Chapter 9

Tari bernafas lega saat dia pertama kali menginjakkan kakinya di Seoul. Rasanya setengah beban hidupnya terangkat. Setelah mendapatkan chat dari adiknya tentang keadaan ayahnya, dia memutuskan melakukan hal gila. Ayah menjadi lebih baik dan adiknya akan segera wisuda. Setelah badai datang, hari-hari baik bermunculan. Tari sengaja tidak menggunakan kartu kredit untuk membayar tiket pesawat dan yang lainnya. Agar tidak terlacak. Ya, dia tahu cepat atau lambat Renald akan tahu di mana dia tapi pasti butuh waktu kan? Pasalnya dia pasti tidak akan menyangka Tari akan senekat ini pergi ke Korea. Dia pasti akan berpikir Tari akan pulang ke Indonesia. Jadi pasti butuh waktu. Benarkan?

Sudah tiga bulan Tari di Seoul. Dia bahkan sudah mendapatkan pekerjaan. Dia bekerja di cafe milik temannya yang pernah kuliah di Indonesia dulu, Park Na Eun. Awalnya Na Eun ingin agar Tari bekerja di perusahaan ayahnya. Tari memenuhi kualifikasi. Tapi Tari menolak. Jadi dia bekerja di cafe dan satu lagi, di Convenience store, toko serba ada. Tari secara dadakan memberitahukan Na Eun akan kedatangannya ke Seoul tiga bulan silam. Awalnya dia mengira Na Eun akan memakinya dan memanggilnya wanita gila. Tapi Na Eun justru menyambut baik, tidak, sangat baik. Meskipun hanya sejenak, karena berikutnya Na Eun terus mengeluh karena Tari tidak memiliki waktu untuk berkumpul bersamanya. Hanya kerja, kerja dan kerja.

Selama tiga bulan ini, tidak ada satupun kabar dari Renald, sama sekali. Seperti hilang begitu saja di telan bumi. Tari melupakannya? Tentu tidak. Justru itu yang membuatnya bekerja semakin keras agar bisa melunasi hutangnya.

"Cheerrsss!!" Tari dan Na Eun bersulang. Mereka makan di kedai sambil minum. Tari tentu hanya minum cola, sementara Na Eun minum bir. Na Eun selalu bercerita tentang kehidupannya, pacarnya, keluarganya. Hidupnya sangat bebas, seperti tidak ada aturan. Selama diSeoul Tari tinggal bersama Na Eun karena pacar Na Eun sedang melakukan wajib militer. Dia tidak ingin sendirian.

"Jangan pulang, jangan kemana-mana. Aku kesepian tanpamu." wajah Na Eun memelas.

"Ada apa denganmu? Kamu sudah mabuk? Baru satu gelas?" Tari mengerutkan keningnya.

"Tidak, aku hanya... Kesepian." Na Eun meletakkan kepalanya di mejanya.

"Astaga sepertinya selama ini aku tidak kelihatan. Apa jangan-jangan aku berubah menjadi hantu? Jangan-jangan pesawatku ternyata jatuh dan aku kemari sebagai hantu."

Na Eun mendongakkan kepalanya. "Ya! Kamu gila?! Kenapa jadi ekstrim begitu bicaranya! Baiklah, baiklah aku salah. Aku hanya merindukannya." Na Eun menopang wajahnya di tangannya.

"Dia akan segera keluar dari wajib militer. Ughhh aku kenyang sekali." Tari menepuk perutnya.

"Itu maksudku. Aku merindukan kebebasanku seperti ini."

Tari menatap tidak percaya pada Na Eun lalu tertawa. "Dasar aneh!"

"Ah iya! Apa kamu bisa menghubungi Chae Ri? Sedari tadi aku tidak bisa menghubunginya. Dia membatalkan janjinya untuk makan bersama kita, sekarang dia tidak bisa di hubungi." Na Eun meminum bir nya.

"Coba aku hubungi."

Tari membuka ponselnya dan mencari nomor Chae Ri, teman yang di perkenalkan Na Eun.

"Hei, bukannya ponsel itu harusnya di buang ketempat sampah? Atau di bakar dan di hancurkan? Sudah berapa lama kamu menggunakannya?!" Na Eun menggelengkan kepalanya. Tari memang tidak pernah mengganti ponselnya semenjak dia kuliah. Meski layarnya retak sana sini, tapi selama bisa berfungsi dengan baik, kenapa harus buang-buang uang untuk membeli ponsel?

"Mau aku jadikan barang antik."

Na Eun berdecak. "Dasar gila."

Tari memencet nomor Chae Ri. Berdering, tapi tidak di angkat. Beberapa kali Tari coba, tetap sama.

