Mencari Gama

“Aku masih tidak habis pikir, kenapa kalian memilih tempat observasi tugas kampus di tempat ini” kata Siti.

“Di pandangan ku, tempat ini menyimpan berjuta pesona akan keindahannya. Tapi tidak setelah aku terjun langsung ke dalamnya. Sejujurnya aku juga menyesal” ucap Beben.

“Yang terpenting sekarang adalah mencari kabar Gama dan aku tidak mau berurusan disini lagi” Arya menoleh ke belakang.

Seolah ada sosok yang mengikuti hingga dia menghentikan langkahnya. Posisi berdiri urutan paling belakang, tanpa sadar teman-temannya sudah berjalan jauh meninggalkannya. Suara panggilan wanita yang memanggil namanya. Sosok wanita yang asing tersenyum melambai di balik semak dengan tatapan menggoda.

“Arya, Arya kemari” panggilnya.

Pria itu seperti terhipnotis berjalan mengikutinya. Tapi, suara teriakan teman-temannya membuatnya tersadar sudah berhenti di depan garis batas terlarang hutan. Dia berjalan mundur, tiba-tiba kaki nya di tarik sampai dia terjatuh membentur sebuah batu yang berada di dekatnya.

Bugghh.

“Stthh, sakit!”

“Kak, kakak lihat bola mata ku yang satu lagi tidak?”

Sosok anak kecil berbaju hitam memegang satu bola matanya. Kedua mata yang bolong mengeluarkan darah bercucuran. Arya setengah mati ketakutan hingga dia masuk ke dalam hutan terlarang lalu terjatuh ke jurang. Tubuhnya terbanting, terhempas ke bawah. Sosok yang mengerikan tadi tetap mengincarnya.

Arya menahan rasa sakit, dia berdiri berlari pincang mencari arah jalan keluar. Dia ingat sekali rute jalan itu meski sudah lama meninggalkan hutan. Langkah berhenti melihat seorang pria tua memakai cangkul menatapnya dari kejauhan.

“Ha! Hantu!” jeritnya.

...----------------...

Langit mulai gelap, mereka sudah kelelahan dan kedinginan. Sampai saat ini perkampungan masih belum terlihat. Sandika memilih tempat mendirikan dua tenda untuk mereka bermalam. Tidak ada api unggun atau penghangat lainnya. Dia dan Beben berada di dalam tenda yang berhadapan dengan tenda milik Siti.

“Bagaimana ini San, sekarang si Arya yang menghilang. Kalau saja kita tidak mengikuti si Siti dan menunggu kabar Gama dari aparat yang berwajib pasti tidka terjadi seperti ini” ucap Beben menghela nafas panjang.

“Sudah lah, tidak ada yang bisa di salahkan. Kita wajib membantu Siti, bukan kah Gama sahabat kita?”

“Ya.”

Bermalam di hutan, sisa jimat peninggalan si juru kuncen di berikan pada Siti. Beben membuka sedikit tenda, banyak mata-mata merah dari balik pepohonan menatapnya. Begitu pula penampakan pria pembawa cangkul, sontak saja dia menutup kembali tenda. Suaranya menjadi gagap tidak bisa menyampaikan secara fasih dan jelas pada Sandika.

“Ha_cang_kul!”

“Kau kenapa sih?” tanya Sandika.

Beben menunjuk ke luar tenda, Sandika melihat keluar namun tidak terlihat apapun disana. Dia juga melihat tenda Siti dari luar masih aman. Hujan yang sudah reda di manfaatkan oleh pria itu untuk mencari ranting yang tidak terlalu basah di bawah pepohonan rindang.

“San! Kau jangan pergi jauh ya!” teriak Beben.

Sandika mengangguk, dia membawa senter menyorot kayu ranting. Hawa merinding, suara aneh dia abaikan sesekali membaca doa di dalam hati. Beberapa ranting itu jatuh dari tangannya saat melihat sosok wanita berambut panjang berdiri di hadapan.

“Kau__” ucap Sandika.

“Sandika, aku telah lama menunggu hadir mu.”

Sosok hantu itu tersenyum menatap Sandika, dia mengulurkan tangan kanannya yang pucat. Harapannya kini akan balasan dari manusia yang dia tunggu. Sosok hantu Murga si pembawa kunang-kunang memberanikan kembali lebih mendekatinya.

