"Hey kamu!" Sontak Pak Danang sambil berlari ke arah Al.
Al yang bingung pun mencoba berlari meninggalkan tempat tapi sayangnya Pak Danang berhasil menghalanginya.
"Kamu baru hari pertama sudah berani bolos Ekskul ya? Mau saya aduin kepala sekolah kamu!" sambung Pak Danang dengan nafas terengah-engah. Dia sudah tua, namun terpaksa berlari karna bocah ini.
"Eh? bolos Ekskul?" Al bingung, dia saja belum memilih ekskul apa yang akan dia ikuti kan? lantas kenapa tiba-tiba dia malah dituduh bolos?
"Hey Ridwan! ini kan anak kelas 1 yang kamu bilang bolos itu? Coba kamu siapa namanya?"
"Alfein, Pak." Setengah bingung, Al masih mencoba menjawabnya.
"Nah kamu ternyata Alfein. Walaupun saya begini saya tidak suka ada yang bolos Ekskul sehari saja, yang bolos akan saya hukum!" Lanjut Pak Danang dengan muka seram.
Melihat kejadian tersebut Ridwan sebagai kapten tim mencoba memberi tahu Pak Danang bahwa tidak ada lagi anak kelas 1 yang ikut Ekskul Sepak Bola selain yang memperkenalkan diri tadi di lapangan, artinya Alfein tidak termasuk.
"Anu pak ... maaf sebelumnya." Ucap Ridwan yang mencoba menahan Pak Danang.
"Ya Ridwan ada apa?"
"Semua anak kelas satu yang mendaftar Ekskul Sepak Bola sudah ada di lapangan semua Pak dan tidak ada yang bolos."
Mendengar perkataan Ridwan tersebut Pak Danang langsung pergi membawa Al dan meninggalkan tempat itu.
"Kamu itu adalah seorang kapten Ridwan, jangan pilih kasih, kalian lanjut latihan. Saya akan menghukum si pembolos ini!"
Al yang bingung memberontak dan meminta penjelasan Pak Danang kenapa dia ingin di hukum, padahal jelas dia tidak bersalah, kan?
"Apa ini pak? Saya tidak pernah mendaftar Ekskul Sepak Bola kenapa saya harus di hukum?" Al kesal, dia menatap Pak Danang sambil menanti jawaban yang masuk akal. Akan tetapi Pak Danang tidak memperdulikan omongan Al dan tetap membawa Al ke suatu tempat.
Langkah demi langkah berlalu, Al yang masih tidak mengerti apa-apa tetap mengikuti langkah Pak Danang, walau agak kelewatan, faktanya Pak Danang tetap seorang guru, dan Al yang masih murid baru hanya terus menurutinya saja, hingga mereka sampai ke belakang gedung sekolah di dekat gudang Olahraga.
Pak Danang tanpa banyak bicara pun langsung mengambil bola dan menendangnya ke arah Al.
Al yang masih dalam keadaan kesal langsung kaget dan menghindari bola yang di tendang Pak Danang.
Melihat hal itu Al marah dan berteriak pada Pak Danang
"Apa maksudnya ini Pak, bapak ingin mencelakai saya ya?!"
Melihat Al yang menghindari bola itu Pak Danang mencoba menendang bola itu kembali ke arah Al tetapi Al masih menghindari bola itu.
Kenapa dia menghindarinya? Kemana Reflek, lompatan dan kecepatan yang dia miliki tadi? Apakah tadi cuma kebetulan buat caper ke cewek tadi?
Ucap Pak Danang di dalam hati, sedikit berdecak, Pak Danang memutar otaknya. Sejujurnya alasan guru pembimbing olahraga ekstrakurikuler sepak bola ini tertarik pada Alfein, adalah karna Al mampu menangkap bola yang secepat tadi, refleks dan lompatannya cukup luar biasa untuk disebut sebagai bakat.
Pak Danang tertarik, dan berniat menjadikan Alfein sebagai kiper di dalam tim sepak bolanya, apalagi dia kekurangan kiper untuk mengikuti turnamen yang akan diadakan sebentar lagi.
