya. Yang penting kalian menyukainya." ucap Renald. Tari menatap Renald penuh arti. Renald membalas tatapan Tari dengan senyum. Ada apa dengannya sebenarnya?

Satu persatu mulai memesan makanan termasuk Tari dan Renald. Mereka di hibur dengan alunan musik jazz lembut yang di mainkan secara live. Semua orang di meja itu terlihat gugup, kikuk dan bingung harus apa. Kecuali Renald tentu. Dia tampak tenang, membuat Tari menjadi tambah khawatir. Dia takut pada apa yang akan Renald lakukan.

"Jadi... Kalian semua bekerja di restoran?" tanya Renald membuka pembicaraan.

"Ahh bukan. Kami bekerja di butik tempat Tari bekerja dulu. Dan aku bersama Tari bekerja di bar." jawab Marisol.

"Ahhh..."

"Tuan, anda sepertinya kejam atau mungkin hanya berpura-pura?" pertanyaan Olivia membuat Renald mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?"

"Anda mengendarai mobil mewah, makan di restoran mewah seperti ini, tapi membiarkan Tari bekerja dua pekerjaan sekaligus." Olivia medelik curiga.

"A-ahh.. Ahhah.. Bukan, ini bukan seperti yang kalian pikirkan." Tari mencoba menjawab.

"Atau mungkin Tari adalah wanita simpanan anda?"

"Hah?? Apa?" Tari menatap tidak percaya pada temannya satu itu. Renald hanya tersenyum geli.

"Kenapa pertanyaanmu aneh sekali? Kenapa jadi wanita simpanan?" bisik Marisol.

"Aku hanya penasaran." bisik Olivia balik.

"Tuam William..." seorang pria paruh baya menggunakan seragam koki mendatangi mereka dan mengulurkan tangannya pada Renald.

"Chef Krohen." Renald menyambut uluran tangan Chef itu.

"Sudah lama anda tidak kemari." kata Chef itu.

"Iya, benar. Saya agak sibuk. Saya kemari bersama istri dan teman-temannya."

"Istri? Ah ya saya ingat, saya mendengar anda menikah di negara lain."

"Benar. Ini istri saya." Renald memperkenalkan Tari.

"Halo nyonya William." Chef itu mengulurkan tangannya. Tari tersenyum kikuk menyambut uluran tangan itu.

"Chef Krohen adalah chef utama disini." jelas Renald.

"Aahh... Senang bertemu dengan anda chef." ucap Tari. Chef itu tersenyum.

"Suatu kehormatan bagi saya bisa bertemu anda, nyonya William. Kalau begitu saya kembali ke dapur dan kembali masak makanan istimewa untuk anda semua."

"Silahkan."

Chef itu kembali masuk ke dapur. Tak lama beberapa makanan sudah tertata di meja. Makanan mahal yang berposi sedikit.

"Makanan ini mahal tapi aku rasa aku tidak akan kenyang makan ini." bisik Olivia.

"Hmm kau benar. Orang kaya dan selera makannya yang aneh. Mereka rela membayar mahal makanan yang tidak membuat kenyang. Makanan seharusnya membuat kita kenyang!" Marisol ikut berbisik.

"Aku jadi takut untuk memakannya." kali ini Cindy ikut berbisik. Dia menatap makanan yang ada di hadapannya sambil sesekali memperbaiki kaca matanya yang melorot.

"Makanlah. Kenapa hanya diam saja?" Renald mempersilahkan mereka makan. Mereka sedari tadi hanya berbisik dan menatap makanan mereka sendiri.

Makanan pesanan Tari juga sudah datang. Dia memesan steak dengan tingkat kematangan well done. Dia mengambil pisau dan garpu. Saat akan memotong steak, tiba-tiba piringnya di ambil oleh Renald. Tari menatap Renald dengan raut wajah bingung. Renald menyingkirkan makanannya lalu meletakkan piring milik Tari di depannya dan mulai memotong steak itu menjadi potongan kecil.

"Jadi tuan.. William. Pekerjaan anda apa?" tanya Olivia tiba-tiba. Marisol kembali menegurnya.

"Kenapa kamu ingin tahu pekerjaannya?" bisiknya.

"Aku hanya basa basi. Rasanya tidak nyaman sekali. Terlalu kikuk." jawab Olive. Renald tersenyum geli.

"Apa nona pernah mendengar tentang G.I Coorporation?" tanya Renald.

"Tentu saja pernah. Siapa yang tidak tahu G.I coorporation? Kamu tahu?" tanya Olivia pada Marisol.

