Riki bangkit dan kembali memosisikan dirinya bertahan.
"Itu baru semangat."
Tak membiarkannya beristirahat, Pricil kembali menyerang, dia berlari dengan cepat. Di depan Riki dia menekuk lututnya untuk menghindari pukulan Riki.
Itu gerakan yang tak terduga namun Riki masih bisa menghindari pukulan jab-nya.
"Kau ini petinju kah?"
"Aku hanya ingin melakukannya, biarkan aku mengenaimu sekali."
Riki pikir jika dia terkena satu kali saja tubuhnya benar-benar mungkin tak akan bisa menahan rasa sakitnya.
Riki ditendang di bagian perut hingga dia meluncur jauh, tak ingin kehilangan kesempatan Pricil memburu layaknya hewan buas namun pukulan telah masuk ke bagian perutnya.
"Guakh."
Pricil menyemburnya cairan dari mulutnya sebelah dia sejajar dengan tanah, entah musuhnya atau dirinya keduanya memang terlihat kelelahan.
"Kau benar-benar hebat Riki, sebagai pria aku memujimu."
"Kau ini hanya seorang gadis."
"Benar juga, mari selesaikan ini."
"Itu yang ingin kukatakan juga."
Riki memukul namun Pricil memegangi tangannya kemudian memutar tubuhnya untuk membantingnya ke tanah hingga lubang terbentuk di punggungnya.
Itu menyakitkan tapi Riki bisa merasakan bahwa gadis ini memang benar-benar dibutuhkan di organisasi.
Ketika Pricil mengirim tinjunya, Riki telah berguling lalu menjauh.
"Aku yang menang," kata Pricil.
"Tidak, akulah yang menang."
"Hmmm..."
Riki menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor lalu menunjukan sesuatu yang membuat Pricil mengerenyitkan alisnya.
Di tangan Riki sebuah bando berbentuk telinga kucing telah disitanya.
"Sejak kapan?"
"Saat kau memukulku aku mengambil ini, aku akan memberikannya asal kau mau menyerah."
Riki jelas kalah jika harus bertarung dengan Pricil dengan tangan kosong, dia mengetahui hal itu lebih baik dari siapapun.
Kekuatan gadis ini tidaklah normal.
Nina berkata dari pinggir pertarungan.
"Apa maksudnya?"
"Aku juga tidak tahu, tapi selama pertarungan barusan dia terus terusan melindungi benda ini, kalau aku menghancurkannya akan jadi seperti apa yah."
"Hey tunggu... tunggu... jangan lakukan itu, bando itu sangat berharga bagiku, bukannya ini curang."
"Bukannya sebelumnya kau berniat melanggar peraturan."
"Aaah... Aku menyerah, kau yang menang tolong berikan bando itu kembali."
Pricil mengulurkan tangannya seolah meminta segera dikembalikan.
"Perjanjiannya?" timbal Riki.
"Aku akan bergabung dengan kalian."
"Kurasa itu cukup."
Pricil menerima bandonya lalu memasangkan kembali di rambutnya.
"Kerja bagus, Riki... Kita berhasil."
"Aah."
Pricil menatap ke arah Riki yang mendekatinya.
"Pertarungan yang bagus, ke depannya mohon bantuannya."
Pricil membalas dengan senyuman lalu menerima jabat tangan darinya.
Setelah pertarungan itu, Riki dan Nina kembali ke hotel.
Mereka hendak menaiki lift namun tiba tiba resepsionis sebelumnya datang menghentikan pintu lift yang akan tertutup dengan wajah agak gelisah.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Riki menatapnya.
"Begini, ada beberapa orang yang mencarimu...mereka meminta kunci candangan kamar pada kami dan mereka sedang menunggumu di atas."
"Yang benar."
"Iya, apa kalian melakukan tindakan kejahatan."
"Mana mungkin," Nina membalas demikian.
Dari perkataannya, Riki tahu bahwa yang menunggu mereka adalah pihak kepolisian. Tidak sembarang orang mampu meminta kunci cadangan.
"Tak apa koq, ini bukan urusan berbahaya...Terima kasih sudah menghawatirkan kami.... sampai nanti."
Pintu lift tertutup kembali.
"Firasatku buruk tentang ini."
"Aku juga merasakan hal sama," balas Riki demikian.
Tanpa berpikir lebih lanjut, Riki membuka pintu dan mendapati 5 orang berpakaian polisi duduk di sofa. Mengetahui orang yang di tunggu sudah datang ke lima orang itu berdiri lalu memberi hormat, Riki pun melakukan hal yang sama.
"Tuh kan, sebenarnya jabatanku ini berada di tingkatan apa," ucap Riki tersenyum pahit sedangkan Nina di sampingnya tertawa kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments