Renald mencari-cari alasan kenapa dia begitu marah melihat Tari yang bahkan tidak bisa menjaga dirinya sendiri. Tapi anehnya dia tidak menemukannya alasan itu. Dia tahu meski dia meminta atau memaksanya, Tari tidak akan mau berhenti kerja.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar, membuyarkan lamunan Renald. Renald kembali ke pekerjaannya. Sedari tadi yang dia lakukan hanya melamun.
"Masuk"
Pintu terbuka. Ted masuk ke dalam kantornya bersama Alex.
"Kau sudah datang?" kata Renald lalu menuju kursi tamu. Ted dan Alex juga ikut duduk di sana.
"Jadi bagaimana?"
"Menurutku, teralu boros jika kita melakukan semua sekaligus. Bukannya kita juga punya proyek lain. Jadi kita kerjakan sebagian dulu saja proyek baru sambil menyelesaikan proyek lama. Kita sudah mengantongi ijin di korea, jepang, miami. Randy juga berkata dia masih ada pekerjaan lain tidak bisa bekerja full. Selain itu jika hanya di kerjakan setengah, mungkin kita bisa lihat apa orang-orang akan membelinya, kita tahu ini sulit." jelas Ted.
"Saya yakin bagian marketing sudah memiliki perencanaan." timpal Alex.
"Itu benar. Yang aku maksudkan dananya. Investor memang lumayan banyak tapi sekarang banyak yang menarik investasi ditengah jalan. Akan sulit jika itu terjadi. Mereka biasa menarik jika tahu akan lama menarik keuntungan atau tidak kunjung untung."
"Jika investor mengundurkan diri, berapa kerugiannya?"
"Sangat besar. Itu jika hanya tiga investor yang mundur. Jika lebih dari itu, berarti bencana. Karena itu aku sarankan untuk melakukan setengah saja. Melihat apa keuntungan sudah bisa terlihat. Lalu kita putuskan lanjut atau tidak."
Alex menganggukan kepalanya. "Bagaimana menurut anda pak? "
Baik Alex maupun Ted menatap Renald. Renald hanya menatap ke arah bawah dengan dagu di topang dengan tangannya. Dia terlihat tidak mendengarkan maupun fokus. Ted dan Alex saling menatap.
"Ren." panggil Ted. Renald masih diam, tidak menjawab. "Renald!" kali ini Ted meninggikan suaranya, membuat Renald memperlihatkan sentakan kecil ditubuhnya.
"Ahh.. Maaf.. Apa tadi?" Renald membolak balik kertas dia tanganya.
"Ahh itu, ini ten--" kata-kata Alex terhenti. Dia melihat Ted mengangkat satu tangannya ke atas, menghentikan Alex berbicara.
"Ada denganmu Renald? Kenapa kamu tidak fokus?" tanya Ted. Renald berdehem.
"Aku baik-baik saja. Ayo lanjutkan." ajak Renald.
"Tidak." ucap Ted. Dia menatap Alex. "Apa ada masalah di perusahaan?"
"Baru-baru ini tidak ada, pak. Yang waktu itu sudah teratasi." jawab Alex.
"Lalu? Apa Veronica?" tebak Ted.
"Aku tidak memiliki masalah dengannya. Lanjutkan saja." pinta Renald.
"Tidak, sampai kau fokus. Aku tidak ingin hal yang dulu terulang lagi. Dan itu semua terjadi karena kamu tidak fokus!"
Renald menghela nafas kasar. "Aku sungguh tidak apa-apa!"
Ted memicingkan matanya. Dia sudah mengenal Renald sedari dia kecil. Dia tahu betul bagaimana dia.
"Aku bukan baru mengenalmu kemarin." Ted menggelengkan kepalanya.
"Baiklah, baik. Kamu sudah memiliki istri, mungkin kamu akan paham." ucap Renald akhirnya.
"Tentang?"
"Kenapa wanita begitu keras kepala."
