Riki yang memperhatikan sulit membayangkan apa yang terjadi, dalam sekilas saat anak kecil itu melompat untuk menampar si pria. Pria itu lalu meledak.
"Hoh menarik.... kau membunuh rekanmu sendiri," orang yang bisa santai mengatakan hal kejam terjadi di matanya sebagai sesuatu yang menarik adalah Mai.
Anak kecil itu menangkap omongan Mai.
"Kalau bisa aku ingin membunuhnya dari dulu, namun sayangnya."
Kepala yang meledak itu kembali seperti semula dalam beberapa detik.
"Oi.. itu sakit bodoh."
"Yah, sekarang aku puas."
"Puas kepalamu!"
Si pria memutar-mutarkan kepalanya yang sudah kembali sedia kala. Ia mengacungkan pedang terbuat dari kayu kepada Mai dan Riki.
"Maaf sudah membuat kalian menunggu, sebagai balasannya akan kubunuh kalian dengan cepat. Bantu aku Lili."
"Ogah.."
"Hah?"
Si pria membeku di tempat.
"Apa maksudmu?"
"Riel bilang kita hanya harus mengarahkan seluruh siluman untuk membunuh manusia, setelah itu kita disuruh kembali, bahkan dalam perkataannya dia tidak menyuruh menyerang anggota Badan Pencegahan Serangan Gaib."
"Apa begitu?"
"Biar aku saja yang menyerang," memotong obrolan, Mai melompat sambil mengayunkan pedangnya dari atas, tentu si pria itu telah menyadarinya dan menahannya dengan pedangnya, di luar dugaan pedang kayu itu bisa menahan ketajaman katananya.
"Hoh, jadi kau siluman yang sudah memiliki bentuk sempurna menyerupai manusia... berapa banyak yang kau makan?"
Mai melontarkan pertanyaan itu, si pria bernama Kros itu hanya menjawab.
"Entahlah ingatan saat kami jadi siluman akan menghilang begitu saja."
Dia menendang perut Mai hingga ia menukik jatuh menghantam mobil.
Melihat ada celah Riki menembakan pistolnya namun pria itu menangkapnya dengan mudah.
"Uwahhh.... panas, panas..... peluru apa-apaan ini, tanganku terbakar."
"Kau bisa menangkapnya."
"Bukan hal sulit bagiku," balasnya cepat sebelum gadis bernama Lili memotong.
"Kami sudah mengulur waktu artinya tugas kami sudah selesai sekarang, ayo pergi Kros."
"Yah mau bagaimana lagi."
"Sebenarnya kalian siapa?" tanya Riki.
"Kami menyebut diri kami dengan sebutan Fallen.. kami siluman yang sudah memiliki tubuh manusia dan sebentar lagi kami akan menguasai dunia kalian," si prialah yang menjawab pertanyaan itu dan berbalik menyusul si anak kecil, selanjutnya sosok keduanya menghilang di depan mata Riki.
Mai bangkit lalu menyarungkan katananya kembali sebelum mendekat ke arah Riki yang membisu.
"Dia bilang mengulur waktu.... mengulur waktu untuk apa."
"Lihat Itu"
Riki segera mengikuti pandangan Mai.
Tak butuh waktu lama sampai pemikiran Riki terjawab jauh di tempatnya berdiri cahaya ke jinggaan bersinar terang dan akhirnya meledak dahsyat, menggerakan isi bumi ke permukaan.
"Kita terlambat, mereka sudah menghancurnya 1/4 kota," kata-kata Albert memecah keheningan.
"Kita gagal," tambah Nina.
Sebelum hendak pergi sebuah suara menghentikan Riki. Ia berbalik dan mendapati Mai menghentikannya.
"Apa kau akan kembali ke markas?"
"Rencananya begitu," ucap Riki demikian.
"Sebenarnya aku sudah kehabisan tenaga untuk berteleportasi, bisakah aku ikut denganmu."
Pantas saja Mai dengan mudah ditendang pria itu, gumam Riki.
"Aku mengerti, ayo."
"Ini terpaksa loh, terpaksa."
"Terserah kau saja lah" Riki berkata demikian selagi menghembuskan nafas panjang terhadap Mai yang bersikap malu-malu, membiarkan Mai naik ke jok belakang keduanya meninggalkan tempat itu.
Aura yang tidak bisa digambarkan tengah menyelimuti ruangan utama, itu bukan aura yang menyenangkan, bisa dibilang hanya kesuraman yang dalam.
Kecuali Mai yang sedang asyik membaca buku "Gejolak sepasang kekasih" semua orang terdiam dalam penyesalan.
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa, kalau saja kita cukup punya anggota untuk memantau situasinya," perkataan Albert terhenti setelah dia memahami situasinya.
"Aku juga tidak bisa diandalkan dalam pertempuran, maaf." Nina menambahkan.
"Nina sudah banyak membantu di garis belakang jika kami kehilanganmu itu akan memperburuk keadaan kami," kata Riki menenangkan sampai Albert memotong.
"Nina, apa kamu bisa merasakan orang-orang berkekuatan spriritual lainnya dari sini?"
"Di kota ini kurasa sudah tidak ada, namun aku mendapatkan dua orang yang sepertinya memiliknya setelah meretas kamera di kota lain."
"Begitu, bagaimana kalau kau pergi dengan Mai saja untuk mengajak mereka, dengan kekuatan teleportasi itu akan membutuhkan waktu singkat."
Nina mengelengkan kepalanya atas usulan Albert.
"Mai hanya bisa pergi ke tempat yang pernah ia kunjungi, jika itu seluruh kota ia pasti bisa, tapi jika di luar dia tidak bisa."
"Kalau begitu bagaimana jika pergi denganku saja, aku akan membujuk mereka untuk bergabung... yah masih belum dipastikan mereka mau bergabung atau tidak," potong Riki.
"Tidak ada jalan lagi, kami hanya bergantung padamu. Jika itu orang lain yang tidak memiliki energi spiritual mereka tidak akan langsung percaya. Jika Nina yang mengatakan ia punya kekuatan spiritual mereka hanya akan menganggapnya candaan," kata Albert dengan wajah serius yang belum pernah ia perlihatkan.
Saat itu Riki memilih percaya karena ia bertemu dengan Mai, jika tidak, ia juga akan berpikiran demikian.
"Sudah diputuskan aku dan Nina akan pergi, biar kota diserahkan pada Mai dan pak Albert saja."
"Aku akan membuat Mai bekerja keras."
"Aku juga perlu liburan loh," kata Mai tanpa dijawab siapapun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments