Chapter 13

Sepanjang perjalanan Tari hanya diam. Dia tidak tahu apa yang bisa dia katakan lagi. Dia mengira dengan usahanya bertahan selama satu hari, malamnya dia akan terbebas dan istirahat dirumah. Dia sangat lelah, baik tubuh maupun mental.

Perkataan Na Eun bukan isapan jempol. Mereka benar-benar masuk ke area perkemahan. Banyak orang yang berkemah di sana karena weekend. Untung saja Na Eun sudah memesan tempat, jadi mereka tidak kehabisan tempat.

"Bukannya kemah butuh persiapan?" tanya Tari saat mereka sudah turun.

"Karena itu tadi pagi aku bersikeras menggunakan mobil oppa Hae Joon." kata Na Eun lalu membuka bagian mobil.

"Eh tapi kita sudah jalan seharian. Pasti sudah--"

"Tenang Tari. Sudah di beri es batu. Cuaca juga masih dingin, jadi cairnya akan lama. Lagipula tadi saat kita di pulau nami, Hae Joon oppa sudah membeli es." jelas Na Eun dengan senyuman manis. Seperti tidak ada rasa bersalahnya. Tari menoleh, Renald sudah tidak ada disana. Dia mencari dan mendapati Renald berdiri agak jauh. Tari berjalan mendekat, dia ingin meminta agar Renald membantu mendirikan tenda.

"Iya, aku tahu. Tidak jangan. Itu tidak perlu. Mau aku belikan apa? Atau beli sendiri? Ve kamu tahu aku sibuk." Renald tersenyum. "Iya aku juga. Hanya pura-pura, kau tahu itu. Jika tidak kakakku akan mengadukan pada ibuku lalu keadaan menjadi kacau. Terlebih jika nenekku tahu. Kamu tahu kan bagaimana. Jadi aku terpaksa melakukan semua ini."

Tari berbalik dan pergi. Dia tidak ingin mendengar lebih banyak lagi. Dia tahu Renald sedang bertelepon dengan Veronica. Ve adalah panggilannya untuk Veronica. Tari tahu itu. Dia sering mendengarnya. Dan dia juga tahu mereka sedang membicarakannya. Sekarang Tari tahu kenapa Renald disini. Firasatnya benar. Dia bersyukur dia tidak berharap. Tidak, itu tidak benar. Dia berharap, meski kecil tapi itu masih harapan. Bodohnya.

Tari akhirnya memasang tenda sendirian. Melihat Tari memasang sendirian, Hae Joon yang membantunya. Saat selesai pun Renald belum kembali.

"Kemana suamimu?" tanya Na Eun. Mereka menyiapkan panggangan dan yang lainnya.

Tari mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Mana aku tahu dan aku tidak perduli."

Na Eun menatap Tari. Ada rasa penyesalan di benaknya. Dia tahu Tari kesal.

"Kamu marah padaku?" tanya Na Eun.

"Tidak, hanya kesal."

"Maafkan aku. Aku hanya berpikir kalian butuh waktu untuk saling mengenal. Dari situ mungkin kalian bisa... Saling menyukai. Terlebih dengan langsung membantumu waktu di kantor polisi dan sikapnya, aku mengira dia menyukaimu." jelas Na Eun. Dia begitu merasa bersalah. Tari menatap Na Eun.

"Kata siapa?"

"Kataku. Apa aku salah?"

"Aku sudah katakan padamu, Na Eun-na. Dia dan aku tidak akan bisa bersama. Meski saling mengenal, dia tidak akan menyukaiku, begitu juga aku. Aku sudah memutuskan untuk berhenti menyukainya, aku sungguh berharap kamu mengerti. Bukannya melakukan hal gila ini." kata Tari mencoba berkata selembut mungkin. Mungkin dengan begitu Na Eun akan mengerti.

