Dua puluh tahun yang lalu
Hujan deras, tanah berlumpur, suara teriakan orang minta tolong. Seorang wanita berusaha melambaikan tangan di dalam air. Kakinya seperti tertarik, dia yang sudah tidak bisa bertahan lagi hingga sampai akhirnya di tenggelamkan oleh sosok makhluk ke dalam dasar.
“Harun” panggil suara dari dalam air.
Harun membuka mata, dia berusaha untuk naik ke permukaan. Wanita itu berusaha mengatur nafas di dalam air. Tapi tetap saja kakinya masih di tahan oleh sosok mengerikan. Salah satu makhluk mengerikan mengigit kaki kanannya, darah mengalir di dalam air di serbu oleh para sosok lain. Rasa sakit, perih dia mendorong tapi tubuhnya semakin tersayat kuku setan.
“Siapa pun tolong aku! Jika aku dan anak yang sedang aku kandung ini bisa keluar dari air maka aku kan memberikan jiwa ku sebagai penggantinya” gumam Harun.
Tidak ada yang mendengar kata hatinya itu, tubuhnya sudah di sayat oleh kuku-kuku setan di dalam air. Saya perih kesakitan, dia tetap bertahan menutup perutnya menghalangi agar tidak terjamah. Usia kandungan Harun memasuki tiga bulan, dia mengucapkan isi hatinya kembali berharap ada yang mendengar.
“Tolong selamatkan bayi ku ini! aku menukarnya dengan jiwa ku!” batinnya lagi.
Air perlahan menggulung tubuhnya, sosok baju putih membantu melepaskan tangan-tangan setan lalu membawanya naik ke atas permukaan. Suara pekikan menggema tidak terima manusia itu terlepas. Dari atas setelah melihat Harun, para warga secepatnya membawanya menepi. Luka di sekujur tubuh terutama bekas gigitan pada bagian kaki membuat orang-orang yang menyaksikan menjerit ketakutan. Si juru kuncen melotot meminta warga memberi ruang untuknya. Dia menusuk kaki yang terlihat membusuk itu dengan keris miliknya.
Ratmi yang tidak tahan melihat rintihan Harun meminta Darma agar menyuruh si juru kuncen berhenti.
“Argghh! Arghh!” jeritan Harun kesakitan.
“Apa yang kau lakukan pak? Kau mau membunuhnya?” tanya Ratmi.
“Sabar bu, bapak itu sedang mengobati anak kita” ucap Darma.
“Tolong pak, sudah cukup!” Ratmi mengguncangkan lengan suaminya.
Harun terkulai lemas, dia sudah pasrah dengan semua nasib yang di terima. Beberapa jam lalu dia bersama Warid dan Faras sedang bertikai adu otot hebat. Tampak raut kedua pria itu menunjukkan penyesalan. Di tepi Telaga, kedua pria itu saling tarik menarik memperebutkan Harun. Sosok Warid yang masih belum menerima jika Harun memilih Faras sebagai suaminya.
Dia menarik paksa Harun ke Telaga Berkabut, Faras yang mengetahui istrinya di bawa langsung menyusul sambil membawa sebuah Balok kayu tebal. Amarah Faras lepas kendali memukul kepala Warid. Darah keluar bercucuran, Harun menangis meminta agar Warid berhenti memukulnya. Tanpa terasa langkah mundur berusaha melerai keduanya malah Harun terjebur ke dalam Telaga.
Byurrr.
“Arggh.!”
“Harun!” teriak keduanya.
Jika saja di hari itu dia tidak di bawa lari oleh Warid, maka jiwanya tidak di gadaikan demi keluar dari sarang hantu melepaskan cengkraman penghuni air. Tidak pada setelahnya menjadi waktu kelam di bayangi rasa ketakutan.
Sampai pada kelahiran Herman, wanita itu terlalu takut untuk menyampaikan semua kejadian yang dia alami di Telaga Berkabut pada Faras. Kebahagian kecil hadir di tengah keluarga mereka, faras sangat gembira hingga dia menggelar acara besar dengan mengundang semua rekan kerja dan seluruh warga kampung. Wajah sendu Harun yang tidak bisa di tutupi, dia merasa bahwa waktunya akan semakin dekat. Sosok yang pernah menyelamatkannya di dalam dasar Telaga telah hadir menagih janji.
Mimpi Harun di tahun-tahun pergantian nyawa.
“Harun, waktunya kau kembali pada ku” ucap sosok berbaju hitam menyeringai menatapnya.