Sandika perlahan menggenggam tangannya, dia merasakan tangan wanita itu sangat dingin. Sosok Murga sangat bahagia merasakan hangat darah yang mengalir. Dia menebarkan lebih banyak kunang-kunang lalu terbang membawa pria itu menuju ke bebatuan besar di dekat Telaga berkabut.

“Sandika, aku tidak pernah membayangkan bisa bersama mu sedekat ini. Di malam-malam panjang ku yang sunyi, aku selalu menunggu hadir mu di dalam dawai indah itu."

“Siapa kau sebenarnya?” tanya Sandika.

“Aku adalah bayangan yang tidak pernah bisa memiliki mu. Murga."

Mereka masih saling berpegang erat, cahaya indah kunang-kunang di malam yang teramat dingin berselimut kabut pekat. Sekeliling itu seakan menjadi pemandangan indah membius mata. Murga membawa Sandika kembali ke tempatnya semula. Dia juga meninggalkan beberapa ranting kering untuknya.

“San! Sandika! Lama sekali kau perginya? Aku pikir kau ikut menghilang” ucap Beben.

“Tidak, ayo kita kembali ke tenda.”

Mereka bertiga duduk di dekat api unggun yang menyala. Siti sesekali menepis air matanya lalu melihat layar ponsel akan gambar foto dia dengan Gama. Dia meminta pada Sandika dan Beben agar mengijinkannya mencari Gama malam ini. Dia masuk ke tenda mengambil tas dan senter, wanita itu sudah tidak sabar menunggu pagi.

“Siti, banyak hewan buas di hutan belantara ini. Kami tidak mau terjadi sesuatu pada mu. Tolong sedikit bersabar, kita akan bersama-sama mencarinya besok” kata Sandika dengan pelan.

“Tapi, firasat ku tidak baik tentang dia.”

“Siti, aku ingin mengatakan sejujurnya bahwa Gama menghilang di Telaga berkabut” ucap Beben.

“Ben! Kau jangan memperkeruh suasana! Dan untuk Siti tolong dengarkan aku, kita semua kan mencari Gama setelah matahari terbit” Sandika kembali memohon padanya.

Cahaya kuku-kuku setan bertebaran seolah menerangi tenda. Sandika pun keluar dari tenda, sebelum terlelap dia memainkan pianika sambil merasakan kehadiran sosok Murga. Di dalam benak di sela nada dawainya, Keanehan yang timbul akan pertanyaan mengapa dia bisa diam saja mendengarkan perkataan sosok hantu itu.

“Apa yang berbeda darinya?” gumam Sandika.

Di tempat lain kedua saudara Murga mengetahui Murga sedang menatap manusia. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk menghabisi manusia itu jika terjadi sesuatu padanya. Kutukan Telaga berkabut akan tetap berjalan bagi siapa saja yang mendekat dan berurusan di Telaga berkabut.

Misteri dan cerita lama di tebarkan di masa kini dan akan datang. Para penunggu bersama makhluk lain merasuki jiwa yang kosong dan berani mendekat ke tempat keramat. Sosok si juru kuncen pemandu syarat dan segala keamanan di perkampungan telah tiada. Warga yang semakin resah sudah banyak yang angkat kaki dan pindah ke kampung seberang.

Tersisa tinggal rumah si mbah yang di huni oleh Bondan, Man, Kiki dan para pekerjanya. Salah satu pekerja berlari menyampaikan kabar warga kampung yang pindah begitu pula para pekerja perkebunan teh dan para petani yang secepat kilat membawa hasil panen.

“Tuan, semua para pekerja dan warga sudah pindah ke kampung seberang.”

“Dasar warga tidak tau di untung!” ucap Bondan berteriak keras.

Aktivitas pekerjaan yang terhenti membuat Bondan memutuskan terjun langsung memerintah dan mengawasi sisa anak buahnya untuk bekerja.

“Dasar majikan tidak punya hati, Sawah dan perkebunan seluas ini mana bisa kita kerjakan dalam satu hari!” bisik salah satu anggotanya.

“Pak Man, kami mohon maaf jika bapak mendengar perkataan saya tadi yang menyinggung tuan Bondan.”

“Tidak apa-apa. Saya punya tugas penting untuk mu.”

Terpopuler

Comments

👑Ria_rr🍁

👑Ria_rr🍁

author kesayangan sejuta umat

2023-02-15

0

Cen

Cen

crazy up dong

2023-01-21

0

lula

lula

pesona apanya? hantu tetaplah hantu

2023-01-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!