"Tentu tahu. Hotel, real estat, restoran. Tunggu, restoran ini termasuk bukan ya?"

"Ahh benar. Sepertinya termasuk. Tapi... Apa hubungannya G.I Coorporation dengan pekerjaanmu?"

"Saya adalah--"

"Salah satu pegawai di G.I coorporation." potong Tari cepat. Renald menatap Tari dengan tatapan bingung. "Dia hanya pegawainya."

"Benarkah? Pantas saja makannya disini. Aku dengar masuk ke sana sangat sulit tapi gaji mereka besar. Tapi.. Apa tidak buang-buang uang makan disini?" tanya Olivia.

"Sesekali.. Hanya sesekali. Kalian lihat tadi dia mengenal koki tadi. Mungkin perlakuan khusus." Tari tersenyum kikuk. Aku jawab apa tadi?

"Ini makanlah." Renald mengembalikan piring Tari. Renald tidak menjelaskan ucapan Tari barusan. Dia hanya diam dan makan.

Mereka menghabiskan makanan tanpa banyak bicara. Kecuali Olivia dan Marisol tentu. Mereka masih suka berbisik. Setelah makan, Renald mengantar mereka ke bar tempat Marisol bekerja. Awalnya Renald menawarkan Olivia dan Cindy untuk di antar sampai rumah, tapi mereka menolak. Jadi mereka ikut turun di depan bar.

Dalam perjalanan pulang Tari hanya diam menatap keluar jendela. Renald sesekali melihat Tari.

"Kenapa kamu berkata aku adalah pegawai G.I Coorporation? Hanya pegawai?" tanya Renald memecah kesunyian.

"Mereka sudah terlalu terkejut dan terpesona dengan wajah tampanmu dan restoran tadi. Tidak perlu di sempurnakan menjadi tampan dan kaya." ucap Tari tanpa menatap Renald. "Kamu sengaja ya melakukan semua ini?" tanya Tari.

"Maksudnya?"

"Menjemputku dan makan malam mewah bersama temanku?"

"Bukan sengaja, tapi kebetulan. Jika aku sengaja menjemputmu, itu benar. Aku memang sengaja menjemputmu. Aku dari perusahaan Randy yang kebetulan melewati restoran tempat kamu bekerja. Jadi sekalian mampir. Jika makan malam dengan teman-temanmu, itu kebetulan kalian mau makan malam dan aku juga belum makan malam. Jadi... Sekalian saja."

"Tapi kenapa harus disana? Bisa saja di tempat sederhana dan murah." Tari menatap Renald dengan kekesalan di wajahnya. "Apa kamu sengaja ingin menambah daftar hutangku?"

"Hutang?" Renald menatap Tari sejenak. Tampak kerutan di dahinya. "Aku tidak mengerti maksudmu. Aku yang ingin membelikan kalian makanan, bukan hutang. Itu tidak termasuk."

Tari tertawa mengejek. "Kamu pikir aku percaya itu? Aku yakin kamu akan menagihnya beberapa hari lagi."

"Tapi aku sungguh tidak-- baiklah, terserah kamu jika tidak percaya. Tidak masalah." ucap Renald akhirnya. Dia tidak ingin bertengkar. Dia juga tahu apapun yang dia katakan, Tari tidak akan percaya.

"Tolong jangan lakukan itu lagi. Mentraktir teman-temanku."

"Tapi aku hanya membelikan mereka makan, itu aja."

"Apapun itu alasannya, jangan lakukan lagi. Aku mohon." kata Tari, tanpa menatap Renald. Renald tidak menjawab. Tak terasa mobil sudah memasuki perkarangan rumah. Tari keluar dari mobil begitu mesin mobil di matikan.

"Kalau begitu.." kata Renald. Tari menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Renald. "... Berhenti berkerja di dua pekerjaan itu dan bekerjalah di perusahaanku."

"Apa? Untuk apa aku melakukan itu? Aku tidak malu pada pekerjaanku. Uang yang aku dapatkan bukan uang kotor. Jadi tenang saja."

"Tidak." kata Renald cepat. "Bukan karena itu. Bekerja di perusahanku itu lebih baik daripada mengambil dua pekerjaan sekaligus. Pulang juga jam lima sore. Gajinya juga bagus. Aku bisa mencarikan posisi--"

"Tidak, terima kasih." potong Tari cepat. "Aku tidak tertarik."

Tari berbalik dan pergi saat Renald akan berbicara lagi. Dia menghela kasar. Bagaimana bisa ada orang menolak mentah-mentah tawaran yang menggiurkan?

