Riki menekan earphone di telinganya sembari berkata.
"Pak Albert, tolong cari tahu dimana Mai sekarang?"
Menerima permintaan itu, orang di seberang telepon menjawab.
"Aku mengerti."
Biasanya Ninalah yang melakukannya namun jelas dia tidak sedang berada di markas pusat sekarang, Riki yakin dia sedang keluar untuk membeli beberapa es krim di supermarket.
Beberapa saat menunggu, suaranya kembali terdengar.
"Di depan ambil kiri, setelah melewati lampu lalu lintas, lurus saja."
"Baik."
Di dalam kota terdapat ratusan kamera yang disebar luaskan, ditambah drone pengendali, hal itu tidak mustahil bagi mereka menemukan apapun.
Singkatnya, ke manapun Riki pergi semua itu bisa dipantau lewat kamera dari markas pusat.
Tak hanya Albert, Nina pun baru kembali dan duduk di kursinya selagi memakan es krim.
"Owh, Mai benar-benar hebat, dia sudah berteleportasi sebanyak 5 kali dalam sehari, apa dia baik-baik saja?"
Albert hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban samar, dan kembali menatap layar monitor.
Layar monitor menunjukan Riki yang sedang mengendari motornya hingga tanpa terduga seorang wanita tengah menyebrang tanpa melihat motor Riki datang. Ia memiliki rambut perak sebahu, penampilannya seperti anak SMA pada umumnya.
Motor berhenti tepat sebelum menabraknya.
Gadis itu menatap kosong ke wajah Riki.
Walau cantik ia seperti tidak memiliki emosi di dalamnya seolah dia hanya sebuah boneka hidup.
Untuk sekilas di telihat seperti Mai, namun itu hanya intuisi yang tidak beralasan jadi Riki memilih mengabaikannya.
Riki turun lalu mendekat padanya.
"Kau tidak apa-apa," tanyanya
"Hoamm," gadis itu hanya menguap, tak peduli sampai dia terkejut dengan perkataan Riki selanjutnya.
"Sepertinya baik-baik saja, dan juga... makhluk apa di sampingmu itu?"
Gadis tersebut menarik pedangnya dan Riki melompat untuk menjaga jarak.
"Kaede, dia bisa melihatku, sebaiknya kau membunuhnya sekarang."
"Malas ah, mari tinggalkan saja... aku ingin segera pulang dan tidur."
"Jika itu maumu."
"Tunggu sebentar."
Riki hendak memegang tangannya tapi sebuah angin sudah menghempaskannya jauh ke belakang, saat ia bangkit keduanya sudah menghilang.
"Siapa sebenarnya dia dan juga mahluk itu?"
Karena tak ada waktu memikirkannya, Riki kembali menaiki motornya dan melaju kembali.
"Pak Albert, Anda melihatnya?"
"Ya."
"Apa Anda tahu sesuatu tentang gadis barusan."
"Aku juga baru kali ini melihatnya... hmm mungkin saja dia pendatang."
Menerima jawaban itu Riki hanya menghela nafas panjang, tadinya ia ingin menanyakan soal mahluk yang mengikutinya namun segera dia urungkan karena hanya dirinya saja yang melihatnya.
Kota yang biasanya ramai kini menjadi sepi, puing-puing bangunan serta pertokoan rusak hingga menjadi sampah di sepanjang jalan.
Dan yang tidak terhitung di setiap jalannya adalah mayat manusia.
Di tengahnya Mai berdiri selagi memegang katana di tangan kanannya. Ia sedang menatap sesuatu. Riki muncul di belakangnya setelah memarkir motornya.
"Ah, lihat rekannya sudah datang, harusnya kau membunuhnya dari tadi.... ini semuanya salahmu Kros," suara nyaring nan manis itu berasal dari anak kecil yang berdiri sambil memegang boneka kelinci, di sampingnya adalah pria tinggi yang terlihat jengkel atas perkataannya.
"Kalau saja kau membantuku, mungkin kita bisa mengalahkannya lebih cepat."
"Jadi kau menyalahkanku atas kegagalanmu."
"Bukan menyalahkan itu kebenaran."
"Hah, ngajak berkelahi."
"Ayo, sini bocah tengik."
"Bocah.... apa kau bilang."
"Bocah.... bocah... bocah."
Dahi anak kecil itu berkerut..
Dan selanjutnya.
Kepala si pria meledak dengan dahsyat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments