Raut wajah Tari penuh dengan keterkejutan. Dia menatap tidak percaya. Mata melebar, mulutnya terbuka. Apa dia sudah gila?
"Benarkah?" Na Eun juga tampak terkejut. Dia tidak percaya pada apa yang dia dengar.
"Hmm.. Tentu. Beritahukan saja jam dan tempatnya. Ahh sebentar." ponsel Renald berdering. "Ya?" Renald menjauh untuk menerima telpon.
"Kamu gila?! Kenapa mengatakan hal gila?!" bisik Tari. Tari terlihat panik.
"Ayolah, kamu perlu memberinya kesempatan."
"Memberinya kesempatan untuk apa tepatnya?"
"Mengenalmu. Mungkin jika dia sudah mengenalmu, dia akan menyukaimu."
"Apa kau sudah gila?! Meskipun dia mengenalku dia tidak akan menyukaiku. Meski dia menyukaiku aku tidak akan menyukainya!" bisik Tari dengan sedikit pekikan pelan.
"Tari-ya, semua itu butuh proses. Kasih dia kesempatan dan kasih dirimu kesempat, hm?"
"Tidak! Kau saja!" tolaknya cepat dan tegas.
"Oh ayolah tidak ada ruginya. Jika kamu bisa membuatnya menyukaimu kamu tidak perlu bekerja keras seperti ini." Na Eun berusaha membujuk Tari yang sudah terlanjur kebakaran jenggot.
"Apa kau lupa dia memiliki kekasih?" Tari mendelik tajam.
"Itu juga. Jika dia menyukaimu dia akan meninggalkan kekasihnya. Kau istrinya, kamu paling berhak bersamanya." jawaban enteng tanpa saring dari Na Eun membuat Tari tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia benar-benar tidak menyangka memiliki teman yang begitu gila.
"Kamu benar-benar gila rupanya."
"Ayo kita pulang." ajak Renald. Tari menghela nafas lalu pergi menuju ke mobil.
"Besok pagi, kita bertemu di cafe ini jam delapan ya!" pekik Na Eun membuat Tari bergumam tidak jelas sementara Renald mengangguk dan tersenyum kecil.
Renald mengendarai mobilnya dengan santai. Tidak ada percakapan sama sekali. Semua hanya diam dalam pemikirannya masing-masing.
"Apa kamu tahu kita mau kemana besok?" tanya Renald tiba-tiba. Tari cukup terkejut dengan pertanyaan itu bahkan hampir salah tingkah. Renald tidak akan pernah berbicara padanya jika tidak penting. Dia dengan cepat menyembunyikan keterkejutannya.
"Eh? Ahh... Tidak tahu. Tidak usah dihiraukan. Aku akan bilang padanya kita tidak jadi ikut. Jangan dipaksakan." ucap Tari cepat. Ya, sebaiknya jangan. Dia benar-benar tidak ingin berpura-pura menjadi pasangan yang baik dan sempurna. Dia juga tidak ingin berurusan dengan Renald. Jika tidak, usahanya bermain kucing-kucingan akan sia-sia. Damn!
"Tak masalah. Aku yang mau." kata Renald tanpa ekspresi dan tidak menatapnya. Tentu saja, dia lagi menyetir tapi melirik saja tidak!
"Iya benar, kamu yang mau. Mau menyiksaku. Ughh menyebalkan!"
Tari benar-benar rasakan kekesalan yang sudah di ubun-ubunnya saat ini. Dia benar-benar tidak ingin pergi besok.
"Bukannya kamu sibuk?" Tari menyadari pekerjaan adalah yang terpenting dalam hidup Renald, seorang workaholic.
"Aku akan minta Alex menunda pekerjaanku dan lagipula besok hari sabtu, weekend." kata Renald lagi-lagi tanpa ekspresi.
"Aku tidak tahu orang workaholic tahu arti kata Weekend." gumam Tari pelan. Sebenarnya Renald mendengarnya tapi dia tidak menanggapinya.
Mereka sampai di parkiran. Sesaat setelah Renald menghentikan kendaraannya, Tari melesat ke lift, meninggalkan Renald yang masih di mobil. Renald cukup terkejut dengan tindakan Tari yang mendadak.
"Ada apa dengannya?" gumamnya. Renald menggelengkan kepalanya. Kadang dia heran Tari suka melakukan tindakan yang tiba-tiba. Menghindarinya tiba-tiba, melarikan diri, entah apalagi yang akan Tari lakukan.
Tari tidak sabar menunggu liftnya terbuka. Dia tidak ingin satu lift dengan Renald. Entah kenapa dia menjadi anti bahkan hanya berdiri dekat dengannya. Kaki Tari seperti berjalan ditempat. Dia benar-benar gugup. Dia melihat Renald sudah berjalan ke arah lift sementara liftnya belum terbuka. Sial!
Tring..
Yes! Lift terbuka. Tari dengan cepat masuk ke dalamnya dan menekan tombol tutup berkali-kali. Jika bisa bicara, tombol itu pasti akan bersumpah serapah padanya. Renald menatap tidak percaya untuk kedua kalinya. Tadi dia ditinggal sendirian di mobil, sekarang di lift.
"Ada apa dengannya sebenarnya? Apa dia balas dendam denganku? Dia benar-benar aneh." Renald menghela nafas dan memencet tombol lift. Saat di kamar tentu, Tari sudah mendekam di kamarnya. Tidak perlu di jelaskan kan?
...***...
Esoknya, Renald sedang bersiap di kamarnya dengan di temani Alex yang sedang mengatur ulang jadwalnya. Renald mengenakan pakaian yang sangat formal dan rapi. Stelan jas dan mantel. Alex menatapnya heran.
"Kamu sebenarnya ingin pergi ke kantor atau kencan?" tanyanya. Mulutnya sudah terlalu gatal ingin berkomentar.
"Apa kau akan mengkritik cara berpakaianku?" tanya Renald dengan nada tidak suka. "Selera fashionku tidak buruk."
"Aku tidak pernah mengatakan selera fashionmu buruk. Bahkan aku tidak pernah berkomentar apapun dengan pakaianmu karena kamu memiliki selera fashion yang luar biasa. Tapi tidak kali ini. Ren, kamu akan berkencan, bukan kerja."
"Tapi aku selalu berpakaian seperti ini kan? Bahkan dengan Veronica."
"Ya, tapi Tari bukanlah Veronica. Pakailah pakaian yang santai saja." saran Alex.
"Kamu ini benar-benar cerewet sekali. Aku berkencan dan menjemputnya itu gara-gara kamu!"
"Ohhhh jangan menuduhku." sanggah Alex cepat. "Ralat. Bukan gara-gara aku. Tapi janjimu pada Andy. Kau berjanji jika Andy bersedia untuk mencari Tari, kau setidaknya akan bersikap baik padanya. Aku hanya membukakan jalan. Lagipula, aku hanya memintamu menjemputnya. Kamu sendiri yang setuju untuk berkencan dengannya. Tenang saja, aku akan mengatakannya pada Andy tentang kencan ini."
Renald mendengus kesal. Ya, dari semalam dia merutuki keputusannya karena setuju untuk melakukan double date. Apa yang bisa dia lakukan saat double date? Dia memang mengenal banyak wanita tapi dia hanya berkencan dengan Veronica. Kencan dengan Veronica tentu di restoran mewah, candle light dinner, atau ke luar negeri bahkan shopping di mall. Karena itu dia terbiasa menggunakan pakaian formal.
"Apa ini sudah memuaskanmu tuan Alexander Calleger?" tanya Renald saat dia sudah selesai berganti baju. Dia mengenakan celana jeans berwarna hitam dipadankan dengan kaos berwarna krem. Alex menatapnya. Bahkan terlihat seperti menyelidikinya.
"Terlalu santai. Beri kesan formal sedikit."
Mata Renald melebar mendengar komentar Alex. Dia seperti memakinya dengan matanya. Alex mengoyangkan tangannya, menginstruksikan Renald untuk mengganti pakaiannya, lagi.
"Kenapa sangat rumit hanya untuk berkencan saja? Bahkan aku tidak perlu rumit berpakaian jika bertemu partner bisnis!" Renald terus mengomel tanpa henti.
"Sekarang bagaimana?" katanya saat sudah selesai berganti pakaian. "Jangan katakan aku harus mengganti lagi. Aku akan benar-benar membunuhmu." ancamnya. Renald mengenakan celana jeans yang sama tapi kali ini atasannya mengenakan kemeja biru langit lengan panjang bercorak garis putih.
Alex bertepuk tangan, membuat Renald mendengus untuk kesekian kalinya.
"Sangat setuju dengan ini. Tapi ada satu hal." Alex meletakkan tabnya di meja lalu mendekati Renald. "Bagian lengannya harus di lipat dan bagian depan kemeja sebaiknya di masukkan kedalam celana." Alex membantu Renald memasukkan bagian depan kemejanya ke dalam celana.
Tok tok tok
Belum dipersilahkan masuk, sang pengetuk pintu langsung membuka pintunya.
