"Ahh nama saya Renald, Renald William. Suami Tari." Renald mengulurkan tangannya.
"Ahhh wow." hanya itu yang bisa di ucapkan Na Eun. Dia begitu mengagumi ketampanan Renald. Bahkan dia lupa membalas uluran tangan Renald.
"Bagaimana jika tinggal di hotel saja? Mungkin itu lebih baik." tawar Renald. Na Eun masih diam di tempatnya sambil menatap Renald dan Alex terpesona sampai Tari menegurnya.
"Na Eun-na.."
"A--aahhh... Ahahaha... Ada apa denganku astaga." Na Eun menepuk pipinya. "Kami.. Kami akan ke rumah orang tuaku saja. Jadi tidak perlu. Mungkin Tari saja."
"Apa? Tidak, tidak. Aku ikut denganmu saja."
"Tapi dia suamimu." bisik Na Eun.
"Lalu?"
"Na Eun-na.. Aku.. Aku..."
Brakk!
Chae Ri pingsan di aspal.
"Hei, Chae Ri-ya... Kamu baik-baik saja? Chae Ri-ya!" panggil Na Eun.
"Ayo kita bawa ke rumah sakit." saran Tari.
"Biar aku yang gendong." tawar Renald. "Alex buka pintu mobil."
Renald menggendong Chae Ri sampai ke mobil dan langsung pergi ke rumah sakit.
Di rumah sakit, Chae Ri langsung di periksa dokter sementara Tari dan Na Eun menunggu di dekat meja perawat. Na Eun memegang erat tangan Tari. Dia takut dan khawatir. Setelah beberapa lama, satu dokter mendatangi mereka.
"Wali dari nona Jung Chae Ri?" tanya dokter itu.
"Iya dok. Bagaimana dengan Chae Ri?" tanya Na Eun cepat.
"Sebaiknya anda ikut dengan saya." kata dokter itu lalu pergi ke tempat Chae Ri di periksa tadi. Tari dan Na Eun saling menatap sejenak lalu mengikuti dokter itu.
"Sebelum saya memberitahukan tentang nona Jung, saya ingin bertanya, apa kalian berdua mengetahui ini." dokter itu membuka baju Chae Ri setengah badan. Na Eun terkejut dan menutup mulutnya dengan tangannya. Sementara Tari diam, membeku di tempatnya. Matanya fokus pada tubuh Chae Ri yang penuh memar.
"Melihat ekspresi kalian, sepertinya kalian tidak tahu tentang ini. Kalau begitu apa kalian tahu pelakunya? kalian harus melapor pada polisi." kata dokter itu lagi. Dokter wanita itu juga terlihat khawatir.
"Beberapa waktu lalu kami baru saja menyelamatkannya dari pacarnya. Dia menyeretnya, memaksanya ikut. Kami berakhir di kantor polisi dan baru saja keluar." jelas Tari.
"Kalau begitu, jangan sampai dia keluar. Ini termasuk kejahatan berat." kata dokter itu.
"Tolong di visum dok." kata Renald. Tari terkejut. Dia mengira Renald sudah pergi. "Dan tolong periksa seluruh tubuh dan bagian dalam tubuhnya."
"Akan kami lakukan. Tapi anda adalah.."
"Saya suami dari nona ini." Renald menunjuk Tari. "Kami baru dari kantor polisi. Pengacara saya masih di sana."
"Baiklah kalau begitu. Silahkan daftarkan pasien ini dulu dan kamarnya. Kami akan melakukan visum dan memeriksa semuanya." kata dokter itu lalu berbicara pada satu perawat di dekat sana.
"Bisa tolong angkat baju nona itu? Saya ingin mengambil foto untuk di ajukan sebagai bukti." pinta Alex. Dia laki-laki dan tidak mengenal Chae Ri, tentu dia tidak ingin menyentuhnya. Tari membuka baju Chae Ri hanya sampai dada bawahnya.
"Tari-ya, aku akan daftarkan Chae Ri dulu." ucap Na Eun.
"Biar saya saja. Tunggu saja nona ini." kata Renald dan segera pergi tanpa membiarkan Na Eun berbicara lagi.
...***...
Setelah beberapa lama, Chae Ri sudah di dalam ruangan. Dia masih tidak sadarkan diri. Dokter berkata akan memberitahukan tentang hasil perkembangannya besok. Untuk sementara tulang rusuk Chae Ri retak. Na Eun sangat marah. Dia memang tidak begitu kenal dengan pacarnya Chae Ri. Saat mereka akan diperkenalkan, Dong Hoon selalu menolak. Dong Hoon juga selalu bersikap seenaknya.
"Pulanglah. Biar aku yang menjaga disini." kata Na Eun.
"Iya, sebentar lagi. Tanggung, sebentar lagi pagi."
"Kamu bekerja?"
"Hmm... Aku bekerja hari ini."
"Apa tidak bisa libur saja? Kamu tidak tidur semalaman."
Tari menggeleng. "Aku baik-baik saja."
"Seharusnya tadi kamu pulang bersama suamimu saja agar sempat tidur."
"Aku tidak akan bisa tidur. Terlalu khawatir. Kamu mau aku belikan apa untuk sarapan?"
Na Eun menggeleng. "Aku tidak berselera."
"Kamu harus makan. Aku juga akan membawakanmu pakaian ganti. Sebaiknya aku pulang sekarang." Tari berdiri dari duduknya. Dia sudah semalaman duduk berjaga bersama Na Eun.
"Kamu akan pergi ke hotel? Tempat suamimu tinggal?" tanya Na Eun. Tari menatap Na Eun sejenak lalu mengangkat kedua bahunya.
"Entahlah. Aku ingin tinggal bersamamu saja."
"Dia suamimu. Apa kata orang?"
Tari terkekeh. "Kau bercanda? Tidak ada yang tahu aku adalah istrinya. Dia tidak pernah membawaku ke pesta atau pertemuan dengan teman bisnisnya atau apapun. Tenang saja."
"Tapi dia akan menolak jika kamu tinggal bersamaku. Sementara saja, hm? Jadi aku bisa tenang. Aku tahu dia brengsek tapi setidaknya aku tahu dia tidak akan melakukan apa yang pacar Chae Ri lakukan."
Tari mengerutkan keningnya. "Dari mana kamu tahu dia tidak akan melakukan itu? Aku saja tidak tahu."
Na Eun mengangkat kedua bahunya. "Entahlah, insting."
"Astaga... Ya sudah, aku pergi dulu. Ahh benar! Orang tua Chae Ri."
"Aku yakin sebentar lagi mereka datang."
"Baiklah. Aku pergi dulu."
"Hati-hati. Kabari aku jika terjadi sesuatu." pinta Na Eun. Dia tidak ingin teman satunya lagi juga mendapat masalah. Tari mengangguk lalu segera pergi.
Dia memutuskan untuk naik taksi agar sampai lebih cepat. Dia harus beres-beres dan mandi. Belum lagi membelikan sarapan untuk Na Eun. Sebuah mobil berhenti tepat di depan Tari. Dia kenal mobil itu. Itu mobil Renald tadi malam. Renald turun dari mobil lalu membuka pintu mobil yang di dekat Tari. Tari mengira Renald sudah kembali ke hotel.
"Masuklah. Aku antar." kata Renald.
Tari menggeleng. "Tidak, terima kasih. Naik taksi saja." katanya datar. Dia mencoba untuk tidak menatap Renald.
"Masuklah. Ini masih terlalu pagi untuk mencari taksi." pinta Renald lagi. Tari menatap sekitarnya. Jalanan memang masih sepi. Bahkan langit belum terang sepenuhnya. Renald masih menunggu dan menatap Tari. "Ayolah."
"Hanya sampai apartemen saja, Tari. Hanya sampai apartemen. Saat berangkat nanti sudah banyak taksi."
Tari menghela nafas lalu masuk ke mobil. Dia tahu akan sulit mencari taksi. Daripada dia terlambat, mau tidak mau dia harus ikut Renald. Sesampainya di komplek apartemen Na Eun, Tari mengucapkan terima kasih dan langsung pergi begitu saja, tanpa membiarkan Renald mengatakan apapun. Renald dan Alex saling menatap bingung. Tari benar-benar ingin menghindarinya. Memang benar dia sudah membantu temannya, dia berterima kasih untuk itu tapi dia enggan terlibat dengannya, meskipun dia tahu dia pasti akan terlibat lagi mau tidak mau, karena dia adalah istrinya.
Tari segera mandi dan membereskan kopernya. Setelah tahu pacar Chae Ri adalah anak pengusaha properti yang cukup terkenal, Tari dan Na Eun terpaksa pindah sementara. Setidaknya sampai Dong Hoon benar-benar di penjara.
Tari menggeret satu koper dan satu tas cukup besar. Dia berencana akan membeli bubur abalon dulu sebelum ke rumah sakit lagi.