"Hah??" raut kebingungan tertera jelas di wajah tampan Ted. Ted terdiam sejenak lalu akhirnya dia menghela nafas. "Ternyata benar ini tentang Veronica. Kenapa lagi dia?" Ted menyandarkan tubuhnya.
"Aku tidak sedang membicarakannya."
"Lalu?" Ted mengerutkan keningnya. Sedetik berikutnya dia terkejut. "Tunggu, Tari?!"
"Kenapa kamu terkejut seperti itu? Seperti melihat hantu saja." Renald berdecak.
"Siapa kamu dan kemana Renald si Mr. I don't care who you are?!"
Renald menghela nafas lalu memijat kenignya.
"Oke, maaf. Baiklah, Memangnya kenapa dengannya? Biasanya kamu tidak perduli pada apa yang dia lakukan, apa yang dia katakan. Kenapa sekarang kamu merasa terganggu?" tanya Ted. Dia kembali ke mode seriusnya. Tapi dia benar-benar terkejut Renald tidak fokus karena Tari. Dia tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Renald adalah orang yang sangat fokus pada pekerjaannya. Tidak perduli wanita atau bahkan permasalahan dengan keluarganya pun, tidak akan membuatnya kehilangan fokus. Tidak perduli ada badai, gempa bumi sekalipun, dia akan tetap fokus. Mungkin bahkan jika ada musibah gempa bumi atau tsunami, yang akan dia selamatkan adalah pekerjaannya. Veronica pernah membuatnya kehilangam fokus karena hal ektrim yang diperbuatnya, dan itu hampir membuat Renald bangkrut.
"Kau tahu, dia bekerja. Dia memiliki dua pekerjaan. Awalnya aku mengira, dia bekerja hanya untuk meluangkan waktunya atau mungkin mencari teman?"
"Atau mungkin menghindari bertemu denganmu." timpal Ted. Alex mengangguk menyetujuinya.
"Well.. Mungkin." Renald mengakui. "Tapi ternyata itu untuk membayar hutangnya padaku."
Ted tampak terkejut. "Dia punya hutang padamu?"
"Uhmm... Tidak secara langsung."
"Tunggu, apa? Apa maksudnya tidak secara langsung?"
"Sewaktu aku menikahinya, orang tuanya memintaku membayar mahar. Kau tahu, uang yang di berikan kepada mempelai dan keluarga mempelai. Di Indonesia memiliki tradisi itu."
"Dan kamu menganggapnya sebagai hutang? Picik sekali!" Ted berdecak.
"Oh ayolah. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin mengendalikannya, mengikatnya, dengan membuatnya beranggapan itu adalah hutang. Maksudku, agar dia tidak melakukan hal yang aneh yang akan merusak namaku atau lainnya. Terlebih aku menikahinya bukan dasar cinta. Karena ibuku memilihnya untukku. Aku bisa menyenangkan ibuku sekaligus menjadikannya tameng, kenapa tidak."
"Tapi ternyata dia tidak bisa dikendalikan?" tebak Ted.
"Benar. Sangat sulit. Baru kali ini aku menemukan wanita sepertinya. Dia berbeda saat aku pertama kali bertemu dengannya. Sekarang aku tahu dia bekerja untuk melunasi hutangnya padaku. Bahkan dia sudah membayar beberapa." Renald menatap Alex tajam karena telah memberikan nomor rekening pribadinya pada Tari. Alex hanya tertunduk.
"Randy benar, dia berbeda dari yang lain. Lalu apa masalahnya? Kau tahu dia tidak akan berhenti, bahkan setelah kamu perkenalkan didepan semua orang. Kamu mendapatkan sumpah serapah dari Helena karena itu."
"Aku-- oke aku tidak akan membahas itu. Aku bahkan tidak mengerti kenapa aku melakukan hal gila itu. Yang jelas, dia menyiksa dirinya! Dia makan seadanya, dia tidak cukup istirahat dan yang paling membuatku marah adalah kenapa aku begitu perduli dan merasa terganggu karena itu! Dia yang memilih untuk melunasi hutang bodoh itu dengan menyiksa dirinya. Lalu kenapa aku yang tidak bisa fokus bekerja karena memikirkan itu?!"
"Mungkin kamu merasa bersalah karena membuat uang itu menjadi hutang. Kamu benar-benar tidak memberikannya hutang kan?" tanya Ted memastikan.
"Tentu saja tidak. Aku belum gila! Lagipula uang yang aku berikan itu tidak seberapa untukku! Aku bisa mendapatkannya lagi. Tapi tidak dengannya! Dia bekerja keras karena itu dan mengira jika hutangnya lunas dia akan bisa terbebas dariku."
"Sekarang aku tanya, apa Veronica masih menolak untuk menikah denganmu?" tanya Ted. Renald menggeleng.
"Tidak, dia bersemangat tentang itu. Bahkan dia seperti menerorku."
"Lalu tunggu apa lagi? Ceraikan Tari dan menikahlah dengan Veronica. Jangan katakan kamu takut pada keluargamu. Sudah lama sejak kamu bertengkar hebat dengan ayahmu. Kamu bahkan tidak berbicara dengannya, lagi. Soal ibumu... Tari bisa membantu berbicara dengannya. Aku yakin jika Tari yang bicara, ibumu akan mendengarkan."
"Entahlah Ted. Aku tidak tahu."
Ted membulatkan matanya. Dia tidak percaya Renald memiliki rasa ragu untuk menikahi Veronica. Biasanya dia akan bersemangat bahkan dia bisa melaksanakan pernikahan itu saat ini juga. Tapi sekarang dia ragu?
"Kau.. Ragu? Apa benar kau Renald?"
"Aku pernah berjanji menikahinya, itu benar. Aku berusaha menepati janjiku. Memberikan dia sebuah proposal yang romantis dan mewah. Mempersiapkan pernikahan dengan semua yang dia inginkan. Tapi dia melarikan diri beberapa jam sebelum pernikahan dilaksanakan. Aku tidak bermasalah dengan itu. Dia takut, dia gugup, aku mengerti. Tapi tidak jika dia kabur bersama pria. Dia berjanji dia tidak akan berselingkuh lagi tapi dia masih melakukannya, hingga saat ini."
"Kau tahu Veronica gila, sedari dulu. Tapi kau lebih gila karena masih bersamanya dan mempertahankannya." ucap Ted akhirnya. Dia menggelengkan kepalanya. Renald kembali memijat keningnya. "Lalu apa yang mau kamu lakukan?"
Renald menggeleng. "Entahlah. Aku tidak tahu."
"Apa mungkin... Kamu mulai menyukainya?"
"Kamu sudah gila!"
"Ayolah, kau tahu dia berbeda. Sangat berbeda dari Veronica. Mungkin karena itu hatimu tergerak."
"Ya dan kamu tergerak karena gila. Hentikan ocehan ini dan ayo kita bekerja." Renald membaca kertas di tangannya.
"Bukannya kamu yang tidak fokus."
"Hentikan. Oke?" Renald memperingatkan. Ted mengangkat kedua tangannya lalu kembali ke pekerjaannya. Renald masih memikirkan perkataan Ted. Dia menyukainya? Benarkah?
...***...
Tari berpamitan pada beberapa orang di restoran. Jam kerjanya telah selesai. Karena dia libur di bar, dia berencana akan makan malam bersama mantan rekan kerjanya di butik, Olivia, Marisol dan Cindy. Marisol sebenarnya masuk kerja hari ini di bar, tapi dia ijin makan malam. Karena ini hari sabtu, bar akan tutup jam tiga pagi. Jadi dia tidak perlu terburu-buru.
Semua orang menunggu dia depan restoran tempat Tari bekerja karena jam kerja Tari yang lebih lama. Tari tersenyum lebar melihat teman-temannya yang sudah menunggunya. Selama ini Tari masih berhubungan baik dengan mereka. Mereka bahkan membuat grup chat.
