Rasuk

Harun menawarkan pada Sandika agar menginap di rumah bersama Herman. Tapi pria itu menolak dengan sopan lalu mengucapkan terimakasih atas pemberian dan kebaikannya. Rasa bahagia pasti terhias jika dia masih memiliki sosok peran ibu yang menyayanginya.

Sementara di sisi lain, Herman merasa sedari tadi ada yang mengikuti kemana pun langkahnya pergi. Di depan kaca kamar mandi, dia melihat sosok lain berdiri di belakang sambil tertawa menatapnya. Dia terkejut hingga memukul kaca dengan tangannya.

“Argghh!” teriak Herman.

Shower itu tiba-tiba menyala mengeluarkan darah mengguyur tubuh Herman. Mendengar suara teriakan, gelas di tangan bu Harun terlepas pecah. Dia mengetuk pintu memanggil hingga menyuruh para penjaga rumah untuk mendobrak paksa pintu. Herman duduk di lantai menahan tangannya yang bersimbah darah.

“Pak Leo! Cepat panggil dokter!” teriak Harun.

Pucat pasih wajahnya, sekujur tubuh kedinginan, tangannya di jahit dengan penanganan yang isntensif. Herman di infus, di dalam kamar dia di jaga oleh dua suster dan seorang dokter yang di tugaskan oleh Harun agar siap siaga merawat Herman dua puluh empat jam.

“Bu, ini hanya luka ringan di tangan, jangan buat aku seperti anak kecil” ucap Herman.

“Jangan melawan, ibu tidak mau kau terluka sedikit pun.”

...----------------...

Di dalam kontrakaan yang sederhana itu, Sandika membuka jendela menatap langit yang tidak berbintang. Dia memainkan pianika sepanjang malam sesekali terlntas di pikirannya sosok wanita berambut panjang yang sering membantunya di hutan. Tiba-tiba cahaya kunang-kunang bertebaran menemaninya di sepanjang malam. Murga di tarik paksa oleh Rambe membawanya terbang kembali ke sarang mereka.

“Kenapa kau sekarang melawan ku!” pekik Rambe.

“kakak, biarkan aku mengikuti kata hati ku” Murga terbang mencari letak Sandika kembali.

Gumamtong menghampiri Rambe, dia membisikkan sebuah hal mengenai salah satu Mahasiswa itu. Saat mendengarnya, Rambe tersenyum menyeringai begitu bahagia. Dia sudah tidak sabar menyantap darah dan menunggu waktu yang tepat dari apa yang di katakan saudaranya itu.

“Aku jarang sekali mencampuri urusan manusia sampai keserakahan mereka membahayakan diri sendiri” ucap Gumamtong.

“Sekarang perkataan mu seolah tidak tega untuk membunuh mereka” Rambe melengos kesal.

“Aku akan tetap menuntut atas perbuatan mereka.”

Batas dunia lain yang seharusnya tidak terjamah, atau di usik bahkan isi yang di dalamnya di ambil sedemikian rupa tanpa ijin dan pamit dari si pemilik asli. Membicarakan salah satu Mahasiswa lain yang telah mencuri jamur makanan milik Gumamtong.

Setelah meninggalkan hutan, Herman kini hidupnya tidak tenang. Ada saja gangguan penampakan yang di alaminya. Sampai detik ini dia belum menceritakan pada ibunya. Herman tidak mau menambah beban pikiran sang ibu, luka di tangannya sudah cukup membuat dia merasa bersalah.

“Sus, apa infus inii sudah bisa di lepas? Aku ingin leluasa bergerak sendiri” ucap Herman.

“Maaf tuan, kami tidak berani karena belum mendapat ijin dari nyonya besar” ucap salah satu suster.

“Tuan, saya akan kembali lagi untuk mengganti perban” katanya lagi menambahkan.

Di ruangan yang besar, angin menerbangkan tirai hingga membanting benda yang berada di atas nakas. Beberapa pernak-pernik porselin pecah berantakan. Suara aneh yang tidak asing itu terdengar kembali. Herman terkejut, dia membalas tatapan sosok yang berdiri di sudut ruangan.

“Herman!”

Sosok itu tidak berhenti memanggil namanya. Wujud itu semakin tampak nyata mengulurkan tangan mencekik. Suster yang masuk melihatnya sangat terkejut, dia menjerit hingga seisi rumah datang melihat. Begitu pula Harun yang berbalik arah kembali menaiki tangga.