Tiba-tiba langkah Tari terhenti saat dia sudah berada di lobi apartemen. Dia membeku di tempatnya. Renald masih disana! Mau apa lagi dia?
Tari bingung. Dia ingin melarikan diri lagi, mumpung Renald tidak melihatnya saat ini. Tapi untuk keluar, dia harus melewati tempat dimana Renald berada. Bagaimana ini?
Tari mencoba menarik kopernya perlahan dan mengendap-endap untuk kembali ke lift. Dia akan pergi lewat parkiran bawah tanah saja. Belum sempat sampai lift, sebuah panggilan memanggil namanya. Sial!
Tari mendengar langkah kaki mendekatinya. Dia belum berbalik dan melihat siapa itu. Tapi meskipun tidak melihat dia tahu itu siapa.
"Kamu benar-benar suka mengendap-endap ya?" kata Renald. Tari membalikkan tubuhnya.
"Aku tidak mengendap-endap. Hanya.... Hanya tadi ada yang tertinggal."
Renald mengerutkan keningnya. Alex datang dan membawa koper yang di bawa Tari begitu saja.
"Ehh! Tunggu! Mau dibawa kemana? Itu milikku." Tari berusaha mengambil kopernya kembali tapi Renald menahannya. Dia berdiri tepat di depan Tari dan menatapnya dengan tatapan penuh arti.
"Apa isi koper itu milikmu?" tanya Renald.
"Tentu saja itu milikku!" Tari mulai terlihat kesal. Dia melangkah lagi tapi lagi-lagi Renald menghalanginya lagi.
"Bagaimana dengan tas itu? Apa isinya milikmu?" Renald menunjuk tas yang masih Tari bawa.
Tari mengerutkan kening dan memiringkan kepalanya. Dia tidak mengerti apa maksud Renald. Dia tidak ingin buang-buang waktu dengan lelucon aneh ini dan tidak ingin terlambat.
"Bukan! Ini milik Na Eun." kata Tari akhirnya. "Pinggir!"
Renald mengangguk. "Baiklah kalau begitu." Renald mempersilahkan Tari lewat. Tari menatap Renald bingung.
"Apa maksudnya kecoak satu ini? Mau apa lagi dia?!"
"Kamu pasti mau ke rumah sakit kan? Mau aku antar sekalian?" tawar Renald.
"Tidak! Terima kasih!" ucap Tari ketus. "Dibawa kemana koperku?" tanya Tari. Percuma dia menyusul Alex. Alex bahkan tidak terlihat lagi.
"Ke hotel tempat aku menginap."
"Apa?! Tapi aku tidak pernah berkata aku akan tinggal dihotel denganmu."
"Tapi kamu harus."
"Hah! Sulit di percaya! Tidak! Aku akan tinggal bersama Na Eun!" tolak Tari.
"Kamu akan tinggal bersamaku. Suka atau tidak, aku suamimu yang artinya kamu harus tinggal bersamaku. Koper itu akan berada di hotel. Jika kamu ingin ke rumah sakit, silahkan. Setelah itu ke hotel dan istirahat."
Tari menatap tidak percaya. Aku suamimu?!
"Kau yakin tidak mau aku antar?" tawar Renald lagi. Tari benar-benar kesal sekarang pada pria di depannya ini. Ingin sekali memutilasi dan memakannya. Tari menarik nafas panjang dan menghela nafas panjang, mencoba menghilangkan amarahnya. Tari menatap Renald sejenak lalu segera pergi. Dia benar-benar tidak ingin bersamanya lebih lama lagi.
...***...
Tari membuka pintu kamar tempat Chae Ri di rawat. Hanya ada Na Eun disana. Orang tua Chae Ri belum datang. Orang tua Chae Ri berasal dari desa yang cukup jauh dari Seoul. Jadi wajar jika lama baru sampai.
"Kamu sudah datang?"
Tari mengangguk. "Hmm... Bagaimana Chae Ri?"
"Masih sama." Na Eun dan Tari sama-sama menatap Chae Ri.
"Mandilah. Aku membawakanmu pakaian ganti dan alat-alat mandimu." Tari mengeluarkan satu tas kecil dari tas besarnya.
"Kamu memang yang terbaik." Na Eun mengambil tas kecil itu lalu mencari handuk dan pakaian bersih di dalam tas.
"Aku akan menyiapkan bubur untukmu. Aku sengaja membeli agak banyak untuk kedua orang tua Chae Ri juga. Aku tahu mereka datang dari jauh, mereka pasti tidak sempat sarapan."