"Lagipula..." lanjut Tari. "Dia sudah memiliki kekasih. Kekasih yang dia cintai. Terlebih dia cinta pertamanya. Kau tahukan betapa sulitnya mengalahkan cinta pertama? Meskipun dia mengenalku, dia tidak akan beralih padaku, dia tidak akan mencintaiku, dia tidak akan melupakan wanita itu. Jadi berhentilah melakukan hal gila. Aku kira kamu mendukungku karena itu aku menceritakan semua padamu. Tapi kamu malah melakukan hal gila ini. Aku kira kamu akan melindungiku darinya."

"Maafkan aku Tari-ya." Na Eun memeluk Tari. Dia menangis dalam pelukan Tari.

"H-hei... Kenapa kamu jadi menangis? Aku bahkan tidak memarahimu." Tari panik melihat Na Eun tiba-tiba menangis.

"Aku... Aku seperti... Menjadi... Teman yang.. Buruk.. Hiks.." Na Eun sesenggukan.

"Astaga.. kamu ini kenapa sebenarnya? Sudah-sudah jangan menangis. Malu dilihat orang. Nanti orang mengira aku memukulimu, padahal tubuhmu jauh lebih besar dariku."

"Enak saja! Aku lebih kecil tahu!"

"Baiklah, baiklah aku jadi pembully. Padahal kamu lebih galak dariku."

"Enak saja."

"Apa kamu tidak lihat Hae Joon oppa takut padamu? Padahal dia baru saja keluar dari militer? Kamu kalau sudah marah, terlihat seperti monster! AAaarrrrggghh!!" Tari menirukan suara monster membuat Na Eun memukulinya. "Ahh sakit!"

"Kau mengejekku!"

"Kalau begitu berhentilah menangis. Wajahmu jelek sekali jika menangis. Aku yakin Hae Joon akan lari ketakutan melihat wajahmu nangis."

Na Eun cemberut.

"Apa? Kenapa? Kenapa menyebut namaku? Pasti lagi bicarakan aku kan? Aku tahu aku tampan, tidak perlu di bicarakan seperti itu." sahut Hae Joon yang tersenyum bangga.

Tari berdecak. "Percaya diri sekali!"

"Iya, iya oppa tampan. Apa sudah mengambil kayunya oppa tampan?" tanya Na Eun. Hae Joon tertawa kecil dan menyerahkan kayu di bawanya.

Mereka makan malam dalam diam. Suasana terasa sangat canggung. Seharian Na Eun berusaha mengajak bicara Renald, menyambungkan omongan Renald dengan Tari, membuat mereka berjalan bersama bahkan berbicara. Tapi malam ini tidak. Dia hanya diam yang membuat Hae Joon bingung.

"Uhmmm apa ada masalah? Kenapa semua jadi diam begini?" tanya Hae Joon. Hae Joon memang belum di jelaskan oleh Na Eun terkait masalah sebenarnya.

"Tidak apa-apa, oppa. Aku mau tidur, sudah malam. Ayo Tari." ajak Na Eun. Na Eun dan Tari berdiri.

"Hei tunggu dulu. Kalian tidur berdua?"

"Tentu saja. Oppa dengan Renald-sshi." kata Na Eun cuek lalu pergi masuk ke tenda. Renald dan Hae Joon hanya saling menatap.

"Wanita. Moodnya memang selalu berubah." kata Hae Joon. Renald hanya mengangguk dan tersenyum. Dia kembali dengan tab nya. Seharian ini jika mereka berhenti beristirahat atau tidak ada yang dibicarakan, Renald akan membuka tabnya. Dia bekerja di sela-sela perjalanan. Bahkan saat Hae Joon sudah tidur di dalam tenda, Renald masih asik dengan tabnya.

...***...

Besoknya begitu sampai kamar dia langsung mandi dan pergi ke cafe Na Eun. Memang benar Na Eun mengijinkannya untuk libur sehari, tapi dia merasa tidak enak dengan karyawan lain, dia tidak ingin di katakan terlalu diistimewakan. Terlebih dia tidak ingin satu atap dengan Renald.