...***...

Hari ini Tari bangung kesiangan. Dia bagun jam tujuh kurang lima belas menit. Membuatnya merutuki dirinya sendiri. Bahkan dia jadi tidak sholat subuh. Uggh! Menyebalkan!

Dengan terburu-buru Tari bersiap. Dia merapikan dirinya didepan kaca, menyambar ponsel dan tasnya lalu pergi. Tari tidak pernah mengenakan make up tebal saat kerja. Hanya skincare dan bedak tipis dan lipgloss. Rambutnya juga hanya di ikat ekor kuda atau di ikat menjadi buntelan kecil di atas kepalanya. Dia selalu terlihat santai dengan sepatu kets dan jeans dan atasan kaos atau sweater. Tidak seperti orang-orang kantoran yang mengenakan baju, tas, bahkan sepatu desainer terkenal.

Dia sulit tidur semalam karena memikirkan tawaran Renald yang menurutnya tidak perlu di pikirkan tapi anehnya dia memikirkanya. Dia berpikir bisa saja Renald melakukan itu untuk mengawasinya atau hal lain. Di pikiran Tari sudah melintas hal-hal buruk yang akan terjadi. Tari bergidik hanya dengan memikirkannya saja.

Tari menuruni tangga. Dia tahu dia tidak akan sempat untuk sarapan, jadi dia akan langsung pergi. Tapi baru sampai di tengah tangga, dia cukup terkejut dengan apa yang dilihatnya pagi-pagi. Para pelayan, supir, koki, bodyguard, bahkan tukang kebun yang biasa datang dua kali seminggu juga sudah berjejer rapi bak anak sekolah sedang di hukum gurunya. Tari melangkah pelan menuruni tangga. Semua orang tertunduk, tampak terintimidasi dengan kehadiran Renald. Ada apa ini?

Renald yang menyadari kedatangan Tari, langsung membubarkan mereka. Semakin aneh saja.

Tari berjalan melewati Renald menuju pintu masuk.

"Tunggu." ucap Renald. Tari menghentikan langkahnya lalu berbalik. "Kamu tidak sarapan?"

"Entah kenapa dengan orang satu ini. Hobi sekali mengurusi makanku. Mungkin dia tidak mau aku mati kelaparan. Jadi dia memastikan aku makan. Dia takut namanya tercemar!"

"Hei, kenapa diam saja? Ayo sarapan." ajak Renald.

"Tidak, aku sudah terlambat." Tari kembali beranjak pergi.

"Makanlah dulu. Nanti aku antar." tawar Renald.

"Tuh kan! Ada yang aneh dengan kecoak ini!"

"Aku tidak mau. Terima kasih." ucap Tari tanpa berbalik.

"Kalau begitu ambilah ini. Ini untukmu tapi makanlah dulu." Renald mengulurkan tangannya, memberi sesuatu pada Tari. Tari berbalik dan menatap uluran tangan Renald. Di tangan Renald ada sebuah kunci.

"Apa itu?" tanya Tari.

"Kunci mobil. Sarapan dulu lalu kamu bisa bawa mobil ini dan bekerja."

Tari menatap Renald sejenak lalu tertawa mengejek.

"Kamu menyuruh aku yang tidak bisa mengendarai mobil untuk mengendarai mobil, pergi kerja? Kamu benar-benar seputus asa itu ya, sampai-sampai ingin aku mati. Daripada seperti itu mending ceraikan saja aku lalu kamu bebas."

" A-aku.. Aku tidak--bukan itu maksudku. Aku.. Aku **--aku tidak tahu jika kamu tidak bisa mengendarai mobil!"

"Karena itu. Jangan campuri urusanku, jangan campuri kehidupanku. Kita jalani saja hidup masing-masing seperti dua orang yang sama sekali tidak mengenal satu sama lain." ucap Tari lalu pergi begitu saja.

"Ingin sekali aku melakukannya. Mungkin dengan begitu semua akan menjadi mudah. Tapi entah kenapa aku tidak bisa." gumam Renald sambil menatap kepergian Tari.

...***...

Terpopuler

Comments

iyel

iyel

itu karena kamu udh fall in love sama tari,renald🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️

2023-02-24

0

Kiranisane23 34

Kiranisane23 34

Thankyou ya Thorrrr , semangat up ya , kalo bisa lebih ya 🤭🤭🤭

2023-02-01

1

Dewi Andayani

Dewi Andayani

Tks Thor dah up....but please, up yg banyak lagi ya thor...love this novel

2023-02-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!