Harusnya ada dua kiper untuk mengikuti turnamen resmi, tapi tim sepak bola sekolah ini hanya punya satu kiper, setidaknya walau hanya cadangan, Pak Danang berharap Al masih ingin bergabung ke dalam timnya, tapi jika Al benar-benar memiliki bakat dan kemampuan seperti yang Pak Danang bayangkan, bukankah ini akan menjadi luar biasa?
"Hey Nak, namamu Al kan? Berapa tinggi mu?" Tanya Pak Danang.
"Terakhir saya ukur pas pendaftaran sekolah 177 cm."
Tingginya juga pas buat kiper seusia dia, tapi kenapa refleknya tadi tidak dia tunjukan lagi?
Ucap Pak Danang di dalam hati
"Kamu alumni SMP mana, Nak?" Tanya Pak Danang dengan tujuan mengetahui latar belakang prestasi Sepak Bola di SMP Al dulu.
"Saya berasal dari SMPN 80, Pak." jawab Al dengan suara pelan dan berharap Pak Danang melepaskannya.
Eh itukan sekolah yang baru di bangun 3 tahun yang lalu, jadi anak ini alumni pertama dari SMP itu, karena baru di bangun SMP itu juga tidak bisa bersaing di turnamen olahraga termasuk sepak bola.
Lanjut Pak Danang dalam hati. Sambil berjalan mendekati Al.
Mendengar hal itu Pak Danang langsung bingung, tapi dia masih yakin pada beberapa hal.
"Apakah kamu suka sepak bola?" Sedikit penasaran, Pak Danang bertanya.
"Saya cukup menyukainya, saya sering nonton bola, kenapa Pak?" jawab Al dengan semangatnya.
"Siapa idola kamu?"
"Saya mengidolakan Oliver Kahn."
Pak Danang langsung tersenyum karna mendengar jawaban dari Al yang menjawab Idola dia adalah seorang kiper legendaris yang sudah pensiun.
"Berarti kamu bisa main bola?" Tanya Pak Danang dengan semangat.
"Tidak, saya hanya penggemar saja tapi tidak bisa bermain bola." Al dengan santainya menjawab dengan muka datar.
Pak Danang kecewa dengan Al, dia berharap akan mendapatkan kiper yang bagus dari dalam diri Al tapi sepertinya Al tidak bisa di harapkan untuk menjadi kiper dari SMAN 70.
Akan tetapi Pak Danang tidak menyerah dia pun mencoba membujuk Al untuk masuk ke Ekskul sepak bola karena Pak Danang yakin Al memiliki bakat terpendam menjadi kiper di dalam dirinya.
"Kamu ikut ekskul apa?"
"Tidak ada masih bingung."
"Kamu gak tau ya? Tidak boleh tidak ikut ekskul, harus mengikuti Ekskul minimal satu di sekolah ini."
"Eh bukannya tidak apa-apa ya Pak? jika tidak memiliki Ekskul seperti yang di katakan Kepala sekolah tadi pagi." ucap Al sambil mengingat kata Kepsek tadi pagi.
"Bagaimana jika kamu masuk ke Ekskul Sepak Bola dan jadi kiper? kamu akan saya jadikan kiper utama di tim." Pak Danang mencoba merayu Al agar dia mau masuk ke Ekskul sepak bola.
"Saya tidak mau, saya tidak bisa bermain bola apalagi menjadi kiper walaupun idola saya seorang kiper, saya tetap tidak mau." Al menolak dengan tegas tawaran dari Pak Danang.
"Kamu yakin? Bagaimana jika kamu saya seleksi dulu jika kamu bisa menangkis minimal 3 tembakan dari 5 tembakan yang saya shot ke arah kamu. Kamu tidak akan saya ajak ke dalam Ekskul, tapi jika kamu tidak bisa menangkis 3 kamu masuk ke Ekskul saya sebagai pembawa air minum pemain." Pak Danang dengan yakin berkata seperti itu demi mengeluarkan bakat terpendam dari Al.
"Mana boleh begitu Pak."
"Siapa gurunya? Jangan banyak alasan, pakai saja ini." Pak Danang memberikan sarung tangan kepada Al untuk digunakan dan berjalan sejauh belasan meter.
"Udah siap?" Ucap Pak Danang yang sudah bersiap menendang bola ke arah Al.
"Sudah." sahut Al menjawab teriakan Pak Danang. Malas sih sebenernya, tapi mau dibantah juga rasanya sulit karna Pak Danang seorang guru, dan Al hanya murid.
"Tch apa apaan ini cuma karena menangkis bola dia langsung meminta ku buat masuk ke dalam Ekskulnya bagaiman jika nanti aku jadi beban di dalam tim." Gumamnya, saat Al termenung tiba-tiba bola yang di tendang Pak Danang sudah melewatinya. Al pun kaget dan bersiap dengan tendangan berikutnya.
Baiklah fokus Al liat kemana arah bola dan lompat kesana. Siapa juga yang mau menjadi babu Ekskul ogah banget.
Ucap Al dalam hati
Pak Danang kembali menendang bola ke arah kiri Al. Al yang melihat itu pun mencoba lompat ke kiri tapi reflek pemuda ini terlambat.
"Sial sedikit lagi, sekali lagi Pak! kali ini akan saya tangkap!" teriak Al dengan setengah kesal. Dia kesal sekali tidak bisa menangkap bola itu, padahal dia yakin bisa menangkapnya. Al bisa melihat bola itu dengan jelas, hanya saja refleks yang lambat membuat jari jemarinya tak sampai menggapai bola yang datang dengan kecepatan penuh itu.
Melihat hal itu Pak Danang pun tersenyum dan menembak ke arah kenannya Al dengan sekuat tenaga.
"Ke kanan? baiklah." Al menarik sudut bibirnya, matanya fokus, kemana bola itu ada, maka tangannya sudah harus sampai disana, tidak boleh terlambat barang sedetik pun, harus sampai barang satu inci pun.
Siapa sangka Al berhasil menepis tendangan itu, refleks yang cukup mengagumkan.
Al melihat tangannya yang menepis tendangan Pak Danang barusan dan merasakan keseruan dalam menangkis bola.
Cukup menarik juga ternyata.
Seperti ada perasaan yang menggebu-gebu dalam dirinya, sebuah perasaan mendebarkan yang bangkit ketika dia berhasil menangkap sebuah bola yang ditendang keras oleh orang lain.
Fokus!
Al seperti terhipnotis dia menjadi semakin fokus disetiap detik yang berjalan.
Al awalnya merasa hal ini menyebalkan, namun sialnya sekarang dia merasa ini mendebarkan.
Al semakin semangat dan yakin dia tidak akan menjadi babu Ekskul sepak bola.
Bener saja Dua tendangan terakhir berhasil di tepis Al, dan sesuai janji Pak Danang, beliau tidak akan memaksa Al untuk ikut ekstrakurikuler sepak bola di sekolah ini.
"Sesuai janji saya, kamu bebas dan tidak akan dipaksa untuk ikut Ekskul Bola." pak Danang mengalah, karna faktanya dia memang kalah.
"AlFein kelas 10 IPS! saya akan daftar Ekskul sepak bola, Pak!"
Deg!
Seolah tidak percaya, Pak Danang membulatkan matanya lebar-lebar menatap bocah yang sedari tadi menolak masuk ekskulnya, dan sekarang mendadak mendaftar dalam ekskulnya.
"Kalau kamu berani nipu saya, kamu bakal saya D.O dari sekolah ini."
"Siapa yang nipu Pak, saya serius."
Pandangan Al tidak berkedip, bola ditangannya dia genggam erat, bara api yang tak terlihat, semangat yang tak tampak tapi begitu terasa, angin yang berhembus bahkan tidak bisa menghilangkan panas semangat yang sudah Al pancarkan dari tubuhnya.
Ah? Mungkinkah Pak Danang sudah membangkitkan minat bocah ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Buana Lukman
bagus
2022-12-26
2