Salah satu polisi berusaha menarik tangan si wanita meskipun sedikit kesusahan.
"Bu, tolong segera ikut kami, di sini berbahaya."
Tanpa mendengar ajakan tersebut, ia terus memohon pada Riki dan tentu dia tak bisa mengabaikannya begitu saja.
"Aku akan mencarinya, tolong bawa ibu ini ke tempat aman dulu."
Melihat tekad Riki polisi itu mengangguk.
"Berhati hatilah pak."
"Tentu."
Riki sebenarnya tidak merasa nyaman dipanggil pak namun ia memilih untuk tidak berkomentar apapun dan hanya mengabaikannya. Ia naik ke lantai 4 dimana di sini jauh lebih sepi dari lantai sebelumnya.
Riki mengendap-endap di antara dinding dan selanjutnya sebuah pedang tiba-tiba terbang ke arahnya. Ia segera menghindar dengan menunduk namun pedang itu terus bergerak kemanapun Riki pergi.
Riki menembakan pistolnya hingga pedang itu jatuh ke lantai setelah menerima beberapa peluru. Jika pistol biasa hal itu tidak mungkin terjadi berkat bantuan Nina ini semua bisa dilakukan dengan mudah, senjata ini bisa menyerap energi spiritual pemiliknya lalu menambahkannya dengan peluru, begitulah penjelasan dari Nina.
"Kau pengguna kekuatan spiritual rupanya."
Suara itu berasal dari seorang pria dengan setengah wajahnya menyerupai singa, di dekat kakinya seorang anak kecil tampak tak sadarkan diri.
Riki menatap anak laki-laki itu, yang mana membuat pria itu menyeringai senang.
"Apa ini yang kau inginkan, sayangnya aku ingin membunuhnya karena menyerangku tiba-tiba," ucap si pria menunjukan mulutnya yang dipenuhi taring bergerigi.
Ia melanjutkan.
" Lihat baik baik!"
"Tak akan kubiarkan," Riki berusaha bergerak maju namun jelas dia akan terlambat.
Ketika dia mengulurkan tangannya bunyi aneh terdengar.
Sebelum tangan pria singa itu menyentuh si anak kecil kepalanya sudah lebih dulu terbang duluan. Darah menyembur dari leher yang terpotong ke udara layaknya air mancur, tak hanya itu tubuhnya pun ditendang hingga tulang-tulangnya berputar.
"Aku masih sempat rupanya.""
Jauh di depan Riki, dimana siluman berada kini digantikan oleh seorang gadis berambut hitam, darah terus menetes dari katana yang dipegangnya.
"Ayumi Mai," panggilnya demikian.
Matanya yang berwarna merah ruby menatap Riki seakan bersinar dalam kegelapan. Ia berkata.
"Kau baik-baik saja?"
Riki mengangguk dalam diam.
"Kalau begitu aku serahkan tempat ini padamu. Aku masih banyak pekerjaan sih, aku benar-benar tak sabar melihat darah keluar dari para siluman itu."
"Dengar Mai... jangan membunuh manusia."
Mai terdiam sesaat dengan ekpresi yang sulit dijelaskan, seakan dia menikmatinya.
"Bagaimana yahh... aku tidak bisa menjaminnya," setelah berkata demikian dia menghilang.
"Orang itu," tanpa berpikir lagi Riki menggendong anak itu keluar dari bangunan lalu memberikannya pada ibunya. Ketika digendong oleh ibunya anak itu membuka mata dan memeluk ibunya dengan bahagia.
"Terima kasih banyak, terima kasih banyak."
Sambil berlinang air mata ia menundukkan kepalanya pada Riki lalu pergi meninggalkan tempat itu.
"Anda tidak apa-apa pak."
"Anda memang hebat."
Suara itu berasal dari kedua polisi yang ia temui saat pertama kali datang.
"Iya, sebaiknya aku juga segera pergi dari sini."
"Kami mengerti," kedua polisi itu memberi hormat saat Riki pergi dengan motornya.
Jumlah siluman lebih banyak dari yang kubayangkan, sebenarnya apa yang terjadi? Apa mereka benar-benar makhluk seperti yang kami duga.
Selagi memikirkan itu, angka speedometer motor Riki sudah mencapai 60 km/jam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments