Nina dan Riki jelas memiliki banyak waktu luang sekarang sampai besok, karena itulah untuk menghabiskan waktu, mereka pergi ke pusat perbelanjaan.
Nina tampak mengeluarkan aura suram.
"Bahkan di tempat ini aku pasti akan dianggap anak kecil."
"Bukannya bagus, itu berarti kau bisa membayar tiket bioskop untuk anak-anak," ucap Riki bercanda namun dia akhirnya menerima pukulan di perut.
"Mari pergi."
"Baiklah."
Nina memutuskan untuk menjauhi bioskop dan tiba di sebuah tempat kesukaannya yaitu game center, setiap permainan berderet dengan rapih, dari game analog bahkan game-game yang terbilang jadul maupun modern tampak tersedia.
Dia menukarkan banyak uang untuk koin, melihat jumlah sebanyak itu, Riki pikir dia akan terkurung di tempat ini cukup lama.
Dia akan berusaha menikmatinya.
"Pertama kita main game itu," ucap Nina menunjuk sebuah permainan memukul tikus tanah.
Karena Nina kecil dia kesulitan untuk melakukannya hingga pada akhirnya Riki memangkunya.
"Akan kuhabisi semuanya," katanya bersemangat
Aroma harum bisa dia cium jelas.
Riki biasanya tidak akan merasakan daya seksual dari gadis kecil tapi anehnya dia merasakan hal berbeda dari Nina.
Tunggu, dari awal dia memang bukan anak kecil.
Dia wanita dewasa. Sekarang aku memikirkannya, aku tidur di satu kamar dengannya dan pergi bersama bukannya ini sebuah kencan.
"Angkat aku dengan benar Riki, aku masih mau main lagi."
"Ini sudah tiga kali ronde."
"Aku ingin memainkannya sepuluh kali, sejak lama aku ingin melakukan ini semua."
Riki memilih menurut padanya, entah kenapa dia sedikit bersimpati.
Setelah permainan tersebut mereka mencoba game bersama, seperti pertarungan, menari dan juga menembak zombie.
Jika itu soal hal berdarah Nina sama sekali tidak takut, malah sebaliknya pengunjung yang terheran-heran bagaimana dia melakukannya dengan mahir.
Salah satu penjaga berkata.
"Ini game untuk dewasa, gadis kecil tak boleh memainkannya."
Setelah melihat kartu identitasnya penjaga itu memucat.
"Ah ya, silahkan."
Riki hanya menghela nafas panjang.
Dari semua permainan game, memasukan bola basket ke keranjang adalah hal yang melelahkan, Riki harus mengangkat Nina naik turun dan sekarang pinggangnya sakit.
"Nah Nina, bagaimana jika aku merasa sedikit tertarik denganmu?"
"Ya ampun Riki, jika kau suka padaku kau tak usah bilang langsung bertindak," katanya selagi mengacungkan jempol dengan senyuman lebar.
Apa maksudnya itu?
Riki merasa dia baru saja mengutarakan hal yang seharusnya dia sembunyikan.
Setelah puas dengan game mereka makan di sebuah kafetaria dan tak lupa mereka juga memesan es krim sebagai makanan penutup.
Nina memilih duduk dipangkuan Riki dan itu membuatnya tidak nyaman, dia merasa sebentar lagi mungkin ia akan ditangkap pihak berwajib.
"Riki cobalah es krim milikku, rasanya sangat enak."
"Tolong berhenti mengejaiku, aku mohon."
"Bukannya kau menyukaiku."
Sifatnya benar-benar buruk.
Pagi berikutnya sensasi dingin menjalar ke wajah Riki, saat ia membuka matanya ternyata Nina sedang menatapnya sambil menyentuhkan balok es ke pipinya hingga Riki terkejut dan berguling ke lantai.
"Fufu," berbeda dengan Riki yang kesakitan, Nina tersenyum puas.
"Ada apa?"
"Ini sudah waktunya makan, aku lapar."
"Kau bisa beli sendiri kan?"
"Mana mungkin aku bisa membelinya sendiri, mereka pasti akan menganggapku anak hilang."
"Benar sekali."
"Seharusnya kau membantahnya," protes Nina dan dia mengubah pembicaraan.
"Mau makan apa?"
"Hamburger."
"Memangnya bisa habis gitu."
"Ugh... kau mencoba mengerjaikukan."
"Baik, baik, aku ganti baju dulu tapi biarkan aku tidur 10 menit lagi."
Nina mendorong Riki masuk ke dalam kamar mandi agar dia cepat bergegas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments