Kelakuan Bondan

Rencana yang di mulai dari Bondan dan teman-temannya. Dia menangkap si juru kuncen di dalam gudang lumbung padi. Mata marah pria itu mengetahui Bondan malah berlaku buruk padanya. Dia melotot membentak agar melepaskan tali yang mengikat kuat dirinya. Bondan hanya tertawa terbahak-bahak lalu mengambil keris si juru kuncen.

“Hei anak muda, kau sudah menyalahi takdir. Kau pikir dengan mencuri benda pusaka yang di keramat kan itu bisa membuat mu semakin berkuasa?”

“Pak tua, aku memberikan mu dua pilihan. Pertama aku akan melepaskan mu lalu kau pergi sejauh mungkin dari kampung ini atau kedua kau mati! Ahahah!”

“Terkutuk kau Bondan!” bentak si juru kuncen.

Ketika dia akan meniup mantra, Bondan memberi kode pada Kiki dan Man untuk menghabisinya. Tusukan pisau memotong leher si juru kuncen. Darah berwarna hitam mengalir deras memandikan jasadnya sendiri. Mereka membuang jasad si juru kuncen ke sungai lalu membakar habis rumahnya yang terletak di dekat perbatasan hutan.

Asap yang menyala membuat perhatian warga berlari melihatnya. Rumah si juru kuncen yang habis di lahap si ayam jago menghabisi seluruh isinya. Para warga menjadi resah berpikir siapa lagi yang akan menaklukan semua hal keramat yang ada di kampung. Dengan adanya kejadian ini, mereka semakin tunduk dan tidak pernah melawan apapun yang di perintahkan oleh Bondan.

“Rumah si juru kuncen kebakaran.”

“Sungguh aku tidak masih belum mempercayainya.”

“Siapa yang berani melakukan perbuatan ini?”

“Ini adalah musibah baru di kampung kita.”

Berbagai ucapan yang di katakan oleh para warga.

Bekas-bekas bakaran asap, sisa puing bangunan menampakkan sosok aneh berbentuk wujud tinggi hitam terbang di lihat oleh balita perempuan menunjuk sambil menangis ketakutan. Ibunya yang panik langsung membawanya pulang di ikuti warga lain yang ketakutan akibat mendengar bunyi suara aneh di tempat itu.

Memaksakan hal yang tidak seharusnya kau raih. Memperalat orang-orang yang lemah mengatasnamakan kekuasaan. Hal semacam itu merupakan kelemahan yang sebenarnya pada diri mu. Bukan kah manusia telah di beri takaran porsi masing-masing atas perbedaan hak dan kewajiban?

“Kita sudah puas membunuhnya! Aku jadi tidak sabar mencoba keris yang di katakan sakti ini” ucap Bondan.

“Bondan, kau jangan tidak sabaran begitu. Bukan kah para warga sedang di hantui sosok penghuni Telaga berkabut?” ucap Man.

“Aku rasa itu kesempatan kita untuk membuktikan sejauh apa kekuatan benda itu” kata Kiki.

“Kalian pintar sekali. Ahahahah! Tidak sia-sia kau memilih kalian sebagai sahabat ku! Ahahah!” ucap Bondan.

Di balik layar yang tenang dan menghanyutkan, kedua sahabat yang dia percaya di dalam melancarkan aksi kejahatannya itu telah menyiapkan sebuah rencana untuk mengambil alih semua yang di milikinya. Mereka mencari cara dan celah untuk menjatuhkan bahkan melenyapkan Bondan secepatnya. Tawa yang palsu dan semua kesenangan semu belaka.

Suara kentungan bersahutan, memberi sinyal agar semua warga berkumpul di depan halaman rumahnya. Meski langit telah petang, mereka terpaksa hadir karena takut mendapatkan sanksi darinya. Bondan menyuarakan suara agar mereka mengikutinya menuju ke Telaga berkabut. Seharusnya sebelum masuk ke dalam hutan, mereka harus melakukan persyaratan meminta ijin pada penghuni disana seperti yang di lakukan oleh si juru kuncen.

“Pak Bondan, apakah kita tidak meminta juru kuncen untuk membantu?” tanya pak Kadi. Di dalam benak pria itu menekan rasa marahnya kepada sosok anak muda yang penuh dengan keegoisan dan keangkuhan itu.

“Tidak perlu, kalian lihat sendiri kalau aku sudah memegang keris ini. Pria tua sepertinya sudah minggat dari kampung ini” ucap Bondan.

Pak Edi mengepal tangannya dia hampir lepas kendali akan memukulnya namun kembali mengingat pria itu masih menunjukkan taring kekuasaannya. Para warga hanya terdiam mengikuti langkahnya memasuki hutan. Jimat peninggalan si juru kuncen mereka pegang erat sesekali pandangan mata menatap sekeliling hutan. Suara pekikan makhluk yang menggetarkan tubuh hingga kaki sulit bergerak, mereka sangat ketakutan sampai ada yang buang air kecil di celana.

“Aku takut sekali!” bisik salah satu warga.

“Ihihihiihh” tawa melengking terdengar keras.

Beberapa warga lari kocar-kacir hingga menjatuhkan obor mereka. Sementara Bondan terus melangkah dengan penuh rasa percaya diri mengangkat keris ke atas langit. Dia tidak memperdulikan semua gangguan itu, sampai mereka berhenti di tepi Telaga berkabut. Inilah hal yang sudah dia nanti, menggunakan benda keramat pemilik si juru kuncen.

“Hei sini lawan aku!” teriaknya.

“Bondan, sebaiknya kita jangan cari masalah. Kita hentikan saja rencana ini” bisik Man.

“Ah kau jangan jadi pria lemah!” bantah Kiki.

Bondan memutar keris ke dalam air, dia ingat sekali mantra yang sering di ucapkan si juru kuncen saat bersama ayah ayah angkatnya. Seketika air itu berubah menjadi menjadi darah, kabut semakin memutih tebal. Teriakan pekikan, suara asing bermunculan begitu juga sosok penampakan yang keluar dari dalam air.

“Hantu! Bondan ayo kita segera pergi!” ucap Man menariknya.

Kegilaan anak yang baru mendapatkan jabatan sebagai ketua kampung itu membuat mereka tidak pernah tenang. Tapi ada kepuasan padanya karena keris itu membuktikan sekalipun tanpa sesajian atau persyaratan masuk ke area itu tidak membuat mereka terbunuh atau terkena hal ghaib lainnya.

“Pak Bondan, kami mohon ijin untuk kembali pulang” ucap salah satu warga mewakili.

“Ya silahkan, terimakasih atas waktu kalian. Besok aku akan menggaji semua para pekerja, tapi hanya untuk orang-orang yang mengikuti ku saja malam ini. Ahahah.”

...----------------...

Di hutan yang di penuhi berbagai macam tanaman langka, sudah sepantasanya di jaga dan di lestarikan. Meski terlihat menarik mata dan ada rasa keinginan untuk mengambilnya semua itu harus di tahan demi keselamatan diri sendiri. Herman yang tidak tahan akan daya tarik jamur hutan yang dia lihat di dekat pepohonan dekat jurang perbatasan.

Herman memetik beberap jamur itu lalu memasukkannya ke dalam kantung. Dia menggunakan pisau silet dengan hati-hati agar tidak merusak tanaman lain. Dia melupakan hal permintaan ijin mengambil sesuatu meski terlihat semacam hal sepele saja. Sosok lain yang mengetahuinya langsung menebarkan hawa beracun mengubah pergerakan suasana hutan menjadi gelap gulita.

“Kenapa tiba-tiba suasana menjadi malam?” gumam Herman.

Dia meraba pematik di dalam saku lalu mencari tanda sebagai penunjuk rute jalan yang terakhir kali dia lalui. Dia sudah berputar mencari namun tanda itu seolah menghilang. Dia ingat sekali tempat perkemahan tidak begitu jauh. Suara aneh bermunculan memperlihatkan sosok terbang mendekatinya. Makhluk hantu siluman Rambe menyeringai memperlihatkan gigi taring dan kukunya yang sangat panjang mencekiknya.

“Arggghh!”

“Ihihihi” tawa sosok tersebut sudah tidak sabar menikmati darah manusia.

“Herman! Dimana kau!”

“Herman!”

Panggilan suara Harun yang beberapa orang lain menuju tempat itu.

Terpopuler

Comments

👑Ria_rr🍁

👑Ria_rr🍁

gemes mau nyekel Bondan

2023-01-18

0

Hanum Anindya

Hanum Anindya

seharusnya Bondan dibawa tuh sama si murga ke telaga berkabut, dijebutin biar mati sekalian 😡😡

2023-01-16

0

Alif

Alif

San awas kena hipnotis bujuk rayu murga

2023-01-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!