Menjelang pagi dan petang

Kerisauan yang tercipta itu kebanyakan akibat dari perbuatan yang di lakukan sendiri. Tapi berbeda dengan hampa dan rute jalan yang terjal saat bertemu alam yang berbeda. Bisikan dorongan yang tidak sanggup memilah atau menahannya akan terperangkap tidak bisa keluar lagi dari sana. Lalu bagaimana mempertanyakan racun dendam siluman para hatu Telaga berkabut?

...🔥🔥🔥...

Bu Harun membawa beberapa benda berbentuk jimat setelah menemui seorang dukun di wilayah Selatan. Dia meminta supir agar segera mempercepat laju kendaraan menuju tempat Herman berada. Kini Harun membawa satu dua body guard penjaga perjalannya. Sesampainya menuju perbatasan, kendaraan mereka berhenti secara mendadak melihat sosok pria tua berdiri di tengah jalan.

Pak Denis turun menghampirinya, pria tua pembawa cangkul di pundak itu menatap tajam dirinya lalu menunjuk dengan tatapan melotot. Dua body guard lain berdiri di belakang pak Denis memperhatikan gerakan aneh pria tersebut. Suara retakan tulang terdengar keras.

“Pak, tolong beri kami jalan” ucap Denis dengan sopan.

Pria itu tetap bertingkah aneh, dia membalikkan tubuhnya memperlihatkan belatung yang berada di pundak. Para pria itu langsung berlari masuk ke dalam mobil memutar haluan sesekali melihat ke belakang. Harun yang melihat dari dalam ikut ketakutan hingga menjerit. Udara tercium aroma kemenyan menambah hawa mencekam. Pak Denis menepikan kendaraan menunggu aba-aba dari Harun.

“Kita putar arah lagi pak, semoga saja penampakan tadi sudah menghilang” ucap Harun sambil mengusap kepalanya.

“Ya nyonya.”

...----------------...

Panggilan siluman hantu mendayu-dayu membisik godaan. Beben terperanga melihat sosok wanita yang sedang melihatnya dari sela semak belukar. Wajah cantik, bibir merah merona dengan rambut terurai panjang di terpa angin. Dia tersenyum tipis mengulurkan tangan lalu berjalan mendekat. Tanpa sadar Beben menjatuhkan bukunya lalu mengikuti sosok tadi hingga ke Telaga Berkabut. Tepukan kecil mendarat, sosok tadi berdiri di tepat di belakangnya perlahan mengusap punggung bagian atas hingga meraba dada Beben dengan tiupan hawa dingin.

“Beben, ayo kita ke masuk ke Telaga”bisik sosok hantu Rambe.

Satu kakinya sudah menyentuh air akan tetapi tubuhnya dari belakang di tarik oleh si juru kuncen yang tiba-tiba muncul disana. Dia menggelengkan kepala kemudian memasukkan tiga merica hitam yang harus di telan bulat-bulat. Beben tidak sanggup menelannya hampir memuntahkannya tapi si juru kuncen tetap memaksa agar bahan itu masuk ke dalam mulutnya.

“Dasar kau bocah tengik. Sudah aku katakana agar jangan mendekati tempat ini kecuali sebelum mendapat ijin dari ku” ucap si juru kuncen.

“Maaf pak, aku tadi sedang melakukan observasi tugas, Oh ya pak hari ini kami akan pulang."

“Aku tidak membutuhkan alasan mu. Ingat satu hal, jimat itu jangan pernah sampai lepas atau menghilang.”

“Ya pak saya mengerti.”

Sosok Rambe menunggu si juru kuncen pergi, dia masih mengintai bersama dendamnya. Bahkan siang bolong tidak berpengaruh pada siluman hantu. Pergerakan roda dunia lain menjadi misteri yang tidak di ketahui. Sementara di tempat yang berbeda, Arya sibuk melihat kuburan yang berada di dekat garis pembatas hutan terlarang. Kuburan itu di lapisi oleh kain berwarna hitam, ada tugu berukuran kecil yang berdiri tegak di dekatnya.

Ketika dia melihat lebih dekat, ada bunga, dupa dan benda aneh lainnya disana. Burung gagak bertebaran menambah kesan angker. Dia berlari menuju ke tenda dengan sekujur tubuh yang penuh dengan keringat. Begitu pula dengan Beben yang tampak seperti orang ketakutan.

“Ben, kau habis dari mana? Kenapa raut wajah mu seperti itu?” tanya Arya.

