Al melihat sebuah surat yang Ica berikan tadi di sekolah.
Isi surat :
AL NANTI PAS ISTIRAHAT AKU TUNGGU DI AULA YA.
Begitulah isi pesan surat Ica kepada Al. Surat yang singkat dan padat, tanpa tanggal, tanpa pembukaan yang manis, dan langsung intinya saja. Sebuah surat dengan satu kalimat yang sudah menyampaikan maksud dan tujuannya.
"Loh dia ngapain ngajak ketemuan di aula?" Al bertanya-tanya, dia masih belum bisa menerkanya, memang akhir-akhir ini dia merasa Ica terus menatap dirinya.
Ingin percaya diri merasa Ica suka padanya, tapi fakta bahwa Ica gadis yang cantik dan manis, membuat Al menepiskan hal itu. Jelas, pasti banyak pria yang sudah lebih dulu menyatakan perasaan mereka pada sosok seimut ica.
*Ting
Dering ponsel Al berbunyi. Satu bunyi notifikasi pesan wa itu mengalihkan perhatian Al, dia melihat ponselnya lagi, mencaritahu siapa yang kini mengiriminya pesan.
Ica
Gimana udah baca?
Gimana klo kita skrng ketemuan?
19.27
^^^Bleh^^^
^^^Dimna?^^^
^^^19.28^^^
Taman di dkt skul
Mau?
19.30
^^^Okedeh^^^
^^^Otw nih.^^^
^^^19.31^^^
^^^Read^^^
Al menutup ponselnya, dia mengerutkan dahinya, dirinya juga bingung, kenapa Ica mengajaknya bertemu? Bahkan malam-malam begini? Tapi tetap, karna Ica sudah sampai repot-repot mengiriminya surat, Al tidak bisa menolak.
Ia mengambil jaket hitamnya, topi yang biasa dia pakai, tak lupa kunci motor. Al segera bersiap untuk menemui gadis imut itu.
...*******...
Saat sampai di taman ternyata Ica sudah menunggu disana. Dia datang lebih awal dibanding Al. Tidak berpikir panjang Al memanggil teman sekelasnya itu.
"Ca." Teriak Al.
Ica menoleh ke belakang merespon teriakan dari Al.
"Kenapa Ca kok manggil?" Tanya Al dengan penasaran. Dia menatap gadis yang memakai dress coklat muda itu dengan erat, mereka semakin dekat. Tatapan Ica tampak polos, Ica terlihat cantik dengan rambutnya yang tergerai sebagian.
"Nah." Ucap Ica sembari memberikan kotak makanan berisikan kue ulang tahun.
"Apa ini?" Sahut Al dia semakin penasaran.
"Itu kue ulang tahun ku. Kemarin aku ulang tahun jadi aku menyisakannya buat Al. Anggap aja ini sebagai hadiah terima kasih ku sama Al, Kalau gada Al mungkin aku gak bisa rayain ultah ku. Kebetulan itu buatan ku semoga Al suka." Ica tersenyum ramah, anaknya memang suka senyum, imut juga.
Al heran jika cuma memberi kue ulang tahun kenapa tidak di beri langsung. Tapi tetap, Al menerima kue itu dari Ica, sekedar menghargai usaha gadis manis itu.
"Loh kok pakai surat segala." Tanya Al.
"Aku malu. Aku sengaja datang cepat karena tau biasanya Al datang cepat untuk memberikan kue ini. Tapi, tadi pagi Al malah datang kepada Wawan. Gak enak juga jika Al dikasih Wan-nya enggak."
"Terus Wan kenapa gak kamu kasih?"
Ica diam sebentar.
"Maaf ya, kuenya habis, jadi Wan gak kebagian. Mm jangan lupa di makan ya." Ucap Ica.
"Oke pasti ku makan." Sahut Al dengan senyuman.
"Gitu aja aku pulang dulu dahh."
"Eh mau ku anterin gak?" Al menawari pulang bersamanya karena sudah malam dan Ica juga seorang gadis muda.
"Gak usah rumah ku dekat kok. Lagian pergi bareng Thea, tuh anaknya." Ica menunjuk seorang gadis yang duduk di motor dengan masih menggunakan helm.
Ica pergi dari taman itu. Ketika Ica pergi Al mencoba mencicipi kue pemberian Ica. Sayang kan kalau sudah diberikan tapi tidak dimakan?
"Cobain ah." Ucapnya sembari mengambil kue dengan jarinya.
"Woah enaknya. Ica the best lah bisa buat kue seenak ini."
Al tidak begitu mengkhawatirkan Ica, soalnya dia sudah pulang bersama temannya.
...****************...
Keesokan harinya.
Tanpa di hantui perasaan penasaran ke Ica dan perasaan cemburu ke Chandra dan Fania. Al mulai berlatih dengan yang lainnya. Tidak lama kemudian Pak Danang datang bersama Pak Edi.
"Yo anak-anak baris dulu yok ada info ini." Ucap Pak Danang meminta anak asuhnya untuk berkumpul.
"Perkenalkan ini Pak Edi. Beliau akan menjadi pelatih fisik serta pelatih kiper untuk sekolah kita. Kalian sudah kenalkan?" Tambahnya.
"Kenal Pak." Sontak semua pemain. Mereka tidak akan lupa pada orang yang sudah membantu mereka menjelaskan cara memakai alat-alat gym sesuai fungsinya.
"Jadi hari ini kita akan latihan menggunakan bola. Baru besok kita akan latihan fisik di gym Pak Edi. Kita akan selang seling lakukan itu. Buat Pak Edi ada yang ingin di sampaikan?" Ucap Pak Danang.