"Maaf tapi sebaiknya-- ohh wow." Tari terdiam. Dia melihat adegan aneh di depannya. Alex dan Renald terdiam juga. Tangan Alex masih di dalam celana jeans Renald untuk memasukkan kemeja Renald. "Maafkan aku. Aku... Sebaiknya keluar."
Tari keluar meninggalkan kecanggungan itu. Renald dan Alex sama-sama menjauhkan diri.
"Apa-apaan itu tadi?!" tanya Renald setengan berteriak.
"Tari masuk kedalam kamar."
"Tentu aku tahu itu! Dia tidak akan salah kira kan?" Renald terlihat agak panik.
"Aku rasa... Tidak. Mungkin."
Renald menatap Alex tidak percaya. "Kau bahkan tidak yakin. Astaga. Aku lebih baik di katakan sebagai playboy dari pada--ughh aku bahkan tidak bisa membayangkannya!"
Renald menyambar dompet dan ponselnya lalu keluar kamar. Dia melihat Tari sedang menunggunya di ruang tamu.
"Itu salah paham." kata Renald tiba-tiba. Tari menoleh dan mengerutkan keningnya. "Aku tidak memiliki hubungan spesial dengannya. Dia hanya membantuku." Renald mencoba menjelaskan.
"Aku tidak mengatakan apapun. Lagipula aku tidak perduli dengan hubungan kalian. Rekan kerja, sepasang kekasih."
"Tapi aku bukan-- huh baiklah. Aku tidak ingin menjelaskannya. Ayo pergi." Renald berjalan ke pintu.
"Aku masuk kamar tadi ingin agar kamu membatalkan rencana kencan hari ini."
Renald berbalik. "Dan apa alasannya?"
"Ayolah, kita berdua tahu itu sangat tidak... Nyaman. Setidaknya untuk kita berdua."
"Lalu buatlah nyaman. Aku juga tidak nyaman tapi kencan ini sangat berarti bagiku walaupun hanya berpura-pura." kata Renald lalu membuka pintu. Ya, dia ingin terlihat bersikap baik pada Tari untuk kakaknya, Andy.
"Kenapa begitu?" tanya Tari.
"Itu akan menjadi urusanku dan kamu harus membantu. Ayo pergi."
Tari menghela nafas lalu akhirnya melangkahkan kakinya keluar kamar.
Di dalam lift sangat canggung, karena hanya ada mereka berdua di dalam lift. Tari berusaha berdiri jauh dari Renald. Tiba-tiba pintu lift terbuka. Satu wanita cantik masuk lift dan berdiri di sebelah Renald. Dia terus menerus melirik Renald. Renald merasa sangat tidak nyaman. Tari yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Saat wanita itu ingin menyapa Renald, Renald dengan cepat menggeser tubuhnya mendekati Tari dan melingkarkan tangannya di pinggang Tari. Tari awalnya terkejut tapi akhirnya dia sadar, dia sedang menjadi alat untuk menghindari wanita itu, karenanya Tari tidak menepis tangan Renald. Memang susah menjadi pria yang terlalu tampan.
...***...
"Jadi... Kita mau kemana?" tanya Tari. Kini mereka sudah satu mobil dengan Na Eun dan kekasihnya. Terlalu rumit jika menggunakan dua mobil. Musim semi sudah terlihat. Bunga cherry blossom sudah mulai bermekaran.
"Mall." ucap Na Eun, membuat Tari menoleh padanya. "Ada yang ingin aku beli."
"Mall? Tiba-tiba?" Tari menatap kekasih Na Eun. "Hae Joon-sshi, apa kamu tahu tentang itu?"
"Aku tidak tahu tentang tujuan kencan ini. Aku bahkan tidak tahu jika akan double date. Aku menyerahkan semuanya pada Na Eun." kata Hae Joon. Tari hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Ahhh Hae Joon oppa jinjja jjang! Saranghe oppa..." Na Eun melingkarkan tangannya manja di lengan Hae Joon.
"Astaga mereka berdua." Tari menutup wajahnya dengan tangannya.
"Ahh benar. Maaf Renald-sshi. Seharusnya aku saja yang menyetir." kata Hae Joon pada Renald.
"Tidak masalah." kata Renald singkat.
Na Eun sibuk berbelanja. Tari mengira Na Eun hanya ingin berbelanja satu dua barang. Dia tidak tahu jika Na Eun akan memborong. Dia dan Renald sudah seperti bodyguard mereka berdua. Tapi Tari sedikit lega. Jika kencannya hanya ini, tentu tidak masalah. Dia tidak perlu khawatir memikirkan hal-hal gila yang akan Na Eun lakukan padanya. Tapi itu hanya sebentar. Karena beberapa menit kemudian Na Eun meminta Tari membeli couple T-shirt dan cincin couple. Tentu Tari menolak keras. Dia belum gila.