Pulang lewat tengah malam hari ini Tari tidak di jemput oleh Alex lagi. Entah kenapa Tari bahkan tidak tahu. Alex pernah memberikan kartu namanya, jika terjadi sesuatu diminta untuk meneleponnya. Tapi Tari tidak pernah menelepon sama sekali. Menyimpan di ponselnya saja tidak.

Tari masuk ke dalam ruangan suits milik Renald. Ada beberapa orang berkumpul di sana. Meja makan tampak berantakan dengan banyaknya kertas berserakan, laptop dan beberapa map. Renald duduk paling ujung. Dia juga tampak berantakan. Dasi yang di longgarkan, lengan baju di lipat, kancing atas baju terbuka bahkan rambut hitamnya yang sedikit kusut. Tidak berbeda dengan Alex. Mereka semua terlihat sangat serius. Seperti dunia akan runtuh seketika. Tidak ada yang memperhatikan Tari datang, sama sekali. Well itu bagus, dia senang menjadi invisible.

Esoknya Tari kembali bermain kucing-kucingan dengan berangkat lebih pagi dan tanpa sarapan. Dia berjalan cepat melewati ruang tamu tanpa menoleh kanan dan kiri. Hanya langsung menuju pintu keluar. Saat membuka pintu, dia terkejut mendapati seseorang di depan pintu, tepat di depannya dan dia hampir menabraknya. Tari mendongakkan kepalanya. Itu Renald. Dia baru sadar Renald begitu tinggi. Dia saja hanya setinggi bahunya. Ditangan Renald ada kopi. Dia tidak mengenakan dasi. Kancing atas di biarkan terbuka, memperlihatkan leher jenjang dan rahang tegasnya dan pakaiannya masih sama dengan kemarin.

Dengan cepat Tari menggeleng, menyadarkan diri dari keterkejutannya lalu berjalan melewati Renald.

"Bersiaplah." kata Renald membuat langkah Tari berhenti. "Kita akan kembali ke New York."

Tari berbalik dan menatap Renald. "Tunggu, apa?"

"Apa aku harus mengulangi kata-kataku? Apa telingamu bermasalah?"

"Tidak perlu menghinaku atau mengejekku. Aku hanya perlu memastikan apa yang aku dengar itu, benar." kata Tari dingin.

"Benar. Kita akan pulang ke New York. Silahkan berikan surat pengunduran dirimu lalu pamitan kepada teman-temanmu. Aku beri waktu tiga hari."

"Jika aku tidak mau?"

Renald tertawa mengejek. "Apa kamu lupa kamu terikat padaku? Jangan melawan dan lakukan saja. Kau berhutang padaku." Renald berbalik dan pergi, meninggalkan Tari yang menatapnya dengan penuh kemarahan. Tangannya di kepal dengan kuat. Dia benar-benar brengsek!

...***...

Mendengar kabar kepulangan Tari membuat Na Eun merengek, memohon agar Tari tidak pergi. Tidak merengek dan memohon pun Tari akan dengan suka cita untuk tidak kembali. Tapi dia tahu dia tidak bisa. Renald sudah menyinggung soal hutangnya. Benar-benar menyebalkan!

"Kau benar. Dia brengsek! Jangan sampai kamu jatuh cinta padanya, berjanji padaku!" kata Na Eun lalu meminum birnya sampai habis.

"Siapa kamu dan kemana orang yang mengatakan Renald menyukaiku?"

"Ughhhh aku sungguh-sungguh menyesal memiliki pikiran itu. Ternyata brengseknya totalitas sekali." Na Eun menuang bir ke dalam gelasnya dan meminumnya.

Tari tertawa. "Dia hanya memberiku tiga hari, besok dua hari. Jadi..." Tari memberikan satu amplop berisikan surat pengunduran dirinya. Dia tahu dia bekerja dengan temannya, tapi dia tetap hanya seorang pegawai. Tari juga sudah memberikan surat pengunduran dirinya di Convenience store. Pemilik toko benar-benar terkejut tapi untung saja pemilik itu mau menerima.

"Aku tidak ingin kamu pergi, Tari-ya.." Na Eun mulai merengek, lagi.

