Tari berdiri di paling belakang pesta itu. Setelah tidak henti-hentinya dibawa berkeliling dan di perkenalkan, akhirnya dia berhenti juga. Setelah selesai diperkenalkan, Renald meninggalkannya. Tapi Tari tidak mempermasalahkan itu. Setidaknya dia berhenti melangkah. Kakinya terlalu sakit untuk berjalan lagi. High-heels membuatnya susah berjalan. Entah kenapa mereka harus menciptakan yang namanya high-heels.
Tiba-tiba terdengar suara riuh. Beberapa orang terlihat mengagumi dan berbicara masing-masing. Tari melihat ke arah yang dilihat orang-orang itu. Seorang wanita cantik yang baru saja datang. Tari memicingkan matanya. Veronica. Dia di undang juga?
Veronica berjalan mendatangi Renald dengan wajah manisnya. Detik itu juga Tari tahu kenapa Renald mengadakan pesta ini. Untuk menjadikannya tameng. Tapi kenapa?
"Itu Veronica bukan?"
"Iya itu dia. Wahh dia semakin cantik saja. Tubuhnya itu.. Aku iri dengan tubuhnya. Dia cantik dan memiliki tubuh itu. Aku yakin dia salah satu wanita paling sempurna didunia."
"Aku juga iri. Aku kira dia yang menikah dengan Renald. Ternyata bukan. Padahal mereka sudah lama menjadi sepasang kekasih kan?"
"Itu benar. Aku tidak ingat Renald memiliki kekasih yang lain."
"Dan mereka sangat cocok. Yang satu cantik, yang satu tampan. Pasangan sempurna. Tapi kenapa dia menikah dengan wanita lain? Apa wanita itu lebih kaya?"
"Aku rasa tidak. Mungkin mereka dijodohkan. Mungkin keluarga Renald tidak menyetujui hubunganya dengan Veronica. Kasihan sekali."
"Iya kasihan sekali. Kelihatan sekali Renald tidak menyukai istrinya dari cara menatapnya. Berbeda jika dia menatap Veronica."
"Kau benar."
Dua wanita sedang membicarakan mereka, tiga pemeran utama yang menjadi pusat perhatian di pesta itu. Ralat, hanya dua. Renald dan Veronica. Tentu Tari tidak termasuk. Hanya pemeran figuran yang nasibnya di kasihani oleh orang-orang.
"Jangan katakan kau terganggu dengan ucapan mereka." kata Randy yang sudah berdiri di sebelah Tari. Tari terkejut dan hampir berteriak.
"Ahhh kamu mengejutkanku saja!" Tari memegang dadanya dan mengatur nafasnya. Dia sangat terkejut tadi membuat detak jantungnya tidak beraturan. "Kamu seperti hantu saja, tidak kedengaran saat datang."
"Kamu saja yang melamun. Tidak mendengarku datang. Apa karena ucapan mereka?"
"Mereka?"
"Kedua gadis tadi."
"Aahh.. Kenapa dengan mereka?" tanya Tari. Randy menatapnya seakan menunggu jawaban. "Apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?"
"Apa kamu terganggu dengan ucapan mereka?" ulang Randy.
"Tidak, tentu saja tidak. Itu memang benar. Jadi aku tidak terganggu sama sekali." ucap Tari sambil menatap ke arah lantai dansa. Dia melihat Renald dan Veronica sudah disana dan berdansa.
"Kau yakin?"
"Hmm.. Yakin tuan." jawab Tari tanpa menatap Randy.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan? Maksudku.. Tentang semua ini?" tanya Randy lagi. Tari mengerutkan keningnya dan menatap Randy.
"Tunggu, apa maksudnya? Ada apa dengan semua ini?"
"Bagaimana jika Renald mengadakan pesta tidak masuk akal ini karena dia ingin menghentikanmu bekerja?"
Tari menatap Randy sejenak lalu tertawa terbahak.
"Apa kamu gila?! Dia? Melakukan itu hanya untuk membuatku berhenti bekerja??" Tari kembali tertawa. Tapi Randy tidak tertawa. Dia justru menatap Tari dengan heran. Tari menyadari itu lalu menghentikan tawanya. "Oke, baiklah.. Maafkan aku. Aku hanya-- astaga itu tidak mungkin Ran. Memangnya aku sepenting apa sampai-sampai dia membuat pesta ini hanya untuk membuatku berhenti bekerja. Jika dia mencintaiku, aku mengerti. Mungkin benar. Dia membenciku, demi tuhan! Dia tidak mungkin melakukan hal tidak masuk akal itu!"
"Kenapa kamu sangat yakin?"
Tari menatap Randy. "Aku bukan orang penting baginya, mungkin baginya aku tidak ada atau.. Hanya benalu. Ini pesta besar, butuh biaya besar dan lain-lain. Dia gila jika dia melakukan hal semacam itu pada gadis yang tidak di anggapnya. Aku yakin dia menjadikanku tameng lagi. Entah apa alasannya, tapi aku lebih percaya hal itu dari pada hal konyol yang kamu katakan tadi." Tari menggelengkan kepalanya.
"Jika.. Ini hanya jika. Jika itu benar?"
"Berarti dia gila dan sudah jelas aku tidak akan menurutinya. Siapa dia bisa melarangku? Dia sendiri yang berkata aku hanya istri di atas kertasnya. Seenaknya saja dia melarangku. Aku akan tetap bekerja meskipun harus mengenakan masker."
Randy tersenyum. "Itu adalah Tari yang aku kenal."
"Hei tuan. Kamu tidak mengenalku dengan baik."
"Aku tahu. Tanpa itu pun aku tahu bagaimana kamu. Unik." puji Randy membuat Tari mengerutkan keningnya.
"Entah kenapa aku merasa disamakan dengan benda mendengar kata unik itu."
Randy tertawa. "Ahh! Mau dansa denganku?"
Tari mengangkat tangannya dengan telapak tangan menghadap ke wajah Randy. "Tidak, terima kasih. Aku tidak bisa berdansa."
"Aku bisa mengajarimu." tawar Randy.
"Tidak, aku tidak ingin menginjak kakimu." tolak Tari lagi.
"Aku tidak masalah."
"Kau yakin?" Tari mengangkat roknya sedikit dan memperlihatkan high-heels nya. "Dengan ini?"
"Whoaahh itu... Tinggi. Pantas saja kamu terlihat tinggi sekali."
"Begitulah." kata Tari. Sedari tadi dia masih menatap Renald. Semua orang juga masih membicarakan mereka.
"Sepatu seperti itu bisa membunuh anjing." gumam Randy.
"Dan manusia." tambah Tari.
"Benarkah?"
"Apa kamu mau mencoba? Aku dengan senang hati membuatmu menjadi korban pertama."
Randy tertawa. "Tidak, terima kasih."
"Kapan acara ini selesai? Kakiku sakit sekali."
"Apa kamu mau mengenakan sepatuku?"
"Apa kamu gila? Lagipula tidak mungkin muat. Kakimu terlalu besar."
"Yang penting kakimu tidak sakit lagi."
"Tidaklah, aku tidak mau. Uughh aku benar-benar ingin membunuh orang menciptakan high-heels!" keluh Tari.
"Mereka sudah mati."
"Karena itu! Menyebalkan sekali!"
Randy tertawa lagi.
Sementara itu Renald...
"Ada apa denganmu? Senyumlah.. Semua orang menatap kita." bujuk Veronica. Renald tetap tidak senyum.
"Untuk apa kamu kemari?" tanya Renald.
"Berpesta tentu. Bersamamu." Veronica memeluk Renald sambil berdansa.
"Aku tidak ingat mengundangmu."
Veronica menatap Renald. "Aku yang ingin datang. Lagipula kenapa kamu tidak mengundangku?!" Veronica cemberut.
"Apa kamu tidak lihat siapa saja yang datang? Kebanyakan adalah partner bisnisku, Ve."
"Lalu? Aku tidak perduli. Bukannya mereka sudah tahu hubungan kita?"
"Mereka tahu aku sudah menikah."
"Dan mereka tidak tahu wajah istrimu. Jadi biarkan mereka tahu aku adalah istrimu. Gampang." ucap Veronica. Veronica kembali memeluk Renald. "Lagipula... Kita akan menikah."
"Kamu menolak itu."
"Tapi sekarang tidak!" Veronica menatap Renald. "Aku ingin menikah denganmu."
Renald menghela nafas dan menatap Veronica sejenak. Lalu tatapannya beralih menuju Randy dan Tari yang sedang tertawa. Rasa panas terasa di dadanya. Dia mencoba mengalihkan pandangannya, tapi dia justru malah tidak tenang. Renald menghentikan dansanya lalu berjalan menuju Tari, meninggalkan Veronica yang bingung. Tapi langkahnya di cegah oleh salah satu koleganya yang memperkenalkannya pada seseorang yang akan menjadi investor pada proyek Renald selanjutnya. Renald mau tidak mau harus menyapa tapi semakin dia mencoba tidak perduli semakin dia resah. Renald pamit pada kolega dan calon investornya lalu mendatangi Tari dan Randy. Dia melihat Tari yang akan mengenakan sepatu milik Randy.
"Sedang apa kalian?" tanya Renald. Tari dan Randy hanya saling menatap tanpa menjawab pertanyaan Renald. "Pakai kembali sepatu kamu dan ikut aku. Ada yang harus kamu temui." kata Renald pada Tari.
Tari kembali mengenakan high-heelsnya. Dia berjanji malam ini akan menuruti Renald meskipun enggan. Menjadi istri yang baik. Tapi Tari justru merasa seperti hiasan saja. Renald menarik tangan Tari dan berjalan menuju calon investor tadi. Randy merasa kasihan pada Tari. Dia menatapnya penuh iba. Ingin sekali menolongnya lepas dari Renald. Sementara di tengah lantai dansa, Veronica masih berdiri diam. Dia mengeraskan rahangnya dan meremas roknya. Dia benar-benar marah melihat kebersamaan Renald dan Tari.
...***...
Sebelum berangkat kerja Tari menempelkan plester di beberapa bagian kakinya. Kakinya lecet, beberapa ada yang luka. Dia jarang menggunakan high-heels. Dia lebih senang menggunakan sepatu ketsnya. Meskipun perih, Tari tetap pergi bekerja. Tari turun membawa sebuah kotak bersamanya. Kotak itu berisi pakaian semalam yang dia kenakan, beserta high-heels dan kalung.
Tari sarapan dengan tenang. Tidak ada Renald. Dia bersyukur tentang itu. Dia bisa memakan telur dan beaconnya yang lezat. Setelah sarapan dan akan pergi bekerja, Tari justru bertemu Renald yang baru keluar dari kamarnya. Renald sudah mengenakan stelan jas lengkap. Tari memberikan kotak yang di bawanya tadi pada Marissa. Dia ingin Marissa yang memberikan kotak itu pada Renald. Dia enggan berbicara padanya. Tapi sayangnya Renald yang berbicara duluan padanya.
"Kamu mau berangkat sekarang?" tanya Renald. Tari menoleh sejenak lalu beranjak pergi. "Aku akan mengantarmu."
Tari menghentikan langkahnya dan menoleh. "Apa?"
Renald menghela nafas. "Aku bilang, aku akan mengantarmu."
Tari menggeleng cepat. "Tidak, terima kasih. Ahh iya! Aku akan langsung memberikan padamu saja."
Tari berjalan ke Marissa dan mengambil kotak yang dia berikan tadi lalu memberikannya pada Renald.
"Apa ini?" tanya Renald tampak bingung.
"Baju, sepatu dan kalung yang aku kenakan semalam. Aku kembalikan. Dan ahh! Benar. Ada kartu kredit dan atm yang aku bawa dari York waktu itu. Ada di dalam sana. Aku kembalikan juga. Aku tidak menggunakannya kecuali untuk membeli tiket." Tari berbalik dan Beranjak pergi. Renald dengan cepat meraih tangan Tari.
"Untuk apa kamu memberiku ini semua? Ini semua untukmu. Tidak perlu di kembalikan."
"Aku tidak butuh, terima kasih. Ahh! Aku tidak mengotori gaunnya. Bisa di laundry."
"Tidak! Aku memberikan ini semua padamu. Kamu yang ambil." kata Renald lalu memberikan kembali kotak itu. Tari mendengus dan menatap tidak percaya.
"Sudah aku katakan, aku tidak butuh."
"Dan sudah aku katakan, aku tidak menerimanya." Renald tidak kalah tegas. Tari terdiam sejenak lalu menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, berarti untukku ya? Benar-benar untukku?" tanya Tari memastikan.
Renald mengangguk pasti. "Tentu saja. Itu semua untukmu."
"Oke kalau begitu." Tari berjalan menuju Marissa lalu memberikan kotaknya. "Ini untukmu Marissa. Aku tidak membutuhkannya. Kamu bisa memilikinya."
"Hah? Ta-tapi nona--"
"Aku pergi dulu." Tari menepuk pelan lengan Marissa lalu pergi. Renald yang tidak terima menarik kasar tangan Tari.
"Akkhh!! Apa-apaan sih?! Sakit!" pekik Tari.
"Aku memberikanmu semua itu tapi kamu justru memberikannya pada orang lain?! Apa kamu sudah gila?!" Renald meninggikan suaranya.
"Hei! Kamu sudah memberikan itu padaku, jadi terserah aku! Mau aku buang, mau aku berikan, itu terserah aku! Bukannya sudah menjadi milikku? Aku bebas melakukannya karena itu milikku!" kata Tari dengan suara yang tidak kalah tingginya. Tari melangkah pergi. Tapi baru beberapa langkah dia menghentikan langkahnya lagi dan berbalik.
"Ahh benar... Aku bertanya pada Alex berapa nomor rekening pribadimu, semalam. Aku sudah transfer beberapa ke rekeningmu. Mungkin tidak banyak bagimu, tapi setidaknya aku sudah mulai membayar hutangku padamu. Uang yang kamu berikan kepada keluargaku untuk menikahiku. Aku akan melunasinya lalu lepas dari pernikahan konyol ini!"
Tari beranjak pergi meninggalkan Renald yang masih diam di tempatnya menatap kepergian Tari.
"Jadi... Dia bekerja untuk mengembalikan uang itu?"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
iyel
ayo tari tunjukkan kl kamu wanita hebat, buat renald klepek2 😁
2023-02-24
0
Newbie
di tunggu crazy upnya 🤣🤣🤣
2023-01-29
0
Kiranisane23 34
semangat thor,
2023-01-28
0