Setelah dari sana mereka pergi ke pulau Nami. Kata Na Eun disana bunga-bunga dan pohon cherry blossom sedang bermekaran. Sebelum tengah Hari mereka berangkat karena jaraknya agak jauh. Kali ini Hae Joon yang menyetir mobil. Tari dan Renald terus saja berjalan berjauhan, membuat Hae Joon merasa heran. Bahkan di mobil mereka juga duduk dengan jarak yang cukup jauh.
Setelah beberapa lama mereka sampai dan benar saja, di pulau itu dihiasi dengan warna dominan pink. Sangat cantik. Tari tidak henti-hentinya memuji atau membuat suara wahhh woooww.
"Naahh sekarang kamu senang kan? Aku tahu kamu menantikan melihat Cherry Blossom." goda Na Eun.
"Super senang. Makasih chinggu-ya." Tari memeluk Na Eun. Mereka tertawa senang lalu mulai pertualangan mereka di pulau Nami. Bahkan mereka melupakan kedua pria yang datang bersama mereka. Setelah puas bermain dan berkeliling, mereka duduk di pinggir danau di atas meja dan bangku taman. Na Eun mengeluarkan makanan yang tadi dia beli di mall. Tari merasa sangat canggung. Terlebih dengan kemesraan yang di perlihatkan Na Eun dan Hae Joon. Tari hanya bisa makan dalam diam.
Waktu sudah semakin sore. Tari berkata dia akan berjalan-jalan sebentar dan mengambil foto.
"Apa mau aku temani?" tanya Renald. Tari menggeleng.
"Tidak, aku hanya ingin sendiri." ucapnya dan langsung pergi.
Tari mengambil beberapa foto bunga dan cherry blossom. Dia benar-benar menikmati waktunya sendiri. Setidaknya kencan ini tidak mengandung hal romantis. Itu bagus kan? Dia tidak perlu mengorbankan hatinya.
Tari berjalan pelan dengan bunga cherry blossom yang berjatuhan dari pohon di kanan dan kirinya. Dia di apit pohon Cherry yang indah. Tari begitu hanyut dalam pemandangan itu sampai dia tidak menyadari Renald mengikutinya sedari tadi. Dia melihat Tari yang tersenyum hanya karena bunga cherry bermekaran dan berjatuhan. Di mall tadi saat dia memberikan kartu kreditnya agar Tari ikut berbelanja, Tari menolaknya. Tari tidak pernah tersenyum sepanjang perjalanan. Tapi hanya dengan pohon cherry, Tari tersenyum. Dia bahkan tidak perlu membayar mahal agar Tari tersenyum. Hanya hal sederhana. Tidak dengan Veronica yang selalu di belikan barang mewah begitu pula dengan gadis-gadis lain. Bukan karena Renald pelit, tapi ini baru pertama kalinya dia melihat wanita tersenyum dan terlihat bahagia hanya karena hal kecil, pohon Cherry. Renald dalam diam merasa tertarik dan mengaguminya.
...***...
"Apa?! Kemah?!" pekik Tari. Dia mengira kencan sudah berakhir ternyata dia harus di hadapkan dengan kencan lain.
"Hmmm... Kemah!" Na Eun terlihat antusias.
"Tidak, tidak, tidak! Aku tidak mau! Kau saja." tolak Tari cepat. Dia tidak ingin terlibat double date Na Eun lagi.
"Ayolah... Besok hari minggu!"
"Ya, benar. Besok hari minggu, tapi aku besok harus kerja!"
"Aku pemilik cafe nya dan aku mengijinkanmu libur sehari lagi. Kita akan pulang sebelum tengah hari. Kamu bisa bekerja malamnya."
"Tidak, aku tidak mau. Hae Joon-sshi, bisakah kamu melarangnya? Menolaknya?" pinta Tari.
"Dari semua hal.. Itu yang tidak bisa aku lakukan." tolak Hae Joon. Tari menatap tidak percaya.
"Oppa sudah berjanji padaku akan melakukan yang aku mau di kencan ini, jadi percuma saja kamu membujuknya. Aku sudah pesan tempat di perkemahan. Kajja!!" Na Eun menarik tangan Tari dan berjalan meninggalkan pulau Nami. Tari mengikutinya dengan pasrah. Tidak lagi!
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Kiranisane23 34
lanjut kk
2023-01-22
0
ZeysLe3on
semangat makin seru
2023-01-22
0