" Kita akan makan malam dimana? Yang murah saja. Aku sedang tidak memiliki banyak uang. Anakku menghabiskan semua uangku dengan perlengkapan sekolahnya. Kenapa biaya sekolah sekarang sangat mahal?" Olivia mulai mengeluh dan seperti biasa dia selalu menyematkan kata makian dia setiap kata-katanya. Mereka mulai berjalan menjauhi restoran. Belum jauh kaki melangkah, nama Tari di panggil.
"Tari."
Semua orang yang sibuk berbicara masing-masing, berhenti dan menoleh. Mereka mendapati Renald berdiri di samping mobilnya lalu berjalan mendekati mereka. Tari yang terkejut mundur selangkah diam-diam lalu bersembunyi di belakang teman-temannya. Renald yang melihat itu menegurnya.
"Kenapa kamu sembunyi di sana?" tanya Renald. Semua orang menatap Tari. Tari menatap teman-temannya sejenak lalu menatap Renald.
"Sedang... apa kamu disini?" tanya Tari dengan suara pelan tapi masih terdengar di telinga Renald. Tari terkejut melihat keberadaan Renald disini dan dia juga memangil namanya? Kerasukan setan apa dia?
"Menjemputmu dan karena tadi aku mendengar kalian akan makan malam, kalau begitu sekalian makan malam saja. Aku yang traktir. Bagaimana?" tawar Renald. Tari mengerutkan keningnya. Dia waspada pada apa yang akan Renald lakukan. Alex benar. Renald sama sekali tidak bisa di prediksi.
"Hmm Tari, kamu mengenalnya?" tanya Olivia. Semua orang menatap Tari.
"Ahhh.. Dia.. Diaaa... Uhmm.."
"Aku suaminya Tari, Renald William." Renald mengulurkan tangannya pada Olivia. Semua orang terkejut. Olivia dengan perlahan menyambut tangan Renald.
"Wahh aku tidak menyangka suamimu.... extremely handsome." bisik Marisol. "Mereka sangat terkejut sekarang." Marisol melihat Olivia dan Cindy.
" Ayo kita makan malam. Aku yang traktir." ajak Renald lagi.
"Mau apa sebenarnya orang ini? Dia tiba-tiba muncul dan memperkenalkan dirinya terlebih mengajak makan malam? Ada apa dengannya?"
Tari semakin curiga. Entah apapun yang Renald rencanakan dia tidak ingin ikut permainannya.
"Tidak, kami akan makan malam sendiri. Benarkan?" tanya Tari dan menatap semua temannya, mencari persetujuan.
"Tentu. Tapi kasihan suamimu sudah menjemputmu. Atau kita tunda saja rencana makan malam kita." usul Marisol. Dia mengambil jalan tengah. Dia tahu Tari tidak mau makan malam bersama suaminya.
"Itu tidak perlu. Kita bisa makan malam bersama. Aku ingin mentraktir kalian makan malam." ucap Renald lagi. Dia berjalan menuju mobilnya lalu membuka pintu mobil bagian depan dan belakang. Tari dan temannya saling menatap.
"Aku tidak masalah. Hanya makan saja. Aku berterima kasih, hari ini dapat makan malam gratis." ucap Olivia lalu berjalan menuju mobil Renald. Cindy mengikutinya dari belakang. Marisol menatap Tari, seperti meminta persetujuannya. Tari mengangguk pelan. Marisol akhirnya ikut masuk ke mobil. Renald menutup pintu mobil bagian belakang lalu mengisyaratkan Tari yang masih diam di tempatnya untuk ikut masuk ke dalam mobil. Tari menghela nafas lalu berjalan ke mobil. Di depan pintu mobil dia berbisik pada Renald.
"Jika kamu merencanakan sesuatu yang aneh, aku bersumpah akan--"
"Kamu tidak perlu bersumpah apapun dan jangan memikirkan hal aneh." pinta Renald. Tari masuk ke dalam mobil, duduk di sebelah Renald.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Newbie
coba kata "dan" nya di ganti "lalu" terus tambahin kata "dan" lagi sebelum kata "terlebih" itu thor biar pas 😂
2023-02-04
1
Kiranisane23 34
akhirnya yang di tunggu up juga
2023-01-31
0