Dia membuka tirai yang terbuat dari kepala tengkorak. Cahaya pekat merah di sekeliling api menyala. Satu-persatu tampak orang yang masuk langsung menjerit kesakitan. Tubuh melempuh, hingga tanah berubah menjadi bara api. Jeritannya pecah hingga terbawa ke alam sadar, Faras mengusap punggungnya lalu memberikannya segelas air putih. Dia terlihat sulit mengatur nafas, bahu kejang-kejang terlihat dia begitu ketakutan.
“Sayang, kau mimpi apa tadi sampai menjerit seperti itu?” tanya Faras yang masih berusaha menenangkan.
Harun hanya menggelengkan kepala meneruskan meneguk air. Dia bergerak memeriksa box bayinya. Air yang menetes seolah menjebolkan bendungan mengecup dahi Herman. Dalam waktu yang singkat dia akan berpisah dengan sang buah hati.
Pada masa sulit, dia menulis sebuah catatan kecil yang tanpa sengaja terbawa oleh Faras di meja kamar saat dia sedang buru-buru memasukkan berkas kerja. Selipan catatan mengenai sebuah rahasia besar tentang cerita penukaran jiwanya pada sosok lain. Tepatnya nanti malam di bulan purnama merah penuh sang istri memberikan nyawanya yang sudah di janjikan.
Tangan Faras bergetar begitu membacanya, dia meraih kunci mobil mempercepat laju kendaraan. Sementara di dalam rumah sudah di sambut penampakan sosok salah satu penghuni Telaga. Aroma anyir menyengat, jemari kuku panjang sudah siap meraih tubuh Harun. Dia menangis terisak-isak, memeluk Herman sangat erat.
Pintu dan jendela terkunci rapat, tidak ada satu penjaga pun yang bisa membukanya. Dia sudah pasrah akan nasibnya. Bayi mungil itu menangis, suara tangisan memberatkan langkahnya menuju ke sosok yang sudah menunggunya. Cahaya merah bulan purnama, auangan serigala bersahutan di iringi gerimis dan angin kencang.
Tok, tok.
“Harun!” teriak Faras.
Pintu berhasil dia dobrak terlihat sosok sudah menggandeng tangan istrinya. Ketika dia akan membawa terbang Harun, mereka di hentikan oleh sosok penampakan hantu berbaju putih lain terbang ikut menggandeng.
“Tunggu, biar aku saja sebagai penggantinya! Jangan bawa istri ku!” ucap Faras.
Sosok yang sudah di sematkan di bawah cahaya kejahatan itu di tarik paksa akan tetapi Faras menarik hingga menggigit pergelangan tangan meneteskan darah ke salah hantu yang berada di dekat Harun. Gerakan cepat hantu Gumamtong melahap darah yang menetes itu. Dia melupakan perjanjian yang dia buat sendiri, karena sudah merasakan darah manusia sebagai persembahan yang terganti. Dia terpaksa membawa Faras terbang menghilang meninggalkan suara pekikan mengerikan.
Di bawah sinar itu, Harun mendengar samar-samar suara jeritan. Dia menangis pilu meratapi kepergian suaminya. Sisa darah Faras di atas ubin menjadi saksi bisu bekas penggadaian nyawa di Telaga Berkabut.
......................
“Kakak, aku tidak pernah mengiyakan perkataan manusia itu ketika dia menawarkan nyawa sebagai pengganti pertolongan ku” ucap Murga.
“Diam! Manusia ini sudah menjadi milik ku!” bentak Gumamtong.
“Jangan halangi kami!” pekik Rambe.
Mereka pergi bersama Gumamtong membawa Faras terbang masuk ke dalam air. Daging dan darah terhisap habis, tulang tengkoraknya di jatuhkan ke dasar air bersama tumpukan tengkorak lainnya.
Mereka telah melewatkan sinar bulan merah yang seharusnya mendapatkan kekuatan dengan menumbalkan jiwa manusia. Akan tetapi Rambe yang terlena dengan tetesan darah manusia, dia mengabaikan penukaran jiwa Harun di sela kenikmatannya merasakan darah Faras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Hanum Anindya
kak, hantu doyan darah? iiih serem banget kalau ada hantu doyan darah manusia🤔🤔🤔
2023-01-20
0
loli pop candy 🍭 gen Z
semua ini membingungkan😵 salah warid dan Faras 😡kesel gw
2023-01-20
0
⛱️Anak Manis🏖
rebutan jiwa manusia.
2023-01-20
0