"Tidak bisa. Dia tidak mengangkatnya."

"Aneh kan?"

"Mungkin saja dia pergi tanpa membawa ponselnya."

"Apa kita ke rumah sewaannya sekarang saja? Apa kamu sudah selesai makan?"

"Sudah. Ayo."

Tari dan Na Eun beranjak pergi. Mereka naik taksi menuju rumah Chae Ri yang letaknya agak jauh. Taksi mereka berhenti di sebuah rumah tingkat tiga. Rumah Chae Ri ada di rumah atap rumah tingkat itu. Tari dan Na Eun menaiki tangga menuju rumah atap.

"Astaga.. Aku bisa mati naik turun tangga ini terus." Na Eun berpegangan pada pegangan tangga dan mengatur nafasnya. Tari tertawa kecil melihat Na Eun dan berjalan melewatinya. Padahal tubuh Na Eun sangat ramping. Na Eun berambut hitam dan pendek sebahu. Dia selalu berpakaian modis dan cantik.

Tari sudah sampai duluan di rumah atap dan mengetuk pintunya. Tidak ada jawaban.

"Apa... Chae Ri... Ada?" tanya Na Eun yang baru saja datang.

"Tidak, sepertinya tidak ada. Sudah aku ketuk tapi tidak ada sahutan." Tari mengintip di jendela. Dia terkejut. "Uhmmm... Na eun-na.. Chae Ri.. Orang yang rapi kan?" tanya Tari tiba-tiba.

"Sangat. Aku sempat mengira dia menderita OCD. Ada apa memangnya?"

"Kemarilah." pinta Tari. Na Eun dengan susah payah membawa tubuhnya mendekati Tari dan ikut mengintip. Na Eun juga terkejut. Rumah Chae Ri benar-benar berantakan. Seperti ada badai di dalam rumah itu.

"Ke-kenapa berantakan sekali? Bagaimana dengan Chae Ri?" Na Eun panik. Tari mengeluarkan ponselnya lalu memencet nomor Chae Ri.

"Aku tidak mendengar suara ponselnya. Berarti dia tidak di rumah." kata Tari lalu menyimpan ponselnya.

"Lalu di mana dia?" Na Eun berjalan ke pinggir pagar dan mantap ke bawah. Sepi tidak ada siapapun. Na Eun menatap Tari. "Jadi kita harus apa? Apa kita tunggu saja?"

"Iya, sebaiknya. Aku khawatir."

"Ayo kita ke Convenience store dulu. Beli sesuatu. Aku lapar lagi." Na Eun beranjak turun ke bawah.

"Lagi?? Kamu sudah makan banyak tadi. Aku benar-benar takjub padamu. Meski makan sebanyak apapun kamu tetap kurus seperti itu." Tari menggelengkan kepalanya lalu ikut turun.

"Itu namanya karya seni. Makanya ikut aku ke Gym, kita olahraga bersama."

"Uughhh aku sudah terlalu sibuk untuk ke Gym." Tari menggeleng kuat, menegaskan dia benar-benar tidak memiliki waktu. Mereka masih menuruni tangga.

"Lagian kenapa juga kamu harus memiliki dua pekerjaan? Aku sudah memintamu bekerja di perusahaan ayahku."

"Aku belum gila, Na Eun-ah. Para karyawan akan bergosip tentangku."

"Kalau begitu ikut seleksi karyawan baru. Sebentar lagi akan dilaksanakan."

"Aku orang asing disini, apa kau lupa? Akan sulit bagiku untuk bersaing dengan yang lain."

"Aduhhh ikut saja dulu. Pesimis sekali!" kata Na Eun setengah berteriak. Dia berhenti tepat di depan pintu lalu berbalik dan menatap Tari dengan kekesalan di wajahnya. "Usaha dulu, oke?"

Tari menghela nafas. Sedetik berikutnya tatapannya bukan pada Na Eun. Tari berjalan melewati Na Eun, membuat Na Eun terkejut.

"Apa? Ada apa?" Na Eun berjalan mengikuti Tari. Tari melihat dua sosok di kejauhan laki-laki dan wanita dan salah satunya dia seperti mengenalnya. Yang laki-laki menarik kasar sang wanita agar mengikutinya.

"Chae Ri-ya!!" teriak Tari. Kedua orang itu berhenti dan menoleh. Sang wanita semakin meronta ingin berlari ke arah Tari. Tari berjalan mendekat.

"Ch-Chae Ri?" Na Eun bingung.

"Hei! Lepaskan dia atau aku lapor ke polisi!" ancam Tari. Pria itu menatap tidak percaya.