"Jangan katakan kamu akan menangis lagi. Bisa-bisa semua orang akan menganggapku jahat."

"Jadi... Kamu akan benar-benar pergi?" tanya Na Eun memastikan. Tari mengangguk.

"Aku tidak punya pilihan. Demi keluargaku."

Na Eun mendekati Tari lalu memeluknya. "Kasihan sekali kamu.. Semangat ya.. Aku pasti akan merindukanmu."

"Hei hei.. Aku belum akan pergi.. Masih ada waktu." Tari mencoba melepaskan diri dari pelukan Na Eun. Na Eun akhirnya melepaskannya. "Aku berhenti sekarang karena aku ingin menikmati sisa waktuku disini. Mungkin jalan-jalan? Atau mendatangi Chae Ri."

"Aku ikut. Aku antar ya ke rumah Chae Ri."

Tari tersenyum. "Apa kamu tidak apa-apa ijin lagi? Na Eun-na, kamu itu bukan bekerja di perusahan ayahmu, tapi perusahaan orang. Tidak bisa sembarangan. Nanti kamu akan di pecat." Tari menggelengkan kepalanya lalu meminum cola.

"Tapi aku ingin ikut.." Na Eun memelas.

"Kamu bisa menemui Chae Ri saat Weekend. Dan kita bisa bersenang-senang saat hari terakhir disini. Oke?"

"Kau yakin?" wajah Na Eun masih memelas.

"Yakin dan berhentilah menatapku seperti itu."

"Aku sedih kau akan pergi."

"Percayalah, aku juga. Bukankah kita akan bersenang-senang malam ini?"

"Tentu, let's do it! Cheerrsss!!"

Tari dan Na Eun menyatukan gelas mereka dan meminumnya.

"Ahhh benar. Besok kamu akan kemana?"

Tari diam, dia tampak berpikir. "Mungkin sekitar sini saja. Yang pasti aku tidak akan ada di rumah... Seharian!" pekiknya.

Benar saja. Besoknya agak siangan, Tari bersiap pergi. Dia sengaja keluar agak siang, agar tidak bertemu dengan Renald. Dia membiarkan Renald berangkat bekerja lebih dulu. Jam sepuluh Tari baru turun ke lobby. Dia akan berjalan-jalan di sekitar Seoul, sendirian. Me time, alone.

Tari berjalan santai di lobby. Dia tidak perduli lagi jika bertemu dengan Renald. Dia sudah muak dengannya. Dan benar saja, ada Renald disana bersama Alex. Renald sedang menyambut beberapa orang penting. Dia sempat melihat Tari sejenak, tapi Tari tidak melihatnya, sama sekali.

Tiba-tiba langkah Tari terhenti. Di depannya sudah ada orang yang menghalangi jalannya. Dia menutup matanya dan menghela nafas kasar. Ini pasti pria breng-- oh?

Tari menatap pria di depannya tanpa berkedip. Sementara pria itu sudah tersenyum padanya.

"Apa ada yang mati? Kenapa wajahmu kusut seperti itu?"

"Randy?"

"Terakhir aku periksa.. Benar namaku Randy." kata Randy. Dia tertawa geli melihat ekspresi Tari yang bingung dan terkejut.

"Sedang apa kamu disini?" tanya Tari.

"Ada urusan." jawab Randy. Tari mengangguk.

"Kalau begitu aku pergi dulu." kata Tari lalu berjalan melewati Randy.

"Mau kemana?" pertanyaan Randy membuat Tari berbalik dan menatapnya.

"Jalan-jalan?"

"Hmm... Kalau begitu aku akan mengajakmu ke suatu tempat."

"Hah?"

Randy menggenggam tangan Tari lalu menariknya untuk ikut dengannya.

"H-hei... Tunggu.. Mau kemana?"

Dari jauh Renald mengamati itu semua. Gadis itu dengan Randy? Mau apa mereka.

...***...

Terpopuler

Comments

Kiranisane23 34

Kiranisane23 34

makin seru👏👏

2023-01-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!