“Ada apa?”

“Nyonya, tadi saya melihat hantu mencekik tuan!”

Lampu berkedip, angin kencang berantai memecahkan kembali barang-barang di ruangan. Salah satu suster kesurupan bertingkah aneh. Tubuhnya berubah membungkuk, bola mata penuh menghitam, wajah berubah terkelupas penuh nanah.

“Argghh Sus!” jerit suster yang lain.

Herman melepas paksa jarum infus di tangannya, dia berdiri di dekat bu Harun. Para body guard menahan tubuh yang kerasukan itu ketika akan mendekati Herman. Suster yang sudah seperti hantu mengerikan itu kini tangannya di ikat. Dia duduk di kursi dekat jendela sambil mengeluarkan ringisan.

“Akkhhh!” suara pekikan itu menjatuhkan semua benda yang tergantung di pada dinding. Ikatan itu terlepas, tangannya mencekik leher Herman.

“Cepat bantu Herman!” ucap Harun.

Banyaknya jumlah anggota Harun tidak bisa menolong anaknya yang sudah sekarat itu. Karena sudah sangat panik, Harun meraih tongkat bisbol milik Herma lalu melemparkan ke arah si suster. Kemudian dia melemparkan lampu meja tepat mengenai kepalanya.

Brugh.

Dughh.

Suster itu pun terjatuh bersama Herman, keduanya di bawa ke Rumah Sakit. Hal aneh yang terlihat adalah perubahan wajah si suster normal seperti semula. Di depan ruang tunggu, Harun menggigit jarinya sendiri. Dia berpikir bahwa ada sosok hantu yang merasuki suster itu seperti mengincar anaknya.

“Aku harus menemui dukun itu lagi, Herman tidak boleh di sentuh oleh makhluk itu” gumam Harun.

Pada masa sulit yang dia alami, Harun enggan membuka hati pada sosok pria yang selalu ingin tau semua tentangnya. Pria berumur menunggunya berdiri beberapa jarak dari tempatnya berada. Harun berpura-pura tidak melihat, dia berjalan melewati bersama kedua body guard di belakangnya.

“Harun, tunggu aku! Kita harus bicara.”

“Pak Warid, mohon maaf saya sedang sangat sibuk”

“Harun, aku tidak berharap apapun. Aku sudah menganggap Herman sebagai anak ku sendiri, aku hanya ingin menjaga kalian.”

“Tidak terimakasih, sebaiknya bapak pergi dari sini!” jawab Harun ketus.

Kedua body guard itu mendorong tubuh Warid, namun keduanya malah di dorong kuat oleh lima orang penjaga yang berlari melindungi Warid. Pertikaian pun terjadi Harun meminta kedua body guardnya itu untuk mengalah dan segera pergi bersamanya.

“Harun tunggu!” panggil Warid berlari mengikutinya.

Dia menggenggam tangan wanita itu lalu berlutut di depannya. Apapun yang akan di lakukan wanita itu, dia sudah siap menerima sekalipun tamparan atau pun pukulan rasa kesal. Pria itu mengetahui semua penderitaan yang di alami olehnya sekalipun terlihat bergelimang harta.

Meski Harun tidak pernah membuka hati untuknya, Warid sudah berjanji pada almarhum orang tuanya agar selalu menjaga dirinya. Persahabatan yang terjalin baik di masa lalu terputus karena suatu masalah. Rahasia itu masih tersimpan dan berkaitan dengan Telaga Berkabut.

“Harun, bawa kau ke tempat itu. Aku tau Herman terkena gangguan dari sana” ucap Warid.

“Tidak! Biar aku yang menyelesaikan masalah ku sendiri! Pergi!”

Di sela langkah kecilnya, Harun menepis genangan air matanya yang tumpah. Dia ingat sekali kejadian di masa lalu. Dia mengabaikan pikiran ingatan itu melanjutkan langkah memasuki mobil. Harun meminta pak Denis secepatnya melajukan kendaraan menuju lokasi.

Terpopuler

Comments

kli🇨🇦

kli🇨🇦

up dong

2023-01-19

0

c c R K y

c c R K y

harun kena nasib buruk sih dan masih berlanjut ke Herman. kasian thor

2023-01-19

0

💿CD R K gaming📀

💿CD R K gaming📀

jadi pengen ikut terbang. ckckckck akibat ketidak sengajaan terjebur ke telaga jadi menggadaikan nyawa

2023-01-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!