"Coba kiper tunjuk tangan!"
Mendengar perintah Pak Edi. Al dan Adit menangkat tangan mereka.
"Sini kalian berdiri terpisah. Saya dulunya kiper. Cuma saya berhenti main bola saat saya SMP karena sesuatu." Ucap Pak Edi dengan nada yang pelan. Mendengar Pak Edi berbicara seperti itu. Ekspresi wajah Pak Danang seketika berubah. Kenapa ya Pak Edi berhenti bermain bola?
......................
Hening.
Tidak lama kemudian Pak Danang memberikan arahan kepada semua pemain untuk latihan.
"Ok kalian semua pemanasan lalu kita akan latihan. Buat kiper kalian berdua ikutin apa yang di katakan Pak Edi."
"Siap."
Semua pemain pergi ke tengah lapangan untuk latihan. Sedangkan Al dan Adit berada di pinggir lapangan di dekat gawang untuk menerima latihan dari Pak Edi.
Pak Edi nampak membawa bola tenis yang cukup banyak beserta raketnya.
"Hei kalian. Coba tangkap ini." Ucap Pak Edi sembari melempar bola menggunakan raket.
Bola itu mengarah ke Al. Dia mencoba melompat untuk menangkap bola itu. Tapi reflek Al kurang cepat tidak seperti biasanya.
Melihat Al gagal Pak Edi mencoba melempar bola tenis kepada Adit. Namun sayang Adit juga gagal menangkisnya.
"Apa yang kalian lakukan? Jika kalian seperti ini bagaimana kalian ingin mengalahlan Chandra?" Teriak Pak Edi. Dia agak memicing menatap dua anak asuh temannya itu, pertanda bahwa dia serius saat ini.
"Apaan nih Pak ini bola tenis soalnya susah. Kalo bola biasa dah pasti bisa saya tangkis." Al membalas teriakan Pak Edi dengan percaya diri.
"Gak usah banyak omong. Nih makan nih bola." Tidak mempedulikan perkataan Al, Pak Edi tetap melempar bola tenis menggunakan raket ke arah Al dan Adit. Tapi tidak satupun lemparan bola itu berhasil di tangkis oleh Al dan Adit.
"Kalian ini aneh. Kalo gitu coba tangkap." Pak Edi mengambil bola biasa untuk mengetes kiper.
"Nah kalo bola gini mah gampang." Ucap Al.
Seperti yang di katakan Al. Itu sangat gampang Al dan Adit bisa menangkap bola itu dengan mudah.
"Gimana mudah? Gampang?" Tanya Pak Edi dengan ekspresi datar di wajahnya.
"Jika kalian bermain game melawan level mudah terus kalian tidak akan bisa berkembang." Tambahnya.
Al bingung dengan perkataan Pak Edi, bagaimana bisa menyamakan sepak bola dengan vidio game? Jelas, itu dua hal yang berbeda, mungkin?
"Kalian tidak paham maksud bapak kan? Saat bertanding sepak bola kalian menghadapi Chandra dan Wilson kemarin. Tapi di next level juga ada Ferza yang lebih sulit untuk di lawan. Ya itu jika di pertandingan. Tapi kita akan berbicara soal di latihan. Apakah kalian tidak ingin naik level latihannya? Apakah kalian hanya ingin latihan dengan bola ini saja?" Ucap Pak Edi. Dia benar-benar mencerminkan sosok pelatih yang profesional saat ini. Katanya dia mantan kiper kan?
"Jadinya kalo kita latihan dengan bola tenis. Itu berarti next level dibandingkan latihan dengan bola biasa?" Tanya Adit yang sudah mulai memahami maksud perkataan Pak Edi.
"Yups benar. Latihan ini ada tujuannya yakni meningkatkan reaksi dan reflek kalian. Dari latihan tadi, kita lihat bola jadi lebih cepat. Apalagi kalau dipukul raket sehingga kecepatan reaksi dan refleknya bisa meningkat. Hari ini, kita fokus untuk meningkatkan poin itu." Sahut Pak Edi menjawab pertanyaan Adit.
Mengerti kan? Besar kedua bola sangat berpengaruh untuk kecepatannya di udara, mungkin maksud Pak Edi dengan latihan menggunakan bola yang lebih kecil, bisa meningkatkan refleks tangkap dari dua kiper muda ini.
Tidak hanya Adit. Al sepertinya juga paham apa yang di katakan Pak Edi kali ini.
"Kiper harus memiliki power, koordinasi, dan speed. Semua harus ada. Ada dari sisi teknik. Bagimana dia menghalau bola atas atau bawah. Taktikal bermain dengan tim juga perlu. Bagaimana dia mengumpan rekannya dan mengontrol bola. Jika kalian menonton bola. Banyak kiper sekarang yang membantu menyuplai bola ke depan. Contohnya seperti Manuel Neuer dari Bayern Munchen dan Ter Stegen dari Barcelona. Kedua kiper dari Jerman memiliki itu semuanya. Mereka adalah bentuk generasi terbaru dari Oliver Kahn." Tambah Pak Edi.
Mendengar perkataan Pak Edi membuat Al sadar bahwa dia harus naik level. Dia berjalan ke arah gawang dan meminta Pak Edi untuk melempar bola tenis itu.
"Lempar sini Pak." Ucapnya dengan serius. Dia seperti hewan buas kelaparan yang ingin memakan mangsanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Zul Khaidir
up up
2023-01-08
0