"Aaaiiisshhh sialan.." maki pria itu. Pria itu adalah Dong Hoon, kekasih Chae Ri. "Pergilah, sebelum aku membawa kalian juga." ancam Dong Hoon. Dia kembali menyeret Chae Ri. "Ikut!!"

"Tidak! Aku tidak mau!! Lepaskan!" pekik Chae Ri. Suasana di sana sudah cukup malam. Tari dan Na Eun memang sengaja datang untuk menginap di rumah Chae Ri.

"Aku bilang lepaskan!!" Tari sudah membawa balok kayu panjang. Na Eun ikut-ikutan mengambil balok kayu.

"Wanita sialan!" maki Dong Hoon. "Hei! Keluarlah! Jangan di mobil saja!" pekik Dong Hoon. Tak lama terdengar pintu mobil terbuka. Turun dua orang pria dari mobil. Tari dan Na Eun terkejut. Mereka mengira Dong Hoon hanya sendirian.

"Hei! Dong Hoon-na, melawan wanita saja kamu tidak bisa?!" ejek temannya.

"Kamu tidak lihat?! aku sedang menyeret wanita sialan ini! Halangi saja mereka. Brengsek!"

"Hei hei turunkan kayu itu. Berbahaya. Kamu akan celaka." pinta salah satu pria dengan nada mengejek.

"Lepaskan Chae Ri." pinta Tari. "Na Eun-na, telpon polisi."

Na Eun mengangguk lalu mengambil ponselnya.

"Brengsek, wanita sialan ini!" salah satu pria mencoba mengambil kayu yang di pegang Tari. Tari mengelak lalu mengayunkan kayu itu dan mengenai lengan pria tadi. Pria tadi memaki lalu menarik paksa kayu yang Tari pegang. Kayu itu terlepas dari tangannya. Tangan Tari di tarik paksa. Tari memberontak.

"Kamu yang memukulku lebih dulu, kau tahu wanita sialan!"

Tamparan keras mendarat di pipi Tari. Tapi Tari masih memberontak. Sementara Na Eun sudah terduduk di aspal. Tiba-tiba satu tendangan mengenai pria yang menampar Tari tadi. Tari terkejut. Dua pria datang dan melawan mereka. Tari dengan cepat mendatangi Na Eun.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Tari. Na Eun mengangguk. Tari membantu Na Eun berdiri. Mereka berdiri di pinggir jalan. "Na Eun-na, tunggu disini. Jangan kemana-mana."

Tari berlari menuju Chae Ri yang kebingungan dan menariknya menuju Na Eun. Sirine polisi terdengar.

"Apa kamu memanggil polisi?" tanya Tari. Na Eun menggeleng.

"Aku bahkan belum sempat membuka ponselku."

Perkelahian berhenti saat polisi datang. Terlihat tiga orang yang menyerang Chae Ri tadi babak belur. Semua orang di bawa ke kantor polisi, termasuk Tari. Mereka di tanyai tentang yang terjadi. Tari mengatakan hal yang sejujurnya tapi ketiga pria tadi mengatakan jika Tari yang memukul mereka lebih dulu.

"Itu benar pak! Para gadis gila itu yang memukulku lebih dulu!" satu pria yang terkena pukulan kayu Tari, membela diri.

"Itu pasti gara-gara kamu!" kata polisi di depannya.

"Pak, saya hanya berdebat dengan kekasih saya. Tapi dua wanita gila itu menyerang saya dan teman saya. Dan para pria itu, lihatlah! Saya babak belur!"

"Tenanglah! Anggota kami sedang memeriksa tempat kejadian." satu polisi berusaha menenangkan.

"Untuk apa memeriksa lagi? Sudah jelas-jelas mereka menyerang kami duluan. Bahkan salah satu teman mereka pasti imigran gelap." Dong Hoon menunjuk Tari.

Pemeriksaan sangat alot. Masing-masing saling membela diri sementara para polisi yang menyelidiki dan mengambil bukti ditempat kejadian, belum juga datang.

"Selamat malam, pak. Saya dari kantor pengacara Daewon." satu pria paruh baya datang dan memberikan kartu namanya pada satu polisi. Polisi itu menerika kartu nama itu dan membacanya.

"Baiklah, anda kemari untuk siapa?" tanya polisi itu.

"Saya kemari untuk membela nyonya William." kata pengacara itu. Tari merasa nama William sangat familiar.

"William?" polisi itu menatap Tari yang juga menatapnya.

"Saya?" tanya Tari. Dia tiba-tiba teringat nama belakang Renald adalah William. Mungkinkah?