“Mmmhh, kau juga terlihat sama seperti ku. Apa kau juga melihat hantu?” ucap Beben berbalik bertanya padanya.

“Ternyata ada kuburan di dekat perbatasan hutan terlarang. Terlebih lagi sedari tadi aku merasa ada yang mengikuti ku. Ayo kita kemasi barang-barang sambil menunggu Sandika dan Herman. Ngomong-ngomong kau sudah menyelesaikan beberapa lembar terakhir tugas kita kan?” tanya Arya.

Beben membolangkan mata, dia teringat buku tugas itu terjatuh saat melihat sosok wanita cantik di hutan. Tanpa mengatakan sepatah katapun dia berlari mencari buku tersebut. Arya tidak jadi mengejar karena gerakan lari Beben terlalu cepat.

“Huh dasar si Beben, jangan-jangan buku tugas itu hilang” gumam Arya.

Sudah satu jam dia berputar-putar mencari buku yang terselip tugas makalah dan lembar penting lainnya. Dia menepuk dahinya menyalahkan diri atas kecerobohannya. Meskipun begitu, dia tetap berusaha mencari tapi malah mendapat gangguan makhluk penghuni hutan.

“Ampun mbah jangan ganggu saya!” ucap Beben berjalan menunduk.

Pepohonan melambai tanpa ada angin yang menggoyangnya. Udara semakin dingin sampai tidak terlihat lagi cahaya terik matahari di sela dedaunan. Rasa merinding kental menggema suara aneh membuat Beben menjerit ketakutan. Dia berlari sampai lupa dimana terakhir kali memberikan tanda sebagai petunjuk arah.

“Argghh!”

...----------------...

“Ahahah! Terimakasih bro! kau sudah membebaskan kami!” seru Kiki dan Man.

Mereka bertiga bersulang ketukan gelas berisi anggur merah dengan riang gembira. Meja makan di penuhi berbagai macam makanan, minuman dan buah-buahan.

Kini kejahatan mereka telah lengkap kembali, Bondan menjadikan Kiki dan Man sebagai orang kepercayaannya. Mereka mulai membantu Bondan menjalankan bisnis sebagai tuan takur dan membantu mengawasi para pekerja di persawahan. Terkadang salah satunya bertingkah sewenang-wenang dengan para warga yang harus membayar pajak untuk mereka.

“Peraturan baru yang di berikan oleh si Bondan memberatkan warga saja. Kita harus berkumpul menyatukan suara agar dia tidak sewenang-wenang” ucap pak Edi.

“Ya benar sekali! Ayo kita demo ke rumahnya!”

Keributan mereka berdiri di depan halaman di sambut tatapan sinis Bondan gelagat melipat kedua tangan di depan dada. Dia mengeluarkan sebuah keris yang di berikan oleh si juru kuncen. Benda keramat yang biasanya untuk membantu meminta ijin memasuki hutan dan wilayah daerah lainnya seperti sudah di serah tugaskan untuknya.

“Bondan, kami menuntut keadilan tentang pemungutan pajak liar yang kau minta setiap harinya! Hal ini sangat lah tidak wajar!” teriak pak Edi.

“Bukan kah kalian sudah menyetujui siapa ketua di kampung ini. Bagi yang melawan ku akan bersiap menerima akibatnya. Sekarang kalian semua bubar!” bentak Bondan.

Siapa yang berani menentang sosok penguasa wilayah kampung yang baru itu maka keesokan harinya di pecat dari pekerjaannya sebagai petani.

Mereka terpaksa bungkam menerima semua perlakuan buruk pria itu. Melihat keris pemilik si juru kuncen, para warga saling bertanya hal apa yang terjadi sehingga benda terpenting itu bisa sampai di tangannya.

“Aku tidak melihat lagi kehadiran si juru kuncen” ucap pak Kadi.

“Ya engkau benar pak, biasanya setiap sore dia terlihat di sekitar kampung sambil membawa wadah kemenyan di tangannya” kata pak Tedi menimpali.

Terpopuler

Comments

Hanum Anindya

Hanum Anindya

👻👻👻👻👻
kayanya sudah kebal pada jimata jadi nggak mempan pakai jimat haruh!

2023-01-16

0

komunitas florist

komunitas florist

semua masih akuh pertanyakan sama si murga

2023-01-16

0

Borja

Borja

semoga bu harun secepatnya ketemu herman

2023-01-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!