"Oke." Na Eun masuk ke dalam kamar mandi. Terdengar suara air dari dalam kamar mandi. Setelah menyiapkan sarapan Na Eun, Tari duduk disebelah Chae Ri. Dia merasa kasihan padanya. Tari pernah melihat dan bertemu pacar Chae Ri sebelumnya. Jika bersama pacarnya, Chae Ri terlihat tertekan. Tari selalu menepisnya dan enggan bertanya. Dia takut menyinggung perasaan Chae Ri. Semenjak diperkenalkan oleh Na Eun, Tari lebih sering bersama Chae Ri daripada Na Eun. Karena mereka pernah bekerja part time bersama.
Tari menatap sekeliling ruangan. Renald memesankan kamar VVIP untuk Chae Ri. Fasilitas lengkap dan luas. Semuanya di tanggung Renald. Apa itu berarti hutangku semakin banyak? Haiishh!
"Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu seperti itu?" kata Na Eun setelah keluar dari kamar mandi.
"Tumben sekali cepat mandinya. Biasanya lama."
"Nanti saja saat sudah di rumah kedua orang tuaku, aku akan mandi lagi." kata Na Eun. Tari menggelengkan kepalanya. Sudah tiga tahun Na Eun memilih tinggal sendiri. Meski tinggal di apartemen kecil, dia tidak masalah. Dia tidak akur dengan kakak iparnya. Selalu bertengkar. Jadi dia lebih memilih mengalah dan pergi. Terlebih karena dia wanita sementara kakaknya laki-laki. Sudah pasti warisan jatuh ketangan kakaknya yang laki-laki.
"Makanlah. Aku harus pergi. Ahh itu kopi dengan ekstra espresso." Tari berdiri dari duduknya dan langsung berjalan ke pintu. "Kita bertemu sore ya? Disini."
"Oke, makasih Tari-ya. Saranghae!" sahut Na Eun setengah berteriak. Sedetik berikutnya Na Eun menutup mulut dengan tangannya. Tari tersenyum geli.
Seperti biasanya, dia bekerja di cafe milik Na Eun sampai jam empat sore lalu di convenience store jam lima sore. Dia memiliki satu jam untuk istirahat dan di pakainya untuk menjenguk Chae Ri. Chae Ri sudah sadar dan orang tuanya juga sudah datang. Tulang rusuk Chae Ri retak, jadi dia tidak boleh banyak bergerak. Orang tua Chae Ri juga terus menerus berterima kasih pada Tari karena Renald yang membiayai seluruhnya. Tari menjadi sungkan karena itu.
Malamnya Tari bekerja di Convenience store. Dia mengenakan rompi berwarna biru dan mengorganisir barang-barang dan merapikannya. Dia selalu di sif malam agar tidak tabrakan dengan kerjanya di cafe. Dia akan pulang jam dua belas malam.
"Selamat datang." kata Tari saat mendengar suara gemerincing saat pintu di buka. Tari terkejut. Alex yang
datang.
"Nyonya." ucpanya sambil sedikit membungkuk.
"Dari mana kamu tahu aku bekerja disini? Apa kalian mengikutiku?" tanya Tari. Dia terlihat kesal. "Mana dia?!"
Tari keluar dari balik meja kasir dan berjalan ke pintu masuk.
"Tuan tidak disini nyonya. Dia sedang rapat. Saya disuruh menjemput nyonya."
Tari mengerutkan keningnya. Dia melihat jam tangannya. Jam sebelas lewat tiga puluh lima malam. "Rapat? Rapat apa jam segini?" gumam Tari pelan tapi cukup jelas di telinga Alex.
"Perbedaan waktu dengan Amerika, nyonya."
"Ahh benar. Bisakah kamu tidak memanggilku dengan sebutan nyonya? Tidak nyaman sekali rasanya."
Tari kembali lagi ke meja kasir. Dia mulai membersihkan toko.
"Saya akan tunggu di luar nyonya."
"Sudah aku katakan-- baiklah, terserah kamu saja." Tari menyerah. Dia terlalu lelah untuk berdebat.
Tepat jam dua belas malam Tari selesai membersihkan toko dan menutup tokonya. Tari biasanya selalu menyimpan kunci toko. Dia melihat Alex yang merokok di depan mobil.
"Seharusnya kamu tidak usah menjemputku. Aku bisa kesana sendiri." katanya pada Alex. Dia merasa tidak enak karena Alex menunggunya. Alex mematikan rokoknya.
"Tidak masalah nyonya. Lagipula tuan Renald ingin saya memastikan anda datang ke hotel dengan selamat."
"Haisshh kecoak itu." gumam Tari.
"Hm? Apa nyonya? Maaf tapi saya tidak mendengar."
Tari menggeleng cepat. "Tidak, tidak apa-apa. Bagus kalau tidak mendengar. Ayo pergi."
Alex membukakan pintu mobil penumpang bagian belakang. Tapi Tari justru membuka pintu penumpang bagian depan dan duduk di sana.
"Uhmm... Nyonya.. Sebaiknya anda--"
"Tidak. Aku duduk disini atau aku akan naik taksi. Pilihlah." kata Tari. Dia tidak ingin terlihat seperti nyonya besar dengan duduk di belakang. Alex menghela nafasnya. Suami dan istri sama-sama keras kepala. Akhirnya Alex membiarkan Tari duduk di tempat yang dia inginkan.
"Kalau aku boleh tahu.. Uhmm... Aku hanya ingin tahu. Dari mana kalian tahu aku ada disini dan kapan?" tanya Tari saat mobil sudah berjalan. Alex tidak menjawab. "Pasti Renald ingin merahasiakannya ya? Ya sudah aku tidak memaksa."
"Tidak, nyonya. Tuan Renald tidak meminta saya untuk merahasikannya. Tuan mencari anda saat dia tahu anda tidak naik pesawat jet yang sudah dipersiapkan untuk anda. Dia menunggu selama sehari semalam, tapi anda tidak juga memberi kabar. Tuan langsung terbang ke Indonesia, mencari anda."
"Tunggu, jadi dia ke rumahku?! Kenapa tidak ada kabar apapun dari ibu tiriku?" Tari bingung.
"Itu karena tuan Renald tidak berkata apapun pada ibu tiri anda. Dia hanya berkata jika dia hanya berkunjung karena ada pekerjaan, bukan mencari anda. Tuan Renald berkata anda masih di New York."
"Kenapa begitu?"
Alex menggeleng. "Saya tidak tahu Nyonya. Tuan Renald memang sulit ditebak. Saat dia tahu anda tidak pulang ke Indonesia, dia mulai menanyakan teman-teman anda. Dia yakin anda pasti setidaknya memberitahukan teman anda."
"Tapi aku tidak memberitahukan pada siapapun."
"Kami tahu nyonya. Jadi kami berspekulasi dimana tempat-tempat yang ingin anda kunjungi. Kami juga tahu jika anda pernah berkeinginan ke sini, Korea Selatan. Jadi dengan bantuan kakaknya, dia bisa melihat data-data kedatangan di waktu perkiraan anda datang. Dan kami menemukan anda."
"Dia memiliki kakak yang bisa melakukan itu? Disini? Korea?"
"Benar. Tuan muda Andy tinggal di korea. Dia adalah kakak tuan Renald. Mereka dekat semenjak mereka kecil. Tuan Andy memiliki istri berasal dari korea. Dia memiliki perusahaan pesawat terbang dan memiliki kenalan dari pemilik pesawat terbang lainnya."
Tari memijat keningnya. Dia tidak tahu Renald memiliki keluarga yang benar-benar terpengaruh. Waktu itu neneknya yang bangsawan sekarang kakaknya. Dia menikah dengan orang yang.. Entahlah, dia bahkan tidak bisa menyimpulkan kata-kata yang tepat untuk itu.
"Lalu sejak kapan kalian tahu?"
"Dua setengah bulan yang lalu, nyonya."
"Jadi kalian berhasil melacakku dalam waktu dua minggu saja?!" Tari terkejut. Dia menatap Alex tidak percaya.
"Dua minggu? Saya rasa kurang dari itu, Nyonya." koreksi Alex. Mobil berhenti di depan hotel. Satu pegawai hotel membukakan pintu Tari.
"Tunggu sebentar." kata Tari pada pegawai itu lalu menutup pintunya kembali. "Katakan padaku, kenapa kalian diam saja? Tidak menyuruhku pulang?"
"Tuan Renald yang meminta agar membiarkan anda disini dan mempekerjakan Bodyguard untuk menjaga anda. Bahkan sudah satu bulan ini tuan Renald tinggal dan bekerja di sini."
Tari terdiam. Antara bingung dan tidak percaya. Tapi kenapa?
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
ZeysLe3on
makin seru kaya reinald dah mulai buka hati nih ke tari lanjutkaaann ~ semangat~
2023-01-20
0