"Paspor anda memang berubah. Tulisan di paspor adalah... Mentari Senja. Tapi di layar komputer saya namanya Mentari Senja William." jelas polisi. Tari terkejut. Dia tidak tahu namanya telah berubah. "Apa benar nama anda William?"

"Ahh itu.. Nama keluarga suami saya." jawab Tari. Sebenarnya Tari enggan mengakuinya.

"Apa nona ini yang anda maksud pak pengacara?" tanya polisi itu sambil menunjuk Tari.

"Benar pak. Nyonya William. Istri dari Renald William, pemilik dan CEO dari G.I coorporation." jelas pengacara itu. Semua orang menatap Tari. Bahkan kedua temannya. Mereka selama mengetahui suami Tari adalah pria kaya psycho. Setidaknya itu sebutan mereka untuk Renald.

"Kami akan mengambil alih dari sini, nyonya. Tenang saja."

"Kami sudah mengambil keterangannya dan akan mengurus berkasnya. Di tunggu sebentar."

"Pak, dia tidak bisa di bebaskan. Dia sudah memukul temanku. Dia juga berpotensi melarikan diri keluar negeri." tuding Dong Hoon.

"Saya bisa menuntut anda karena perkataan anda tuan, jangan sembarangan berbicara." tegas salah satu pengacara Tari. Dong Hoon itu berdiri.

"Kamu pikir siapa kamu?! Apa kamu tidak tahu siapa ayahku?!" pekik Dong Hoon.

"Hei! Tenanglah sedikit! Dan duduk." perintah satu polisi.

"Brengsek! Kemana pengacara sialan itu? Lambat!" Dong Hoon kembali duduk.

"Ah iya. Kami juga akan mewakili kedua pemuda itu." pengacara Tari menunjuk kedua pria yang tadi membantu Tari. Polisi itu mengerutkan keningnya.

"Kenapa? Apa kalian mengenal mereka?"

"Mereka adalah bodyguard nyonya William yang ditugaskan untuk menjaga nyonya selama di Korea Selatan."

"Ahhh baiklah kalau begitu. Nyonya William, anda sudah bisa pergi. Kami sudah mengambil pernyataan anda dan pengacara anda akan mewakili anda. Para anggota kami sudah mengumpulkan bukti terkait kejadian ini dan akan kami hubungi jika ada perkembangan. Jadi tolong jangan mematikan ponsel anda."

"Baik pak. Bagaimana dengan teman-teman saya?"

"Mereka juga boleh pergi."

"Terima kasih pak, terima kasih." Tari dan kedua temannya membungkuk.

"Mari nyonya, saya antar keluar."

Satu pengacara mengarahkan mereka keluar kantor polisi.

"Saya masuk dulu, nyonya. Karena masih harus mengurus bodyguard anda." pengacara itu membungkuk hormat lalu pergi.

"Kenapa kamu tidak pernah bercerita tenang suamimu yang kaya raya itu?" tanya Na Eun. Dia melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Aku sudah mengatakannya. Dia kaya."

"Dia bukan kaya. Tapi sangat kaya!"

"Ugghh aku tidak perduli sekaya apa dia." Tari menatap Chae Ri. "Kamu baik-baik saja?"

Chae Ri mengangguk lemah. Dia memegangi perutnya. "Aku baik."

"Sebaiknya kita menginap di rumah orang tuaku saja. Ada beberapa bajuku yang sengaja ku tinggal disana. Jadi kita langsung ke sana saja. Besok baru kita ke apartemen." saran Na Eun. Tari mengangguk.

"Oke, ayo Chae Ri."

"Tunggu." sebuah suara menghentikan mereka. Mereka menoleh. Dua pria sedang berdiri di belakang mereka dan memperhatikan mereka.

"Whoah... Mereka manusia apa papan iklan? kenapa tampan sekali?" gumam Na Eun. Tari cukup terkejut dengan kehadiran Renald disana bersama Alex. Renald hanya mengenakan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam sementara Alex masih mengenakan stelan jas lengkap dengan dasi. Renald berjalan mendatangi mereka.

"Ikut denganku saja. Ke hotel." kata Renald.

"Permisi... Tapi siapa.."

"Ahh nama saya Renald, Renald William. Suami Tari." Renald mengulurkan tangannya.

...***...

Terpopuler

Comments

Newbie

Newbie

up thor kalo bisa suruh kabur lagi itu si tari tapi jan sampe ketauan gitu

2023-01-19

2

Kiranisane23 34

Kiranisane23 34

lanjut kk

2023-01-17

0

ZeysLe3on

ZeysLe3on

yaaaaahhh kelacaaakkk dong 😭

2023-01-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!