Di sebuah restoran tidak jauh dari hotel masih tersisa tiga jam sampai pertemuan dengan Pricil tiba, jadi keduanya menghabiskan waktu disini lebih lama.
"Kami pesan dua hamburger."
"Baik."
Tak perlu waktu lama pesanan keduanya sudah tiba, inilah keistimewaan dari makanan cepat saji. Nina mengambil hamburgernya lalu memakannya dengan lahap.
"Pelan pelan saja makannya, saosnya belepotan kan."
Riki mengambil tisu lalu mengusap bibir Nina yang penuh dengan saos.
"Terima kasih."
"Seharusnya aku biarkan kamu mengusapnya sendiri."
"Aku tak keberatan, terkadang aku juga merasa ingin dimanja."
"Begitu."
Keheningan sesaat terasa diantara keduanya.
Riki mulai berpikir bagaimana cara dia mengalahkan gadis kucing nanti, saat itu tiba diharap bisa menahan serangannya dengan mudah, gadis itu sangatlah kuat terlebih dia jelas hanya menggunakan kekuatan fisik saja. Bahkan rasa sakit tendangannya masih terasa sampai sekarang.
Dia bukan orang sembarangan dan mereka membutuhkannya.
Riki menoleh ke arah Nina yang masih berusaha memakan hamburgernya.
"Kalau sudah kenyang jangan memaksakan."
"Siapa yang memaksakan...hanya saja..."
".....Apa?"
"Nggak jadi....nggak jadi."
"Begitu."
"Kurasa rahangku sakit."
"Mari potong-potong dengan pisau."
"Padahal aku ingin seperti orang Amerika yang makan sekali gigitan."
"Aku tidak yakin ada orang yang bisa melakukannya."
Riki mengambil hamburgernya dan keduanya segera menghabiskan sarapan pagi mereka yang sedikit telat.
Waktu tepat menunjukan jam 10 lebih lima menit, di tanah lapang luas di area sekolah Riki dan Pricil saling berhadapan.
"Lihat Nina... Sekarang aku pakai celana pendek loh, dibalik rokku."
"Sumpah, nggak nanya."
Riki pikir dia tidak perlu menunjukannya begitu saja, ada dorongan mengintip tapi Riki memilih untuk menahannya.
"Heh, padahal aku menegaskan hal itu," selagi mengatakan itu, Pricil terlihat sudah memasang kuda-kudanya dengan mantap.
"Pertarungan akan selesai jika ada orang yang tidak bisa bangkit lagi atau menyerah, mencederai lawan dilarang dan akan dinyatakan diskualifikasi. Pertarungan di mulai," dengan aba-aba dari Nina, keduanya menerjang ke depan di waktu bersamaan.
Keduanya saling menyerang dan bertahan secara bergantian.
"Hajar dia Riki, buat bonyok."
Bukannya itu artinya dia akan diskualifikasi, yang jelas dukungan Nina dari lapangan luar tidak digubris Riki. Dia juga tidak ada waktu memperhatikannya saat bertarung.
Pricil memukul dengan kecepatan tinggi, Riki menahannya dengan menyilangkan tangan namun ia terdorong ke belakang 1 meter, saat ia menoleh pricil sudah berada di belakangnya.
Dia menggunakan tendangan lompatan andalannya yang kemarin, Riki menundukkan kepala menghindar lalu berguling ke samping.
"Heh.... Kau tidak menahannya," kata Pricil dan jawab Riki santai.
"Aku sudah banyak belajar karena kemarin."
"Begitu, jika barusan kau menahannya mungkin tanganmu akan tidak bisa digunakan beberapa hari."
"Jadi kau berniat mencederaiku."
"Apa aku diskualifikasi."
"Tidak, jika aku ingat mengatakan hal ini 'menarik' adalah sesuatu yang pas dalam keadaan seperti ini."
"Terdengar penuh keberanian."
Mereka kembali mengirimkan pukulan sehingga tinju mereka beradu dan mundur setelahnya.
Riki menunjuk ke arah Pricil dengan senyuman kemenangan.
"Karena kau sudah melanggar peraturannya aku akan bermain curang sekarang, bersiaplah."
"Siapa takut."
Riki menghentakkan kaki di tanah, mendorong dirinya dengan cepat menerobos angin, saat Pricil bersiap untuk menerima serangan, Riki menghilang di depan matanya. bukan, lebih tepatnya pergerakannya lebih cepat dari sebelumnya, gerakannya tidak secepat Mai tapi itu sudah membuat Pricil kebingungan.
Dia terus memukul bayangan Riki. ke samping, ke depan, ke belakang tanpa mengenai targetnya.
"Apa apaan ini, kenapa kau bisa bergerak secepat itu."
"Itu berkat latihan, kau tahu rasanya setiap hari harus berlari ke atas bukit sambil memanggul beban. Rasanya seperti kematian, namun aku bisa melewatinya."
"Demi menyelamatkan banyak orang, kau rela menderita."
"Ya... Aku akan lakukan apapun untuk itu."
Pricil tersenyum karena dia akhirnya menemukan lawan yang bisa mengimbangi dirinya.
Pricil memukul tanah di bawah kakinya dengan kekuatan penuh yang mana menerbangkan puing-puing material ke udara, tak menduganya Riki tersentak ke belakang sebelum dia sadar apa yang sudah terjadi, Riki sudah terkena pukulan di wajah hingga dia dikirim terbang menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments